Kepergian Dorce, seperti memberi PR berat bagi kaum agama yang menyingkirkannya. Dorce menunjukkan di hadapan Tuhan, semua manusia sama. (Foto MEDCOM)
Dorce bukan hanya penyanyi dan seniman mumpuni. Dorce juga inspirasi hidup manusia era sains teknologi. Kehadiran Dorce tak hanya menghibur. Tapi juga membuat kita tafakur.
Ya. Kehidupan Dorce membuat kita harus tafakur: tentang fakta LGBT. Satu kumpulan varian gender yang faktual. Tapi, denial dan terus disangkal.
Masyarakat yang mengaku beragama sampai hari ini masih menolak fakta, bahwa kaum transgender ada di halaman rumah kita. Sungguh kejam.
Lalu, kekejaman apa yang lebih besar dari penyangkalan atas fakta tersebut? Jika semut kecil yang terabaikan saja menggigit manusia agar diakui keberadaannya — apalagi kaum transgender. Mereka, tidak seperti semut yang menggigit agar diakui eksistensinya. Tapi mereka bangkit dengan berkarya.
Eksistensi kaum transgender di dunia adalah faktual. Mereka adalah simbol banyaknya diversitas gender, yang selama ini hanya diakui dua jenis saja — lelaki dan perempuan. Padahal dalam kehidupan ril, gender tak hanya pria dan wanita. Tapi masih banyak lainnya.
Thailand, negeri yang terkenal ramah gender, misalnya, mengakui keberadaan 18 jenis kelamin. Yaitu: pria, wanita, tom, dee, tom gay, tom gay king, bi, boat, gay queen, gay king, tom gay queen, tom gay two way, lesbian, kathoey ( lady boy), adam, cherry, samyaan, dan angee (ciri-cirinya Googling saja 18 kelamin di Thailand).
Di Indonesia, menurut sosiolog Cornell University, AS, Prof. Benedict Andersen, jenis kelamin yang diakui cukup banyak. Ia memberi contoh genderitas di lingkungan kerajaan suku Bugis, Sulawesi.
Raja-raja Bugis mengakui keberadaan gender selain pria dan wanita. Beberapa jenis transgender di kerajaan diangkat sebagai penjaga istana, abdi raja, pengasuh putri-putri keraton, dan teman permaisuri. Mereka — kaum transgender ini — dipercaya raja-raja suku Bugis karena kesetiaannya.
Keanekaragaman jenis gender yang lebih dari dua jenis, juga terdapat di kerajaan-kerajaan Jawa. Misal di Kediri dan Majapahit. Sampai hari ini di kalangan seniman reog Ponorogo (pewaris seni kerajaan Majapahit), misalnya, keberadaan kaum LGBT masih diakui. Dan, tetap dihormati. Tokoh warok dalam reog Ponorogo yang terkenal sakti, misalnya, sudah biasa “memperistri” kaum transgender yang — oleh kalangan awam — dianggap pria. Padahal ia bukan pria dalam arti “pria” yang dikenal dalam syariat agama.
Sumbangsih kaum transgender dalam kehidupan manusia juga sangat besar. Di Indonesia, misalnya, perintis salon kecantikan modern adalah Rudy Hadisuwarno. Ia adalah bagian dari kaum transgender. Begitu pula dunia mode. Hampir seluruh pelakunya adalah kaum transgender
Dalam bidang sastra, sampai hari ini, dunia kagum atas kedalaman bait-bait puisi Maulana Jalaludin Rumi. Matsnawi, kumpulan renungan hidup karya Rumi, misalnya, dianggap sebagai kitab suci bagi seluruh umat manusia.
Umat Islam niscaya bangga mempunyai tokoh sufistik seperti Rumi — sehingga Islam terbebas dari tuduhan orientalis pembenci “Muhammadism” sebagai agama antikemanusian.
Rumi telah mengharumkan Islam yang telah dikotori para Khalifah wangsa Umayyah dan Abbasiyah. Dari karya-karya Rumi kebudayaan Barat kini tengah belajar makna kemanusiaan yang jauh lebih tinggi ketimbang apa yang dikonsepkan dalam HAM.
Lalu, siapa Rumi sebenarnya? Ia adalah bagian dari kaum transgender. Ia “lelaki”. Ia berpuisi. Ia menari. Dan dunia menghargainya hingga hari ini. Tanpa mempersoalkan kegenderannya.
Pengikut Mazhab Rumi yang sebagian kaum transgender terus berkembang, baik di Timur maupun di Barat. Mereka, para pengagum Rumi, tak pernah mempersoalkan LGBT. Karena LGBT adalah fakta kehidupan. Itulah sebabnya, banyak tarekat (kelompok tasawuf) di Afrika dan Eropa yang mursyidnya adalah ulama transgender. Karena itu pernikahan di antara mereka di komunitas tarekat tersebut tidak mempersoalkan jenis kelamin. Apakah pengantinnya pria-wanita, pria-pria, dan wanita-wanita. No problem. Bagi mereka pernikahan adalah janji suci. Basisnya cinta. Bukan kelamin semata.
Keunikan Dorce memang berbeda dengan Rumi. Dorce berani terus terang menyatakan bahwa ia sebetulnya bukan lelaki. Jiwa dan perasaannya adalah perempuan. Tanpa puisi dan basa basi, Dorce mengumumkan ganti kelamin. Dari lelaki menjadi perempuan.
Sayangnya, deklarasi Dorce itu dibuli kaum beragama. Keislaman Dorce juga dipertanyakan karena pergantian kelamin itu.
MUI menolak “keperempuanan” Dorce hasil operasi kelamin tersebut. Alasannya klasik. Dorce dilahirkan sebagai lelaki. Dogma Islam berbunyi: penentuan jenis kelamin anak manusia adalah hak prerogatif Allah. Tak bisa diubah manusia.
Padahal teknologi sudah berkembang pesat. Iptek tidak hanya mampu mengubah kelamin manusia saat sudah lahir di bumi. Tapi mampu merekayasa jenis kelamin manusia ketika masih berada dalam rahim. Bahkan dengan kemajuan pèkecerdasan dan sifat-sifat manusia ketika masih dalam bentuk embrio. Jika kemajuan teknologi sudah demikian hebat, apakah kitab suci dan umat beragama harus menyangkalnya?
Ketika Dorce berpesan agar jasadnya dikubur sebagai wanita, sejumlah ulama menolaknya. Tapi Allah merestui keinginan Dorce dengan jalan lain. Seniman serba bisa itu wafat karena Covid. Jasadnya wajib dikubur dengan prosedur protokol kesehatan; tanpa mempertimbangkan apa jenis kelaminnya. Maka, terbebaslah mayat Dorce dari kontroversi kaum beragama yang suka mengintimidasi kaum transgender dengan alasan superficial tersebut.
Di balik kepergian Dorce seakan ada pesan dari Langit. Tuhan mengabulkan permintaan sang bintang menjelang ajalnya. Sepertinya ada firman melalui kematian Dorce, bahwa kaum transgender di kolong langit kedudukannya sama dengan manusia lain. Firman kauniyahnya terlihat: Keinginan Dorce dikabulkan untuk membuktikan bahwa Tuhan Yang Maha Rahman dan Rahim mengizinkan ganti kelamin hamba-hamba-Nya asalkan berniat baik. Demi kebaikan dirinya dan relasi kemanusiaannya.
Kini sang bintang serba bisa itu telah pergi. Damai tanpa kontroversi. Tuhan Yang Maha Segala menerima semua doa dan permintaannya.
Selamat Jalan Dorce. Pergilah ke surga dengan damai. We always love you. Rest in Peace.