Suatu ketika aku dapat tugas ke Sumatra untuk meliput, kami biasa menyebut De-el-ka, dinas luar kota.
Laporan perjalananku unik. Jika wartawan membuat laporan atau hasil liputan lewat tulisan, aku membuat laporan perjalanan lewat gambar-gambar kartun.
Seperti biasa, jika bertugas ke luar kota aku suka ‘melipir-melipir di luar tugas utama. Waktu itu karena keasyikan dan karena kelamaan dan kejauhan dan mungkin juga salah perhitungan, aku sampai hampir kehabisan uang saku.
Suatu ketika, aku makan siang di sebuah restoran Padang. Maksudnya mau ngirit, maka aku pun tak makan hidangan yang aku anggap mahal. Maka aku memilih makan dengan ikan asin. Waktu itu ada ikan asin gabus berbumbu cabe ijo, ditingkah dengan pete beserta kulitnya (rasanya sepet-sepet asyik!) yang diiris-iris tipis, miring.
Hitung-punya hitung,…eh ternyata harganya lebih mahal daripada rendang,…walaaah!…
Ikan asin, seperti juga telur asin dan sawi asin, mungkin pada dasarnya dibuat supaya tahan lama. Di negri yang ikan-ikannya melimpah, pasti punya cara untuk membuat supaya ikan bisa disimpan dan tahan lama. Di negara lain yang juga doyan ikan, berbagai cara dilakukan.
Jepang sudah lama terkenal dengan masyarakatnya yang bisa dibilang gak cuma doyan, tapi boleh dibilang ‘maniak’ pada ikan. Mereka mengawetkan ikan dengan banyak cara. Dibuat ikan kalengan (sardin), diasap, dibuat ikan kering dll. Hampir semua nelayan kita mengupayakan ikan agar tahan lama dengan cara yang paling sederhana, yaitu: dibuat ikan asin. Ikan asin air laut lebih tahan lama dan menurutku antara ikan asin air tawar dan ikan asin air laut punya kesamaan, yaitu sama-sama enak.
Setiap daerah di Indonesia, mengklaim bahwa daerahnya punya ciri khas ikan asin atau ikan kering masing-masing. Aku suka dikirimi oleh mertua dari Sumsel ikan gabus asap (orang Sumsel bilang salai) yang agak susah diperoleh di Jawa, mungkin karena di Sumsel banyak sungai, dan ikan gabus tak pernah terdengar dibudidayakan orang. Juga, nhaa ini agak lucu.
Mertua juga kerap mengirimi aku ikan klothok. Ikan klothok itu adalah kiriman dari kerabat bpk mertua di Jombang-Jatim. Ikan klothok mirip ikan sardin atau ikan hering? (ketika kecil aku mengenalnya sebagai ikan asin japu). Jauh sekali klothok itu berkelana. Dari Jombang-Jatim ke Sumsel lalu ke rumahku di Tangsel. Aku juga pernah dikirimi oleh seorang teman yang baru pulang dari daerah kelahirannya di Gorontalo-Sulut ikan kering yang…huenyaaak,…namanya ikan roa.
Di Aceh ada ‘ikan kayu’. Ikan kayu, menurut rasaku seperti ikan tongkol (awas, jangan salah eja, kayak anak yang menjawab kuis berhadiah sepeda pak Jokowi itu!…) masih berkerabat dengan ikan tenggiri, marlin atau tuna. Jika ingin diolah, ‘ikan kayu’ harus direndam air panas agak lama supaya empuk, karena memang keras seperti kayu. Eh, air panas ‘bekas’ rendamannya jangan dibuang, tapi buat kaldu jika ikan ingin dipindang,…hmmm.
Di Sumbar ada ikan kering bilih. Ikan bilih mereka bilang hanya ada di danau maninjau. Tapi menurutku sih mirip dengan ikan wader di Jawa.
Ikan kering yg hampir semua orang di negri ini kenal adalah: ikan jambrong. Ikan jambrong, terus-terang aku ‘mengenalnya’ setelah jadi ikan kering. Ketika masih hidup adakah ikan itu juga disebut ikan jambrong (wah namanya sangar, kayak preman). Ikan (yang suka secara bergurau dibuat tebak-tabakan: ikan asin apa yang paling percaya diri?): ikan peda. Ikan bulu ayam. Ikan tawes yang asin banget. Ikan pari dan…tentu saja ikan jambal (tanpa Mirdad).
Sejak ‘divonis’ mengidap tensi darah yang cenderung tinggi aku sangat nenahan diri, sangat jarang mengkonsumsi ikan asin. Jika ‘kangen’,…yaah terpaksa istriku ‘menetralisir’ ikan asin itu dengan air panas, supaya gak terlalu asin. Tapi kadang aku agak bandel. Aku bilang ngerendemnya jangan terlalu lama. Hehe,…kalok terlalu lama bisa berubah jadi ikan anyep coy.
Ikan gabus, tawes atau jambrong tak terlalu asin, disambel cabe ijo dengan bawang putih agak banyak, ditambah jengkol atau pete, diiris tipis-tipis miring bersama kulitnya. Kata istriku, jika ingin ikannya tetap renyah, jangan pakai tomat. Disantap ketika siang, tapi udara sejuk karena gerimis. Nasi panas agak pulen. Wuiiih,…kayaknya dengan komposisi seperti ini, bukan cuma tambo ciek,…tapi mungkin tambo duo atau tigo,…ya gak ?…
Memang lumrah jika harganya bisa lebih mahal daripad harga daging…
(Aries Tanjung)