Siapa yang tidak ternganga, orang yang jauh dari ngetop atau kurang terkenal di dunia bisnis, tiba-tiba menyumbang 2 T untuk menanggulangi Covid 19 di Sumsel?
Semua orang melongo. Berdecak kagum. Bahkan tidak sedikit yang teteskan air liur, lalu berandai-andai.
Apalagi kaum nyinyiran yang bisanya hanya mampu mencela dan menyalahkan orang lain.
Sumbangan 2 T itu fantastis. Jauh lebih fantastis itu orang yang menyumbang. Kenapa? Nama Akidi Tio tidak sengetop pengusaha tajir melintir di negeri ini. Akidi Tio adalah cerminan pengusaha yang sederhana dan rendah hati.
Menyumbang tanpa acara seremonial yang bertele-tele, jauh dari publikasi, dan hebatnya di saat ekonomi dunia terpuruk karena pandemi.
Banyak hikmah yang dapat kita petik dari kedermawanan keluarga Akidi Tio. Amanah orangtua yang menjadi wasiat bagi anak-anaknya agar tidak silau dengan uang.
Pameo, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, adalah potret keluarga Akidi Tio yang tepat. Kebaikan & kehormatan orangtua yang menurun pada jiwa anak-anaknya. Bukti kasih orangtua yang jauh lebih bernilai dibandingkan dengan emas permata agar keluarga setia & komitmen pada amanah. Marwah leluhur menjadi ruh pejuang kebaikan yang harus diteruskan.
Berbagi kasih itu tak perlu gembar gembor, publikasi, atau diiklankan. Ibaratnya, tangan kiri tak perlu tahu apa yang diperbuat oleh tangan kanan. Berbagi itu bukan dari kelebihan, tapi keikhlasan!
Kebaikan itu dapat diibaratkan jejak kaki di pantai yang segera hilang tersapu oleh gelombang ombak. Perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas itu tak perlu diingat. Karena hidup itu untuk memberi, sebab kita lebih dulu diberi oleh Yang Ilahi.
Kedermawanan keluarga Akidi Tio di tengah pandemi ibarat oase di padang gurun, sekaligus menampar nurani kita. Perbuatan baik itu bukan retorika, tapi wajud nyata hati yang mengasihi sesama.
Jiwa yang rendah hati senantiasa tersembunyi pada pribadi bersahaja. (MR)