Oleh HARRY TJAHJONO
Jika saja ada penghargaan semacam Piala Citra untuk kategori istri yang baik dan penuh perhatian pada suaminya, bisa jadi Dona yang pertama kali pantas menerimanya. Selain sangat dicintai Doni, simak sajalah kebaikan dan perhatiannya sehari-hari pada Doni—selama 12 tahun penuh.
SETIAP PAGI, dengan lembut Dona mengusap dan membisikan kata, “Bangun, Mas. Air panas sudah disediakan.”
Doni menggeliat, mencoba melawan kantuk. Maklum, Doni terbiasa tidur lewat larut malam. Mulanya terpaksa karena kerja lembur, tapi lama-kelamaan menjadi kebiasaan.
“Ayo…, bangun. Nanti kesiangan, loh,” lanju Dona tetap lembut.
Sebetulnya Doni ingin tidur barang lima menit lagi. Tapi, selagi ada Dona, hal itu tak tak akan mungkin terjadi. Seperti biasa, Dona dengan kata-kata lembut tentu akan memaksa Doni bangun. Selama 12 tahun senantiasa begitu. Itulah sebabnya mengapa Doni tak pernah bangun kesiangan, meskipun betapa inginnya Doni sekali-kali tertidur lelap sampai sore hari.
Suatu ketika Doni pernah mengungkapkan keinginan itu pada Dona. “Doni kepingin suatu hari tak harus terburu-buru bangun. Supaya bisa menebus rasa kantuk setelah semalam kurang tidur,” kata Doni.
Jawab Dona ternyata sederhana saja. “Kalo kamu tak buru-buru bangun, air panasnya keburu dingin, dong. Tentu harus dipanaskan lagi. Dan itu berarti memboroskan minyak tanah, kan? Lagipula, kalau kesiangan, kamu tentu terlambat masuk kantor. Nah, kalau terlambat absen, uang makanmu dipotong, kan? Kita jadi rugi, dong. Sudahlah, bangun pagi itu banyak rejeki, kok.”
SETIAP SIANG, dikantor, Doni harus selalu siaga. Sebab, paling tidak seminggu tiga kali Dona menelepon ke kantor untuk menanyakan apakah Doni sudah makan atau belum. Harinya tidak pasti. Kadang Rabu-Kamis-Sabtu. Tapi bisa berurutan Senin-Selasa-Rabu dan seterusnya.
Jika misalnya pas dia telepon ternyata Doni sedang ke luar kantor, pulang ke rumah Dona pasti akan membombardir pertanyaan beruntun. Padahal, yang ditanyakan Dona lewat telepon selalu sama. Dan sederhana saja. “Sudah makan siang apa belum? Jangan sampai telat ,loh. Nanti sakit maag. Kalau kena maag kan berabe. Ongkos dokter mahal, belum harga obatnya. Bisa bangkrut kita kalau kamu sampai jatuh sakit gara-gara telat makan,” katanya.
SETIAP SORE, begitu Doni tiba dirumah, Dona selalu tergopoh-gopoh menyiapkan makan malam. Suatu kali pernah Doni berterus-terang padanya bahwa, ”Karena tak tahan menahan rasa lapar, saya sudah makan di warung,” kata Doni.
“Makan di warung? Aduuh Mas…, makanan di warung itu secara medis belum tentu higienis! Bisa sakit, loh. Diare. Kolera. Lagipula, sayang makanan yang sudah terlanjur saya masak, dong,” kata Dona menyesalkan sekaligus khawatir.
Sejak itu, Doni tak tega berterus-terang. Artinya, jika pun Doni sudah makan di warung, tiba di rumah Doni pasti akan melahap hidangan makan yang disediakan Dona. Sebab, Doni tak ingin Dona kecewa, atau khawatir Doni sudah menelan makanan yang mungkin saja secara medis tidak dimasak secara higienis.
BERKAT patuh pada Dona, Doni memang tak pernah bangun kesiangan, maka air panas tak perlu dimasak ulang. Tak pernah terlambat masuk kantor, maka uang makan tak pernah dipotong. Tak pernah sakit maag, maka tak perlu ke dokter dan beli obat. Memang badan Doni makin lama kian bertambah tambun lantaran sering terpaksa makan malam padahal sebelumnya sudah makan di warung. Tapi tak apalah. Kegemukan itu kan cuma sekedar ‘ekses’ saja.
Jadi, seandainya ada penghargaan semacam Piala Citra untuk kategori istri yang baik dan penuh perhatian pada suaminya, tentu Dona yang jadi pemenangnya. Entah jika persyaratannya diembel-embeli pasal: kebaikan dan perhatian itu semata-mata harus berlandaskan cinta, dan tidak dibumbui pertimbangan ekonomis.
Pertimbangan ekonomis yang melatar-belakangi kebaikan dan perhatian Dona selama ini, kadang-kadang memang membuat Doni agak risih juga. Bahkan seringkali kebaikan dan perhatiaannya itu terasa bagaikan belenggu yang membatasi gerak hidup Doni.
Tapi, sudahlah. Menikah dan punya istri, bagi laki-laki, memang ibarat burung masuk dalam sangkar. Itu sebabnya Doni tak pernah berani punya istri lain kecuali Dona. Meskipun kadang-kadang ingin…. Huss!! *