Pemerintah menghimbau agar masyarakat berobat di dalam negeri, karena 100 triliun uang setiap tahun terbang ke negara tetangga, Sayangnya, rumahsakit di Indonesia sering tidak tahu diri; melayani pasien seenaknya sendiri. Tanpa uang muka jangan harap bisa masuk rumah sakit. Dokter sering telat memeriksa pasien. Sementara garda depan dalam bidang pelayanan sangat tidak ramah. Jangan berharap pasien berobat ke dalam negeri, jika tidak mengubah sikap hispitality. Berobat pakai BPJS ? Tahu sendiri.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mendorong seluruh RS untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat. Disebutkan, akibat banyaknya masyarakat berobat ke luar negeri, setiap tahun, Indonesia kehilangan devisa sebanyak 100 triliun. Uang besar yang disia-siakan.
Tapi sebelum mencerca, sebaiknya, kita lihat dulu kenyataan pelayanan rumah sakit di dalam negeri, Indonesia.
Seorang teman bercerita, saat adiknya sakit parah, sampai di rumah sakit, ia harus menaruh KTP dan Deposit Rp 5 juta untuk orang sakit yang belum jelas penyakitnya. Karena terburu-buru, sang kakak lupa membawa dompet dan tidak siap uang Rp 6 juta saat itu. Ia diminta mencari rumah sakti lainnya, di sekitarnya. Hampir larut tengah malam, akhirnya ada rumah sakit yang menerima adiknya, setelah ia mendapat pinjaman uang untuk deposit.
Lebih parah lagi, anak tetangga. Anaknya terkena demam berdarah, dirujuk ke sebuah rumah sakit di Jalan raya Serpong. Sampai di rumah sakit, konon semua kamar terisi kecuali kamar VIP. Terpaksa sang ayah Deposit untuk 7 hari dengan harga kamar Rp 1,2 juta semalam. Setelah diperiksa, dan diberi obat secukuonya, dijanjikan akan ada kunjungan dokter spesialis sore hari jam 5.
Ditunggu hingga malam, dan keesokan paginya, dokter tak kunjung datang. Ditanya ke bagian informasi, tak ada yang tahu, Sorenya, sang anak sudah menghembuskan nafas terakhirnya. Banyak kerabat menyarankan untuk melaporkan polisi karena ini sudah masuk dalam malpraktek. Namun sang ayah merelakan puteranya tanpa menuntut dokter. “ Keluarga sudah ikhlas dan tidak ingin mengotori tangan mereka dengan dokter yang tidak bertanggungjawab”.
Kondisi hampir seluruh petugas rumah sakit di Indonesia seperti itu. Menganggap pasien sebagai orang yang datang untuk mengemis bantuan. Dalam kondisi seperti ini, jika perlu, orang harus sabar mengantre menunggu dokter datang dari tempat yang tidak jelas dikarenakan terlalu banyak rumahsakit yang dijadikan mata pencarian sang dokter.
Banyak petugas rumah sakit tidak paham bagaimana melayani pasien atau orang yang sedang sakit. Mereka melayani sesukanya, tanpa keramahatamahan, tanpa menyembunyikan muka cemberut mereka. Padahal, hospital itu harus mengutamakan hospitality atau keramahtamahan. Hospital itu nilai yang berkaitan dengan hospitality atau keramahtamahan.
Jika konsep hospitality tak dipahami, tak perlu sewot kalau orang lebih suka berobat ke rumahsakit di luar negeri dengan harga lebih murah dan keramahtamahan yang luar biasa. Padahal untuk sembuh belum tentu. Maksud saya, dibanding doker di sekitar negara kita, tak bisa mengalahkan kemampuan dokter Indonesia, yang sayangnya tak memiliki pendekatan profesional, hospitality dan kemanusiaan.
Asal tahu, banyak petugas kesehatan di Asia kebanyakan dari Indonesia. Mereka melakukan pelayanan paling ramah di luar negeri karena dihargai, digaji tinggi dan tidak dijadikan “ pembantu” rumah sakit atau PRTnya sang dokter.
Banyak pasien kemudian memilih berobat ke luar negeri karena dokternya profesional, cepat tanggap, tidak bertele-tele dan tidak semahal dokter di Indonesia. Tetapi jika melihat pasien yang berobat ke luar negeri, mereka tidak pernah bermaslah dengan harga.
Yang selalu dipermasalahkan adalah cara mereka menangani orang-orang kaya yang perlu cepat sehat dan tidak bertele-tele. Apalagi jika pasiennya miskin dan dari BPJS. Perlu kesabaran melebihi dewa sabar untuk sekedar mendapatkan kamar dan perawatan tanpa bermutar-putar. Tidak banyak rumah sakit memiliki petugas di garda depan yang paham berkomunikasi dengan baik dengan pasien atau sebab aturannya memang kaku.
Padahal, syarat petugas kesehatan di depan adalah orang-orang yang bisa tersenyum dan ramah. Kalau sudah menyangkut pelayanan di rumah sakit, penduduk Indonesia yang dikenal ramah, telah kehilangan identitasnya.
So, jangan salahkan orang Indonesis senang beribat ke luar negeri. Perbaiki pelayanan kepada pasien, kerjakan secara profesional, pasien akan datang sendiri.
Bisnis Yang Menakuti Orang : Operasi dan Menginap Di Rumah Sakit