Sebuah foto melintas di lini masa. Tiga orang -2 pria, 1 perempuan- berselimut bendera merah putih, sejak 8 hari lalu, tampak jalan kaki di tengah sengatan matahari.
Tiga orang itu, Togu Simorangkir, Anita Martha Hutagalung dan Irwan Sirait. Mereka sengaja jalan kaki dari Sumatera menuju Jakarta. Dari Tanah Toba, Balige menuju Ibukota. Perjalanan yang diiringi sebuah mobil ini, dimulai dari Makam Pahlawan Nasional Si Singamangaraja XII di Soposurung, Balige, Sumatera.
Jalan kaki ini akan menempuh jarak 1,868 Km dan ditempuh sekitar 45 hari !.
Ketiga orang ini bukan sedang mewakili warga Batak ikut lomba jalan 17 Agustusan.
Mereka berniat bertemu Presiden Joko Widodo untuk mengadukan tanah dan lingkungan mereka yang dirusak pengembang yang kabarnya membuat gundul pohon-pohon lingkungan mereka.
Pabrik pulp Toba Pulp Lestari ( TPL), disangka telah merambah tanah dan lingkungan mereka selama lebih dari 30 tahun. Kabarnya, juga merusak dan merampas tanah adat. Bukan hanya kerusakan ekologis yang terjadi namun juga terjadinya konflik sosial di Tano Batak. Jika berkepanjangan, ini bisa berbahaya.
Kegelisahan itulah yang membuat ketiga orang Batak itu nekad menjalani perjalanan yang menyiksa lahir bathin. Lapar, kaki terkilir, badan serasa dibakar, penat, dan kaki yang diseret terasa berat.
Mereka bertiga, berjalan kaki mewakili masyarakat dengan satu tujuan : tutup TPL perusak lingkungan itu. Aksi ini mereka namakan Ajak Tutup TPL ( Aksi Jalan Kaki Tutup Toba Pulp Lestari).
Jalan kaki ini sekaligus menghormati perjuangan seperti yang dilakukan Si Singamangaraja XII saat melawan penindasan. Semangat perjuangan Sisingamangaraja ini yang melecut mereka untuk berbuat hal serupa dengan cara yang berbeda. Inspirasi perjuangan mereka dari sini. Ketiganya, mewakili warga Toba, berjuang melawan ketidakdilan yang menurut mereka dilakukan pengusaha dari Jakarta.
Saya tak kenal mereka. Tapi saya merasakan aura kegeraman dan kemuakan seorang Togu. Ia seperti protes melihat kerusakan lingkungan dan pertikaian warga setempat dengan perusahaan yang tak kunjung usai.
Ia merasa negara tak pernah hadir di sana. Itu sebabnya ia ingin mencari tahu dengan nekat melakukan perjalanan yang sangat berat ini, yang seorang Amin Rais saja tak berani melalukan meski hanya jarak Jakarta- Yogya. Kalah dengan Togu dan perempuan Batak nekad !
Mereka sejak awal sudah tahu, bahwa tidak mudah menutup TPL di daerahnya. Ini menyangkut berbagai kepentingan. Mereka hanya ingin mencoba keinginan yang menggebu. Mereka hanya ingin menjaga harga diri mereka tak semena-mena diinjak-injak orang lain yang masuk daerah mereka.
Darah pejuang dan jati diri itu yang saat ini sedang diperjuangkan ketiganya dengan berjalan kaki, menemui orang nomor satu negeri ini yang bisa mengubah keadaan, Presiden Jokowi.
Mustahil, istana tak tahu masalah ini. Jika tim Jokowi tahu atau mendengar hal ini, saran saya temui mereka. Kalau bisa sebelum sampai Jakarta. Jangan sampai rakyat dibiarkan “menyiksa diri” hanya agar suaranya didengar……
Mas Soegeng
21.06.2