Hilirisasi sawit digalakkan, namun praktiknya tak segagah pernyataan. Foto: InfoIndonesia
Dalam postingan sebelumnya sudah dibahas soal harga migor ( minyak goreng). Baik menurut harga pasar, dan kesiapan kita menerima harga pasar, serta siapa pemain utama dari industri sawit ini. Sekarang disampaikan solusinya. Moga ini bisa jadi bahan pertimbangan pemerintah.
Walau kita punya ambisi lead business CPO namun penentu harga CPO masih tetap Malaysia. Padahal produksi kita diatas Malaysia. Apa pasal ? Malaysian hilirisasi Sawit itu sangat massive. Sebelum membahas lebih jauh, sebaiknya saya jelaskan secara sederhana apa itu hilirisasi sawit.
Pertama adalah Oleopangan (oleofood complex) yakni industri refinery untuk menghasilkan produk antara oleo pangan (intermediate oleofood) sampai pada produk jadi oleopangan (oleofood product). Dari oleopangan akan dihasilkan minyak goreng sawit, margarin, vitamin A, Vitamin E, shortening, ice cream, creamer, cocoa butter/specialty-fat dan lain-lain.
Kedua, Oleokimia (oleochemical complex) yakni industri refinery untuk menghasilkan produk-produk antara oleokimia/oleokimia dasar sampai pada produk jadi seperti produk biosurfaktan. Misalnya ragam produk detergen, sabun, shampo), biolubrikan (misalnya biopelumas) dan biomaterial (misalnya bioplastik).
Ketiga, Biofuel (biofuel complex) yakni industri refinery untuk menghasilkan produk-produk antara biofuel sampai pada produk jadi biofuel seperti biodiesel, biogas, biopremium, bioavtur.
Nah mari kita lihat produksi hilir sawit ini. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, pada tahun 2021, pasokan CPO untuk industri oleopangan mencapai 8.249.000 ton dan 6.561.000 ton untuk biodiesel. Serta 1.946.000 ton untuk industri oleokimia. Jadi total kebutuhan CPO untuk industri dalam negeri mencapai 16.756.000 ton. Sementara total produksi CPO sebesar 46,88 juta. Apa artinya lebih separuh ( 74% ) CPO diekspor. Konyol kan.
Makanya jangan kaget bila kita kekurangan minyak goreng sawit. Karena CPO yang masuk ke Industri oleopangan bahan baku minyak goreng hanya 8.249.000 ton. Dan itupun produksi minyak goreng tidak semua dijual ke konsumen RT. Sebagian masuk ke pabrik mie instant atau industri makanan dan eksport.. Apalagi harga minyak goreng sawit naik di pasar international. Dan HET pemerintah dicuekin. Wajar kan harga minyak goreng ikut pasar international.
Jadi kesimpulannya penyebab kita tidak berdaya terhadap lonjakan harga minyak goreng dunia karena hilirisasi sawit kita gagal. Nilai tambah rendah. Karena hanya didominasi oleh biofuel. Pada laman resmi Kemenperin tercatat ada 47 perusahaan industri minyak goreng dan 2 perusahaan industri margarin. Seharusnya ada ribuan industri hilir sawit. Karena produk turunan sawit itu mencapai 170 produk. Kalau downstream Sawit ini berkembang, akan banyak tumbuh industri baru dan jutaan angkatan kerja baru terserap.
Ibu Sri Mulyani (SMI )sempat geram. Karena lambatnya proses hiirirasi sawit ini. Solusinya hanya satu. Paksa lewat regulasi soal hilirisasi seperti kasus NIkel. Mengapa nikel kita bisa tegas soal hillirisasi. Kok Sawit engga bisa tegas? Dan lagi, dipaksa untuk dapat cuan gede, kok ogah. Kan nilai tambahnya 2 kali dibanding CPO.
BACAAN LAIN
Kelangkaan Minyak Goreng dan Mereka yang Terlalu Besar untuk Diatur.