Perempuan itu menggigit bibir, pedih. Sepedih jiwanya saat ini. Tapi nasi sudah jadi bubur. Menyesal juga tidak ada gunanya. Lebih baik ia berbesar hati untuk berani menerima kenyataan pahit itu.
Sekarang, yang terpenting adalah ia harus membesarkan hati dan menguatkan jiwa anak-anaknya yang rapuh itu untuk diselamatkan. Karena semua yang dilakukan oleh suaminya, sedikit banyak ia turut andil, berperan serta, dan hal itu jadi tanggung jawabnya juga.
“Kau sudah mantap dengan pilihanmu, Nduk?” tanya Ayah sambil menatapnya lembut, dulu, ketika ia menerima pinangan Bs.
Ia mengangguk, percaya diri. Ia merasa yakin tidak salah pilih. Selama ini BS teramat baik dan perhatian padanya. Bs pandai mengambil hati kedua orangtuanya. Juga akrab dengan kakak dan adiknya.
“Bawalah keputusanmu dalam doa, Nduk.”
Sekali lagi ia mengiyakan. Ayah selalu mengajak seluruh anggota keluarga untuk menyertakan Allah dalam setiap langkah dan keputusan. Tujuannya, jika sukses kita tidak jadi sombong atau lupa diri. Begitu pula, jika kita melewati jalan sulit agar hati kita diteguhkan Allah.
Kenyataannya, firasat Ayah terbukti. Suaminya, Bs berurusan dengan aparat penegak hukum.
Dihelanya nafas panjang. Dadanya menyesak, dan sakit.
Ia teramat sering mengingatkan BS agar tidak memanjakan dirinya dengan memberi banyak hadiah. Bs tidak menanggapi, kecuali tertawa renyah sambil memeluknya. Bs pandai mengajuk hatinya. Alasan Bs, jabatannya naik agar matabat istrinya juga terangkat.
Ternyata, posisi yang makin mantap itu membuat Bs lupa diri, dan salah langkah. Ketika ia memergoki Bs dengan perempuan lain. Semula ia ingin mengejar kendaraan Bs, tapi lampu merah menyelamatkannya.
Hal yang membuat ia jadi jengkel adalah Bs tidak mengaku, ketika ditanyai soal wanita itu. Diakuinya sekadar relasi bisnis. Tapi hatinya tidak mempercayai itu. Ia mulai meragukan kejujuran Bs.
Hingga, suatu hari anak gadisnya melihat sendiri sang ayah jalan berduaan dengan perempuan lain! Konflik keluarga pun muncul. Tapi, akhirnya Bs mengakui, meminta maaf, dan berjanji tidak mengulangi lagi.
Belum mereda badai rumah tangga, tiba-tiba Bs dicokok oleh aparat penegak hukum. Bs terlibat penganiayaan terhadap lelaki yang ditenggarai teman dekat gadis simpanan Bs.
Wanita itu merasakan lantai yang dipijaknya seakan goyang. Belum usai masalah yang satu, muncul masalah lain yang jauh lebih berat…
Apapun yang terjadi, ia harus berani menerima kenyataan pahit itu. Sejelek-jeleknya, Bs itu suami dan ayah dari anak-anaknya. Ia harus tegar, tabah, dan sabar menjalani semua itu.
“Ya, aku harus kuat menjalani lakon ini,” jerit hati kecilnya. Semua demi masa depan anak-anak. Untuk masalah Bs, ia serahkan pada Allah. Ia jadi teringat kembali dengan nasehat Ayahnya.
“Nduk, beban hidup ini jadi berat tak tertahankan, jika dipikul sendiri. Tapi ingatlah, bahwa Allah senantiasa menyertai dan dampingi kita. Bersama-Nya, hati kita diteguhkan. Kita pasti kuat jalani semua itu. Selalu ada hikmah di setiap masalah agar hidup kita berhikmat.”
Ia kembali memejamkan matanya. Air matanya mengembang. Di kejauhan ia melihat pelangi. Samar, samar sekali…
Foto : Guillaume de Germain/ Unsplash