Foto : Pixabay
Di kota-kota besar, jalanan yang macet itu jadi kesibukan harian yang paling menjengkelkan hati. Anehnya, hal itu seakan sulit dicari akar solusinya. Konon, karena terjadi pembiaran, sikap cuwek warganya, dan akibat tumpang tindih kepentingan.
Ternyata kebiasaan hidup bermacet-macetan itu sangat disenangi oleh banyak orang. Buktinya, muncul anekdot “tanpa kemacetan, kota itu serasa tak ada kehidupan.” Tidak heran, terjebak macet pun jadi hobi dan hiburan tersendiri.
Begitu pula dalam hal doa, untuk bersyukur, memohon, atau meminta pada Allah Yang Mahakuasa.
Berjuta orang rela antri, bermacet-macetan, berdesak-desakan, dan terburu-buru membanjiri jalan doa. Aliran doa terus menerus didaraskan. Semua orang minta diprioritaskan dan dinomorsatukan agar harapan mereka jadi nyata.
Mereka jadi tidak sabaran. Untuk cepat sampai ke tujuan itu mereka membunyikan klakson keras-keras, bersahut-sahutan, hingga memekakkan telinga dan membuat bising di langit.
Dalam kemacetan itu, ada juga sekelompok orang memutar musik dengan keras. Ada yang berjoget, minum, ngrumpi, dan ada pula yang menyumpah serapah karena merasa terganggu. Tapi, siapa yang peduli?
Bisa jadi, mereka itu cermin pribadi kita yang sering kali meminta dengan paksa, bahkan berani mengancam Allah, jika doa kita tidak segera dikabulkan.
Kita lupa diri, bahwa kita ini ciptaan Allah. Kita diberi nafas kehidupan atas kemurahan hati-Nya agar kita mengabdi pada-Nya. Karena sesungguhnya hidup ini anugerah Allah yang luar biasa dan harus disyukuri.
Sekiranya kita boleh meminta, ya, semoga Allah berkenan untuk mengabulkan-Nya.
Kita tentu ingat, ketika sekolah dulu, Ibu Bapak guru itu cenderung mudah ingat pada murid yang pandai, (bodoh) malas, atau yang nakal. Tapi, berbeda dengan Allah yang mengasihi dan mengingat kita melebihi guru atau orangtua sendiri. Bahkan IA melihat hati.
Untuk memperoleh perhatian dan belas kasih Allah itu sebenarnya tidak sulit, bahkan sangat sederhana dan mudah. Caranya adalah kenali, akrabi, percaya, dan imani Allah lebih dari hidup kita.
Dengan membuka hati, kita mengundang Allah jadi Tamu Agung. Untuk mendengarkan firman-Nya dan melaksanakannya.
Berdoa dan membangun intimasi dengan Allah itu datang dari kedalaman hati. Bukan untuk dipamerkan di tempat ramai atau di perempatan jalan, melainkan dari tempat yang sunyi, tersembunyi, dan biarkan Allah yang menilai niat hati ini.
Jadi, ketika jalan doa itu dimaceti oleh berjuta permintaan dan harapan, ya, kita jalan melipir untuk tidak melewati ke ramaian itu.
Kita melewati jalan sunyi untuk mengetuk pintu hati Allah. Karena bagi orang yang percaya, mengimani, dan berserah pasrah pada-Nya, itu tidak ada yang mustahil.
Percayalah, Allah Yang Mahabaik selalu mendengarkan dan memberikan apa yang kita butuhkan, karena IA sungguh mengasihi kita.
Berserah Pasrah Itu Mudah Menjalaninya Sulit