Foto : Aziz Acharki / Unsplash
Tidak ada gunanya kegagalan itu diekspresikan, kesedihan itu diceritakan, atau aib itu diviralkan. Apa untungnya bagi orang lain?
Sama seperti halnya, narsis untuk dipamerkan, kesuksesan untuk dibanggakan, atau kekayaan untuk diviralkan. Apa untungnya bagi kita?
Kegagalan, kesedihan, dan aib itu tidak ada manfaat atau untungnya diceritakan pada orang lain. Kita semestinya malu, mawas diri, dan berpikir positif untuk mencari hikmah dari peristiwa itu.
Berbeda masalahnya, jika kita berharap agar orang bersimpati dan peduli dengan nasib kita. Ibaratnya, menawarkan pepesan kosong agar ikan masuk ke dalam perangkap. Atau sejatinya kita menjual aib kesedihan demi kepentingan pribadi?
Begitu pula saat sukses, di puncak gunung emas, kita tidak perlu pamer, menyombongkan diri dan ‘ben diarani’. Sukses itu anugerah Allah yang harus disyukuri. Untuk dikelola dengan baik agar kita berbagi pada sesama, karena sejatinya sukses itu milik-Nya agar kita menjadi pribadi yang rendah hati.
Semestinya kita sadar sesadarnya dan memahami, bahwa warna warni hidup ini ibarat pelangi. Karunia Ilahi yang mesti dinikmati dan disyukuri agar hidup kita penuh warna dan bermakna.
Hidup itu kabar baik, ketika kita berani berjuang dan berpikir positif di saat gagal, sakit, atau sedih. Meski jatuh berkali-kali, kita harus
bangkit kembali untuk menjadi pemenangnya.
Hidup itu keberuntungan, ketika kita peduli dan berbagi pada sesama yang menderita, gagal, dan terpuruk. Untuk menguatkan dan memberi semangat agar mereka memperoleh harapannya kembali.
Hidup itu suka cita, ketika kita mampu membuat orang yang tengah kesusahan menjadi bahagia. Kita hadir dan selalu ada untuk mereka.
Hidup itu kesempatan agar tidak kita sia-siakan, tapi harus kita perjuangkan demi hidup berkenan bagi Tuhan.
Menghitung Butir Nasi, Mensyukuri Rejeki
Pilih Pengalaman, Gaji Besar, atau Kedua-duanya?
Lelah Karena Bekerja Itu Biasa, Bekerja Sambil Berkreasi Itu Hepi