Tanpa keteladanan, jauh panggang dari api. Sebagus dan segencar apapun slogan, himbauan, atau peraturan itu dibuat, jika tidak diterapkan dengan benar, diwujud-nyatakan dalam keseharian, semua itu hanya omong kosong, percuma, alias sia-sia.
Tidak perlu minta ditunjukkan bukti agar kita tidak malu sendiri.
Tidak perlu tampak suci, jika peraturan yang dibuat itu untuk dilanggar sendiri.
Tidak perlu maling teriak maling, jika ternyata kita jadi maling sendiri.
Lalu, apa yang kita lakukan, pamerkan, dan kita tunjukkan di depan khalayak ramai ini?
Kita toh tidak sedang mengajar mata kuliah: “Bagaimana jadi pemain sandiwara yang baik dan sukses.”
Seharusnya, kita malu membuka aib sendiri. Kenyataannya, banyak di antara kita yang bangga, ketika digelandang di depan kamera.
Tidak harus menyalahkan orang lain, apalagi merasa didholimi.
Tidak harus paksakan kehendak untuk ini-itu pada orang lain, jika kita tidak mau melakukannya sendiri. Karena hidup keagamaan kita tidak lebih baik dari mereka.
Sejatinya, perubahan hidup untuk jadi makin baik itu dimulai dari diri sendiri.
Hidup doa untuk hidup keseharian itu tidak harus gembar-gembor, tapi untuk diejawantahkan, dihayati dalam senyap, dan dinikmati.
Keteladanan itu satu kata, perbuatan, dan satu hati. Dimulai dari keluarga kita sendiri.
Allah memberkati.
Foto : congerdesign/Pixabay