Seide.id -Ketika masih bekerja, aku punya teman kantor namanya Sujendro Hery. Teman yang usianya agak jauh di bawahku ini bukan satu ruangan, hanya satu lantai. Satu divisi, yaitu divisi majalah, tapi berbeda unit. Dia di media anak, aku di tabloid emak-emak. Baik Matik (remaja cantik), I’ing (Ibu-ibu ingin tau) maupun Mahmud (mamah muda).
Kami kerap bertemu di selasar atau lorong dekat toilet. Tentu jika kami dalam waktu bersamaan ke toilet. Ngobrol ngalor-ngidul tentang dunia yang kami geluti, yaitu ilustrasi. Teman ini karakternya sopan dan baik. Penampakannya tinggi ramping dan selalu nampak dandy. Sikapnya terhadapku, selalu unggah-ungguh yang membuatku rikuh.
Aku yang gaptek, kerap bertanya kepadanya tentang teknologi canggih komputer ketika membuat ilustrasi. Step-by-stepnya, trik-triknya, dst. Tapi, tetap saja aku gaptek. Yaa,…bisa sedikit-sedikiiit sekali.
Ketika media cetak, secara alamiah mengalami penurunan secara perlahan tapi pasti, kami, hampir 40% dari jumlah karyawan, ditawarkan untuk mengundurkan diri. Yang muda disarankan pensiun dini (aku kerap bergurau tentang ini: kita yang kerja.., eh si Dini yang disuruh pensiun). Aku secara alamiah alias cukup umur untuk mengambil pensiun penuh. Temanku itu, usianya jauh lebih muda. Dugaanku dia mengambil pensiunnya si Dini, eh pensiun dini.
Setelah pensiun, aku kerap melihat aktifitas yang kerap dishare di Facebook-nya. Membuat seminar, menstimulasi anak-anak muda untuk berkesenian dan memanfaatkan keahlian dijadikan cuan. Luarbiasa.
Sementara itu, secara pribadi, dia tetap dan terus mengasah talentanya membuat karikatur. Ini kali dengan teknologi. Maka lahirlah karya-karya unik. Karikatur wajah orang-orang terkenal dibuat karikatural lewat digital.
Ketika ngobrol ngalor-ngidul di lorong dekat toilet dulu, dia kerap bertanya-tanya tentang ilustrasi. Antara lain: “Bagaimana membuat ilustrasi karikatur wajah seseorang?”.
Aku bilang, aku tak bisa mengajari. Tapi, berdasar pengalaman, begini. Apa pun medianya, jika kita bisa menangkap karakter paling khas dari orang itu, lalu dibuat distorsi, maka kIta akan bisa mengkarikaturkan wajahnya. Jika kita sudah mengenal karena sering melihat penampilan dan gayanya, tentu akan lebih mudah.
Ilustrasi: Gambar ini, aku contek dari karikatur digital karya Jendro...
Pengalamanku, jika kita kurang ‘mengenal’ karakter orang itu, maka wajahnya aku lihat dari fotonya yang dikecilkan, justru bukan diblow-up. Karena (menurut pengalamanku), dengan foto wajah yang dikecilkan, garis wajah menjadi lebih sederhana dan tegas. Di situlah aku menangkap karakter. Selanjutnya tinggal dibuat distorsi. Karena karikatur, bukan cuma sekadar foto yang digambar realis, kepala besar dengan tubuh kecil.
Dari beberapa karikatur wajah unik, blok-blok, garis dan pewarnaan berani yg dibuat temanku itu, ada beberapa cukup lama untuk mengenalinya. Ada yqng langsung kita tangkap.
Wajah Jack Nicholson, menurutku adalah salah-satu pencapaian terbaiknya. Baik dari kemiripan wajah yang sekelebat saja kita dapat seketika mengenalinya, karakter, ekspresi dan pewarnaan yang berani dan pas.
Oya, dia juga membuat ulasan singkat tentang Jack.
Jack, bukanlah aktor tampan seperti Al Pacino, Clint Eastwood atau Sean Connery, misalnya. Tapi karakternya kuat sekali. Tokoh atau sosok yang diperankannya di setiap film seakan-akan ‘menutup’ bintang lain.
Jack Nicholson yang ternyata sudah berusia 84 tahun itu adalah jenius yang langka dalam dunia seni peran Hollywood.
Hampir semua tokoh-tokoh di film yang diperankannya selalu membekas di benak kita.
Tak heran, jika Jack diganjar 7 Golden Globe dan 3 oscar selama kariernya.
(Aries Tanjung)