Ketika sejak kecil dididik untuk menghormati orang lain, dan terutama orangtua an pelanggan, seoerang petugas kereta di Jepang memebri hormat saay kereta berangkaat sebagai penghormatan kepada penumpang yang telah menggunakan jasa keretaapi.
Orangtua yang ingin anaknya menjadi pintar, tidak susah. Banyak sekolah internasional mampu mencetak siswa menjadi orang pandai. Pandai berhitung, pandai bicara 4 bahasa, dan pandai mengatasi berbagai masalah, sebab mereka diajarkan mencari solusi dari setiap persoalan.
Sayangnya, anak pandai, tak sertamerta menjadi anak baik. Justru anak pandai, yang bisa mengatasi masalah, ketika bertemu persoalan, solusinya bukan selalu kebaikan. Anak terlalu pintar, menganggap orang lain lebih rendah. Ia bisa sewena-wena. Bisa tidak baik. Tetapi anak baik, selalu membawa kebaikan bagi yang lain, apappun solusinya.
Itu bedanya pendidikan dini di Indonesia yang selalu mengejar pandai dan kaya, sementara di Jepang, pendidikan sejak dini adalah mandiri dan tanggungjawab.
Karakter bangsa Jepang sangat mudah diciri oleh seluruh dunia. Bangsa yang dikenal sangat disiplin, pekerja keras, dan mandiri. Saat Jepang terkena tsunami tahun 2011, digambarkan bagaimana Jepang sangat dingin, orang-orang lapan dan kedinginan, tetapi tak ada penjarahan. Warga Jepang etap antri saat menerima bantuan.
Gambaru
Tidak terlihat sikap memelas, meratapi nasib atau ngemis-ngemis bantuan. Mereka tetap disiplin, sabar dan antri untuk berjuang memperoleh sesuatu. Slogan Gambaru benar-benara diujudkan. Gambaru adalah ‘ doko made mo nintai shite doryoku suru” (bertahan sampai kapanpun, kemana pun dan berusaha habis-habisan).
Inilah kualiatas pendidikan berdasar kindness ( kebaikan) dibanding richness ( Kekayaan) atau intelegent ( kepintaran). Pendidikan dan pengasuhan yang diberikan oleh guru-guru Jepang, membentuk kemandirian dan kebaikan.
Metode pendidikan yang diterapkan kepada anak-anak usia preschool dan TK di Jepang megnandung value positif. Selama di sana, anak-anak dititipkan di daycare (hoikuen) dari jam 7 pagi sampai 7 malam. Dari situlah diperoleh insight tentang cara mengasuh a la Jepang yang ternyata mengandung banyak nilai kebaikan positif.
Pemerintah Jepang memberi kemudahan pada para orangtua di Jepang. Ketika punya anak, orangtua akan mendapat subsidi selaku orangtua baru, dengan nominal yang cukup besar, cukup untuk beaya sekolah. Apalagi, saat sekolah, semuanya gratis. Orangtua tidak perlu khawatir mencari sekolah. Lokasi sekolah anak akan dicarikan yang dekat dari tempat tinggal. Orangtua tidak pusing memilih sekolah, sebab mutu sekolah di seluruh negeri sama dan setara.
Mencuci Piring Sendiri
Value yang paling menonjol dari pola asuh dan didik Jepang adalah penekanan pada kemandirian. Anak usia 2 tahun sudah bisa makan sendiri. Usia 3-4 tahun sudah bisa mandi; merapikan barang-barang pribadinya sendiri.
Mereka biasa melakukan unpacking dan packing barang-barangnya milik sendiri selama di sekolah; mulai dari sepatu, sandal, snack box, baju ganti, sampai peralatan sembahyang. Anak-anak juga diajarkan kegiatan praktis di dunia nyata seperti mencuci piring, Membereskan lunch box sesudah malkan, serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Kemandirian di sekolah, diharapkan dieruskan orangtua seelah sekolah atau di dunia nyata. Dari kebiasaan mandiri, disiplin, membuat rata-rata orang Jepang memiliki tanggungjawab tinggi dalam hidup mereka.
Sekolah di Jepang juga sangat memerhatikan asupan nutrisi. Makanan yang dibawa atau disajikan untuk anak diukur hingga hitungan gram. Lunch box yang dibawa anak-anak harus sehat. Itu sebabnya porsi serat jauh lebih banyak dibandingkan unsur gizi yang lain. Untuk protein, orang Jepang banyak mengonsumsi protein nabati, daging putih dan ikan, sementara daging merah hanya perlu 2 kali per minggu.
Cemilan atau makanan ringan juga dipilih yang sehat seperti kukusan atau rebusan, ubi jepang, zukini, atau kacang-kacangan. Jangan dikira anak Jepang suka sayur. Tapi guru-guru di Jepang pintar mengakali. Makanan untuk anak disajikan dalam mangkok kecil, dipisah sesuai jenis makanan. Saat tiba makan besar. yang dihidangkan pertamakali adalah sayur. Saat mereka lapar, itu yang ada dan itu yang dimakan terlebih dahulu. Setelah itu terserah.
Berhitung Dengan Menyenanagkan
Agar anak-anak Jepang memiliki citra arasa baik dan bagus, materi pengajaran di sekolah Jepang diisi dengan musik dan olahraga.Menurut para hali. porsi kedua materi musik dan olahraga mampu menstimulasi kemampuan kognitif anak tak jauh beda dengan matematika dan bahasa maupun ilmu pengetahuan
Cara mengajari anak-anak tentang membaca, menulis dan berhitung dilakukan dengan cara menyenangkan, sembari bermain. Anak-anak Jepang, ada yang nakal, tetapi ditangani secara disiplin dan tanggungjawabn. Jika ada anak memukul temannya, orangtua anak dipanggil dan dipertemukan dengan korban. Kedua orangtua lalu mengamati anak itu dan melaporkan gurunya. Sang guru juga membuat evaluasi sembari minta maaf bahwa kejaedian itu yang salah adalah guru. Bukan anak-anak. bahkan sebulan setelah evaluasi, guru itu tetap mengawasi dan meminta maaf pada orangtua.
Dan sang anak ? Guru menanganinya dengan membuat anak sadar akan efek tindakannya terhadap orang lain. Guru tidak langsung menghakimi kesalahan, melainkan mengajak anak berpikir apa dampak dan konsekuensi dari tindakannya.
Kesimpulan
Anak-anak diajak untuk berkompetisi tentang tanggungjawab, kedisiplinan dan kebaikan, bukan dengan teman sekolah. Melainkan berkompetisi dengan dirinya sendiri untuk selalu mencari kebaikan.
Beaya Sekolah Kian Berat, Mengapa Memaksa Diri