Setelah setahun terbaring tanpa daya, akhirnya negara mengambil alih perawatan sastrawan Remy Sylado. Ikhtiar sejumlah jurnalis ibukota kepada seniornya dan sosok aset bangsa.
Oleh DIMAS SUPRIYANTO.
SEPERTI jurnalis lain, Teguh Imam Suryadi tak bisa menerima keadaan Remy Sylado yang begitu mengenaskan. Seorang seniman besar, sastrawan, jurnalis kawakan, novelis, kritikus seni, budayawan, yang telah menginspirasi begitu banyak orang – para pembaca karya sastra dan kalangan jurnalis khususnya – terbaring tanpa daya kekurangan biaya buat berobat.
Imam, alumni koran sore ‘Terbit‘ yang kini mengelola channel YouTube ‘Framentis‘ usai melihat langsung Remy Sylado, segera mengirim postingan ke akun Twitter Jokowi, pegiat media sosial dan juga ke seniornya J. Erwiantoro alias Mbah Cocomeo yang baru meresmikan Forum Pemred Online (FPO).
SEJAK membaca postingan Benny Benke, jurnalis “Suara Merdeka” di FB, yang datang bersama Susi Ivaty, rekan eks “Kompas” saya merasa harus cepat membezoek Oom Remmy Sylado. Di tengah acara peluncuran FPO di Kandang Ayam, saya dan jurnalis olahraga Yon Moies sudah menimbang nimbang siapa yang akan dibidik untuk bantu Oom Remy.
“Di antara Arifin Panigoro dan Sandiaga Uno mana yang lebih tepat? ” tanya Uda Yon, minta pertimbangan. Dua pengusaha tajir itu dikenalnya secara pribadi.
Saya bilang, “Sandiaga Uno.
Karena masih aktif di Kemenperaf”.
“Segera kita tindak lanjuti, ” kata Uda Yon, jurnalis koran ‘Tempo‘ ini.
Dalam perjalanan di Toll Pancoran saya menggombali Cahaya Anugrah. “Ada persamaan Cahaya dengan Remmy Sylado, ” kata saya. Yaitu sama sama penyair, gemar nulis sajak. “Gitu ya, Mas ” dia tersipu senang. “Tapi Remy Sylado sedang terbaring sakit, ” kata saya. “Ya, saya baca di FB, ” jawabnya.
“Saya mau bezoek beliau. Jeng mau nitip nggak, ” saya memberanikan diri minta partisipasi. “Boleh, Mas” jawab seraya menyerahkan tasnya, sembari pegang kemudi dan fokus ke jalan. “Tolong buka’in. Di amplop putih ada uangnya. Mas ambil aja berapa sepantasnya, ” katanya.
Kaget, saya pun segera membuka tasnya dan melihat amplop putih di sana. Saya buka, ada beberapa bendel uang lembaran merah. Atas izinnya saya mengambil sebagian. “Sampaikan salam saya, semoga cepat sembuh, ” pesan Anugerah.
Dengan bendelan duit di amplop kini, saya lebih semangat menyambangi senior saya itu. Kepada Benny Benke, melalui WA, saya menanyakan enaknya bawa apa ke sana ? Yang disukai Oom Remmy dan boleh dimakan, menurut dokter. “Bawa anggur sama jeruk kecil, Mas. Oom Remy suka itu, ” jawabnya via WA.
Lalu saya mengontak Kelono Gambuh seniman, yang sering mondar mandir ke rumahnya . “Ya, tak kancani. Aku naik motor ke sana. Jam berapa berangkat?” sambutnya sigap.
Ndilalah mas Jose Rizal Manua juga ngirim screenshot percakapannya dengan Sukardi Rinakit, orang Istana, tentang keadaan mutakhir Remy Sylado. Pihak istana pun ingin membantu, katanya. Seperti Kelono, Mas Jose dia siap nemani ke rumah Remy.
TELAT. Saya datang telat dari kesepakatan jam 10.30. Imam sudah duduk di ruang tamu rumah di jln. Cipinang Muara III itu. Padahal sehari sebelumnya saya yang ngajak. Imam sudah ngobrol dengan Oom Remy dan Tante Emmy Sylado, isterinya, dan sudah kirim posting ke banyak akun sebagai laporan dan ajakan bantu Oom Remy Sylado.
Tante Emmy, 72 tahun, minta saya cuci tangan sebelum membawa ke kamar suaminya. Saya langsung mendatangi kamar di mana Remy Sylado terbaring. Sastrawan 76 tahun itu gembira dibezoek, responnya. Tapi dibanding di rumah Bogor, saat saya tengok terakhir bareng Wina Armada SA, kondisinya lebih merosot. Karena di Bogor dia masih bisa duduk.
“Udah nggak bisa duduk. Dimiringkan saja, kalau lagi dibersihkan punggungnya, ngeluh kesakitan, ” kata Tante Emmy .
Kembali ke ruang tamu, sembari ngobrol, tak terasa saya meneteskan air mata. Tante Emmy memberikan tisu.
Mengalihkan kesedihan, saya menyerahkan amplop dari Cahaya Anugerah ke Tante Emmy di depan Imam Suryadi. Buat bukti dan pertanggung jawaban kepada yang nitip.
Di Rawa Mangun, ternyata, Mbah Cocomeo sudah melakukan gerakan. Kontak ke sana sini dan minta Imam membuat laporan lebih lengkap lagi.
Saya, Imam dan Tante Emmy sedang berbincang, ketika ada pesan masuk di hape Tante Emmy . “Ini ada yang menanyakan alamat sini. Apa benar saya isterinya? Katanya dari staf Gubernur?” Tanyanya.
Imam bangun, ikut membaca. “Jawab, ‘Ya’ aja Tante, ” kata Imam. Selanjutnya telepon masuk. Mengabarkan Gubernur Anies Baswedan akan berkunjung. Perkiraan jam 14.30 sampai.
Seisi rumah kontan sibuk. Tak lama kemudian anak muda jangkung, berbatik berambut cepak, datang mengkonfirmasi alamat. “Pak Gubernur dalam perjalanan ke sini. Kami dari tim advance, ” katanya.
Ramadhan Pohan, jurnalis, anggota DPR RI yang sempat dikabarkan “sekolah” di LP Tanjung Gusta nongol. Segera saya kenali, meski pakai masker. Ternyata kini dia jadi orang Anies. Menyusul Mas Jose Rizal Manua dengan blangkon dan baju luriknya.
Dan tamu besar itu datang. Warga yang menunggu depan rumah heboh minta foto bareng. Tante Emmy yang sudah menunggu menyambut gembira.
Selanjutnya menjadi berita di berbagai media online. Tak sekadar membezoek, Anisles memerintahkan, Dinas Kesehatan mendapat perintah untuk menjemputnya dan membawa ke rumah sakit untuk untuk perawatan klas VIP.
Nun di sana, entah di mana – Benny Benke yang memulai postingan kembali mengirim respon di Twitter. “Terima kasih kepada mas @Aniesbaswedan yang telah mengambil alih tanggung jawab negara menyelamat harta karun susastra dan budaya Indonesia”.
Air mata ini tak terasa menetes lagi. ***