Menteri Luar Israel Yair Lapid dan mitra terbarunya, Menlu UEA Sheikh Abdullah bin Zayed al-Nahyan meresmikaan kantor kedubes Israel di Abu Dhabi. – Twitter.
Seide. Id. – Jabat tangan Menteri Luar Israel Yair Lapid dengan Menlu UEA Sheikh Abdullah bin Zayed al-Nahyan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab hari Selasa (29/6) menandai peresmian kantor kedutaan besar di Uni Emirat Arab, sembilan bulan setelah kedua negara menandatangani perjanjian normalisasi.
Dimediasi oleh Amerika, perjanjian normalisasi hubungan Israel dan Uni Emirat Arab – yang ditandatangani September lalu – dilanjutkan oleh kedua negara dengan menandatangani sejumlah kerjasama di bidang pariwisata, penerbangan dan layanan jasa keuangan.
Sudah enam negara Arab yang menjalin hubungan resmi dengan Israel. Bersama dengan Mesir dan Yordania, Sudan, Maroko, dan Bahrain, UEA menjadi negara keenam di kawasan Arab yang secara resmi mengakui Israel.
Kehadiran Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid di Uni Emirat Arab, merupakan kunjungan tingkat tertinggi seorang pejabat Israel ke negara di Teluk Arab itu sejak normalisasi hubungan kedua negara sembilan bulan lalu.
Peletakkan mezuzah di pintu kedutaan yang baru diresmikan menjadi simbol erat kedua negara. Mezuzah adalah perkamen atau kertas yang terbuat dari kulit, yang bertuliskan teks-teks agama dan dipasang di tiang pintu rumah Yahudi sebagai tanda keimanan atau doa. Biasanya mezuzah diletakkan terakhir kali di rumah atau kantor baru sebagai bagian dari peresmian tempat itu.
Tidak ke mana mana .
“Kami tidak akan kemana-mana. Timur Tengah adalah rumah kami. Kami tingal di sini dan kami menyerukan semua negara di kawasan untuk menyadari hal ini.” demikian pernyataan Menlu Lapid di Twitters.
Setelah bertemu dengan mitranya, Menlu UEA, Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan Lapid kembali mencuit foto ketika ia bersalaman tak lama setelah pembukaan kantor kedutaan itu.
Dari Amerika, Menlu Antony Blinken menyambut baik pembukaan kantor itu dan menyebutnya sebagai hal yang “bersejarah.”
“Kunjungan Lapid dan pembukaan kedutaan besar pertama Israel di sebuah negara Teluk merupakan hal yang signifikan bagi Israel, bagi Uni Emirat Arab dan kawasan yang lebih luas,” sambut Blinken.
Menurut laporan media barat, sejumlah menteri Israel telah melawat ke Uni Emirat Arab sebelumnya.
Akan halnya Yair Lapid – yang baru ditunjuk sebagai menteri luar negeri – menjadi pejabat Israel yang paling senior yang melawat ke negara itu dalam kapasitas sebagai misi resmi.
Mengutip VoAnews, Lapid adalah mantan pembawa acara televisi berhaluan tengah yang dengan gigih menyatukan koalisi baru Israel, mengakhiri masa jabatan Netanyahu selama lebih dari satu dekade sebagai perdana menteri.
Lawatan Menlu Yair Lapid kali ini merupakan lawatan susulan setelah serangkaian rencana kunjungan pejabat-pejabat Israel dibatalkan karena perebakan pandemi virus Corona dan pertikaian diplomatik.
Selanjutnya Lapid akan melangsungkan pertemuan dengan “lima menteri Uni Emirat Arab dalam kurang dari 30 jam.” Ia juga akan meresmikan kantor konsulat di Dubai sebagainana dijelaskan juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel Lior Haiat.
Maret lalu sebuah kunjungan resmi yang sudah direncanakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dibatalkan karena “perselisihan” dengan Yordania terkait penggunaan wilayah udaranya.
Sebelumnya Netanyahu, yang telah digantikan oleh Naftali Bennett – seorang perdana menteri Yahudi yang nasionalis dan berasal dari pemerintahan koalisi – juga telah menunda lawatan ke Uni Emirat Arab dan Bahrain bulan Februari lalu karena pembatasan sosial terkait Covid-19.
Dikecam Palestina
Selain dengan Uni Emirat Arab, Israel telah menormalisasi hubungan dengan Bahrain, Maroko dan Sudan. Bahrain pada hari Selasa juga menunjuk duta besar pertama untuk Israel.
Langkah ini dikecam luas oleh Palestina. Perjanjian pemulihan hubungan itu melanggar kebijakan Liga Arab untuk tidak menjalin hubungan dengan Israel hingga negara itu berdamai dengan Palestina.
Juru bicara Hamas – gerakan Islam di Pakistan yang memerintah di Gaza – Hazem Qassem, mengatakan, pembukaan Kedutaan Besar Israel itu menunjukkan bahwa Uni Emirat Arab “tetap” berbuat “dosa” dengan mewujudkan perjanjian normalisasi itu. – dms. (dari berbagai sumber)