Peluang dan Tantangan mencapai tujuan besar Hilirisasi Indonesia

Seide.id – Industri pengolahan mineral mentah atau disebut smelter merupakah amanat Undang-Undang (UU) yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh pemerintah yaitu kewajiban bagi perusahaan tanbang untuk membangun smelter dalam mengolah produksi mineralnya sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku yakni Undang-Undang No 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Terdapat 7 proyek smelter sudah diselesaikan di tahun 2022 yakni, PT Aneka Tambang di Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, PT Vale Indonesia di Sulawesi Selatan, PT Wanatiara Persada di Maluku Utara, PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara, PT Weda Bay Nickel di Maluku, PT ANTAM (proyek P3FH) di Maluku Utara dan PT Sebuku Iron Lateritic Ores di Kalimantan Selatan yang merupakan smelter besi menghasilkan sponge ferro alloy.

Dan masih pada tahun 2023 akan ada lagi tambahan 17 smelter untuk memenuhi kebutuhan pengolahan dalam negeri. Terlebih mengingat bahwa pada Juni tahun 2023, Pemerintah akan melarang ekspor bauksit dalam bentuk ore (belum terproses) sesuai isi daripada UU Minerba yang dengan tegas menyatakan bahwa mulai per Juni tahun 2023 ini tidak diperbolehkan lagi melakukan ekspor dalam bentuk ore sehingga pengelolaan bauksit harus dilakukan di dalam negeri.

Sementara ini terdapat total kapasitas input bauksit tahun 2022 adalah 13,88 juta ton dan yang dimanfaatkan masih 4,3 juta ton per tahun, masih mengimpor alumunium. Pembangunan smelting untuk memproses alumunium diharapkan selesai sehingga dapat menyerap kapasitas input yang sudah kita miliki hingga 100% dan kita tidak melakukan impor alumunium lagi, bahkan Indonesia bisa mengekspornya.

Tekad Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetop ekspor mineral atau ore mentah tidak mungkin ditawar. Perintah Jokowi, mulai Juni 2023, Indonesia wajib menghentikan ekspor bauksit dengan tujuan mendorong industri pengolahan dan hilirisasi di Tanah Air.

Tak sebatas bijih bauksit, morotorium atau penyetopan biji tembaga juga akan dilakukan pada medio tahun ini. Maka hal ini sebenarnya adalah peluang besar bagi Investor baik lokal maupun asing dalam usaha membangun Industri Smelter untuk mampu mengolah semua hasil sumber daya alam mentah di Indonesia.

Indonesia tentu tidak gentar dengan putusan WTO yang mengalahkan Indonesia terhadap gugatan negara Uni Eropa terkait larangan ekspor nikel mentah Indonesia. Masih ada negara-negara lain dengan kemampuan tehnologi yang bisa berinvestasi membangun industri smelter dimana nantinya negara yang berinvestasi itu tentu mendapatkan kemudahan baik dalam pembangunan atau pemasaran dari hasil industri dibangun tersebut.

UU Minerba tahun 2020 adalah merupakan semangat perjuangan dari bangsa Indonesia untuk berjuang mampu bangkit dari negara pengekspor mineral mentah, menjadi negara pengekspor bahan siap pakai. Dan untuk ini sudah terbukti Indonesia memperoleh pemasukan berlipat ganda dari ekspor mineral siap pakai, dalam hal ini hasil daripada nikel.

Sebenarnya selain daripada menghadapi gugatan negara Uni Eropa, masih terdapat tantangan lain yang harus terus diperjuangkan yaitu memperbesar dan efesiensi jumlah cadangan mineral hasil sumber alam yang ada.

Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) memaparkan, cadangan terbukti nikel Indonesia jika di tahun 2021 mencapai 45,46 juta ton maka di tahun 2030 hanya akan mencapai 10,56 juta ton.

Demikian juga cadangan bauksit pada tahun 2030 akan mencapai 29,26 juta ton dari 32 juta ton di 2021. Pun dengan batubara yang akan menjadi 32,35 juta ton dari 38,21 juta ton pada periode yang sama. Sementara cadangan timah lebih tipis lagi menjadi 1,46 juta ton dari di 2021 sebanyak 2,23 juta ton.

Maka selanjutnya adalah perlu membangun industri-industri lanjutan hasil hilirisasi di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Mengingat bahwa Indonesia masih menjadi konsumen atau pasar besar produk-produk jadi.

Produk antara atau hilir kita masih banyak didominasi oleh impor, harus segera diantisipasi dengan pengembangan industri manufaktur khususnya di antara hulu dan hilir.

Mengoptimalkan industri forming sesuai dengan potensi permintaan atau demand yang masih sedang. Walhasil, nantinya hasil produksi smelter akan melebihi kebutuhan domestik.

Terdapat potensi permintaan dalam kategori sedang yakni sebagai substitusi impor kebutuhan alumina domestik, sementara produk hilir masih sulit bersaing dengan Tiongkok.

Dengan demikian diperlukan prioritisasi pengembangan industri jangka menengah dan panjang juga perlu disusun, selaras dengan Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035 dengan mempertimbangkan adanya penyusutan cadangan mineral yang kritis.

Untuk ini diperlukan peran serta besar dari usaha UMKM yang tentunya harus di dukung dengan pemberian intensif baik pemberian kredit maupun kemudahan pembiayaan kepada sektor-sektor yang menjadi prioritas. Dan ini jelas perlu meningkatkan peran perbankan nasional dalam pembiayaan inklusif dan pemulihan ekonomi nasional.

Indonesia dengan jumlah penduduk 275 juta jiwa, atau peringkat ke empat dunia tentu merupakan pasar produktif juga bagi pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

Maka pembangunan kelanjutan dari hilirisasi yaitu membangun industri antara hilir, merupakan tantangan untuk pemerintah ke depan selaras dengan hasil pembangunan industri smelter mineral sekarang ini. Dimana industri-industri antara dengan menjadikan UMKM sebagai operator tentu sangat memiliki dampak luar biasa bagi kesejahteraan bangsa Indonesia.

Maka dalam hal ini Partai Perindo yang berjuang dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia akan terus berkomitmen dalam perjuangan Indonesia sejahtera menuju Indonesia emas 2045. Dimana menggerakkan motor besar perubahan yaitu usaha industri oleh UMKM adalah keniscayaan yang harus terus diperjuangkan.

Penulis: Jeannie Latumahina
Ketua Umum Relawan Perempuan dan Anak Perindo

Menghadapi ancaman Resesi Global dengan Integrasi Koordinasi antar Lembaga dan Pemerintahan

Avatar photo

About jeannie latumahina

Ketua Relawan Perempuan dan Anak Perindo