Seide.id – Setiap bangun pagi, permohonanku pada Allah sederhana: “Izinkan aku melayani-Mu sehari lagi.”
Sederhana, teramat sederhana seperti hidup saya yang tidak neka-neka.
Apakah saya putus asa? Apakah saya sakit? Sehingga saya ingin melayani Allah sehari lagi…
Oo, tidak! Saya tidak putus asa. Karena putus asa itu datangnya dari yang jahat.
Selama masih bernafas, hidup, saya selalu mempunyai harapan untuk mewujudkan mimpi atau cita-cita itu jadi nyata.
Beriman pada Allah yang membuat saya kuat bertahan untuk berjuang dan bertekun doa mewujudkannya.
Sesungguhnya, tujuan melayani Allah, karena saya ingin bahagia. Dengan berbagi kebahagiaan pada orang di lingkungan sekitar, saya ingin melupakan penyakit kanker ganas stadium 4 yang telah menyebar ke seluruh tubuh. Bahkan dokter telah memvonis umur saya tinggal hitungan bulan.
Apakah saya percaya ramalan itu? Oo, tidak! Buktinya vonis dokter itu tidak membuat saya jadi shock, tertekan, dan stres. Sebaliknya saya makin dekat dan akrab dengan Allah.
Saya percaya pada Allah yang anugerahi hidup ini. Kapan pun saya dipanggil untuk menghadap pada-Nya, saya selalu siap. Karena saya ini milik-Nya!
Apakah, karena sakit kanker saya jadi stres, menyesali hidup, atau komplain pada Allah: mengapa harus terjadi pada saya, dan tidak pada orang lain?
Oo, tidak! Hidup itu anugerah Allah yang harus disyukuri dan dinikmati. Saya bersyukur, karena biaya sakit saya sepenuhnya ditanggung oleh asuransi.
Meski ke luar masuk RS untuk opname, dikemo, dan rambut saya juga digunduli itu tidak membuat saya mengeluh dan menderita. Meski aktivitas saya tergangu, tapi saya bisa berhubungan dengan siapa pun lewat gadget, hp, bahkan lewat doa.
Sesungguhnya, sejak sakit, saya makin dekat dengan Allah Sang Pencipta. Saya berdoa untuk semua sahabat, bahkan pada orang yang pernah mendholimi saya agar mereka sadar diri.
Kini, di sisa usia saya ingin berbagi kebahagiaan itu dengan orang di lingkungan sekitar. Lewat sapaan, senyuman, kunjungan, atau berbagi hal-hal kecil dengan cinta yang besar. Sehingga saya makin lebih peduli, berempati, dan berbela rasa pada sesama.
Dengan melihat senyum, tawa, dan binar mata mereka, saya merasa tidak sakit lagi, apalagi mengidap kanker ganas yang menakutkan itu.
Dengan berbagi kebahagiaan, saya menghadirkan wajah Allah dalam hidup keseharian.
“Ya, Allah, puji syukur dan terima kasih atas anugerah-Mu. Tetangga yang penuh perhatian dan cinta padaku. Limpahilah mereka dengan belas kasih-Mu. Jika dalam tidur ini saya menghadap pada-Mu, ampuni dosaku, dan terimalah jiwaku dalam kerahiman-Mu. Amin.”
Itulah doa kepasrahan yang saya panjatkan pada Allah menjelang tidur.
Kasih Allah yang menuntun saya melangkah pasti menuju Firdaus-Nya.
…
Mas Redjo /Red-Joss