Foto : Freephotos/Pixabay
“Tak ada kompromi lagi! Sekarang saatnya saya pulang ke jati diri!” Itulah keputusan yang paling ekstrem dan terberat dalam hidup saya. Karena saya harus menjauhi, lalu meninggalkan hingar bingar gemerlap dunia.
Bukan karena gara-gara saya sakit hati, kecewa, dan apalagi putus asa pada sesama atau peristiwa dunia.
Melainkan saya pulang ke jati diri, karena kesadaran dan anugerah Allah.
Saya sadar sesadarnya, apa pun yang saya miliki itu sebatas sebagai sarana, tidak untuk tujuan hidup yang hakiki.
Saya juga sadar-sesadarnya, umur manusia itu tidak ada yang tahu, karena itu rahasia Allah. Hal itu pula yang mendasari saya untuk perlahan tapi pasti meninggalkan gemerlap dunia. Saya harus berani berubah agar di sisa hidup saya bermakna bagi sesama.
Hidup ini teramat indah. Sungguh suatu kerugian besar, bahkan tidak tahu diri, jika hidup ini disia-siakan. Sehingga berlalu begitu saja dan tanpa guna.
Sekali lagi, bukan hal yang mudah untuk kembali ke jati diri. Melainkan, karena anugerah Allah, saya harus belajar, berusaha, dan berjuang keras agar hidup saya makin baik. Dan lebih baik lagi.
Caranya adalah berani menanggapi kasih Allah. Apa pun peran hidup kita itu harus disyukuri dan dikelola dengan baik agar hidup bermakna bagi sesama.
Contoh, sebagai orang yang sukses di bidangnya, kita tidak boleh egois. Tapi kita diajak untuk berbagi ilmu agar orang lain juga sukses. Kita tidak perlu takut dikhianati atau disaingi orang lain bakal menyodok pelanggan kita.
Alangkah baik, ketimbang bersaing atau berebut rezeki, mendingan bermitra dan berkolaborasi, sehingga usaha juga jadi makin kuat.
Begitu pula bagi pekerja lapangan, tukang asongan, pedagang di pasar, dan apapun pekerjaan kita dapat berbagi kebaikan pada sesama. Ketika kita melakukan pejerjaan itu dengan cinta, ramah, sopan, dan bertanggung jawab.
Sesungguhnya, apa pun bidang pekerjaannya, jika dijalani dan ditekuni dengan cinta dan setia pada profesi, dijamin hasilnya luar biasa.
Jalan kerendahan hati itu menuntun kita menuju hidup bermartabat dan mulia. (Mas Redjo)