Oleh ANITA MARTHA HUTAGALUNG
HARI KE-41.
Seperti biasa, setiap pagi kami rebutan kamar mandi. Kemudian sibuk berbenah mengurusi barang-barang pribadi, lalu sarapan bersama, dan siap bergerak lagi. Kami memulai melangkah dari SPBU yang ada patung Garuda Hitam. Sepanjang jalan menuju pelabuhan penyeberangan Bakauheni udara terasa panas dan berdebu. Agak banyak ODGJ sepanjang jalan ini. Seperti biasa, setiap ketemu ODGJ kami selalu memberi mereka makan dan air minum yang ada dalam stok logistik kami.
Tidak asal memberi, disapa dan ditanya dulu apakah mau makanan? Jangan dipikir kalau ODGJ asal terima saja. Bang Xpander, yang lagi bersemangat membagikan makanan pagi ini merasakan. Pemberian pertama diterima, tapi pemberian kedua dan ketiga ditolak. Teman-teman TIM 11 godain dengan kata-kata dari lirik lagu, “jangan sampai tiga kali”. Untung, ODGJ yang keempat mau menerima nasi pemberian Bang Xpander. Ya, begitulah kami, apa saja dijadikan candaan untuk menambah semangat dan kegembiraan.
Banyak yang menyapa kami di jalan. Bisa dimaklumi, karena tampaknya orang Batak di daerah ini. Itu terlihat dari banyaknya lapo, warung khas Batak, di pinggir jalan. Di satu tempat, seorang perempuan berteriak dari seberang jalan, “Au boru Simorangkir!”
Mendengar itu, Togu Simorangkir yang berjalan di belakang Oni langsung menyeberang menemui ito semarganya itu. Begitulah umumnya orang Batak. Jika tahu ada sesama orang Batak, apalagi yang semarga, langsung “mangkuling mudar”. Darah Bataknya langsung berbunyi.
Mendekati pelabuhan penyeberangan ada yang sapa dan memberikan minuman botol serta kerupuk ikan untuk snack di jalan. Dan… akhirnya TIM 11 memasuki Pelabuhan Bakauheni. Kami bersiap memasuki kapal penyeberangan yang besaaar… sekali. Semua ini atas bantuan dari teman Togu, Mas Radmiadi Sar, yang juga menyediakan penginapan untuk kami selama di Bakauheni.
Kapal Eksekutif yang kami tumpangi lebih cepat satu jam dari kapal biasa penyeberangan biasa. Cuaca baik, dan kami tiba di Merak tepat waktu. Terimakasih, Tuhan Yang Mahabaik. Kami bersebelas telah berhasil melintasi Pulau Sumatera dengan selamat, dengan segala lelah dan sakitnya.
Oya, sejak tiga hari lalu, selama di Lampung kami diliput tim wartawan dari Watchdoc. Mereka membuat film dokumenter tentang aksi AJAK TUTUP TPL oleh TIM 11. Mereka akan meliput hingga di Istana Negara. Tim dari Lampung ikut menyeberang sampai di Merak. Liputan selanjutnya akan diteruskan oleh tim Watchdog yang dari Jakarta.
Sehabis makan siang, Oni, Togu, dan Xpander lanjut berjalan kaki. Udara di Pulau Jawa terasa berbeda dengan di Sumatera. Cuaca panas terik dan berdebu. Tidak terlihat lagi langit biru, tapi abu-abu. Tapi kami tetap semangat.
Istana Presiden RI sudah dekat. Kami sudah tak sabar ingin bertemu Bapak Presiden Joko Widodo. Tapi, berhubung masih masa PPKM, untuk menghindari penyekatan, kami mempercepat closing.
Kami istirahat dan tidur di rumah eda Rosenny Purba. Beliau itu teman facebook yang selalu rajin mensuport kami, hampir setiap hari, semenjak keberangkatan dari Toba. Makan malam kami ayam pinadar yang pedes maknyos dengan sayur daun ubi tumbuk. Serasa pulang kampung awak.
Eda Boru Purba ini owner-nya Salon Naomi. “Entar Oni aku maskerin wajahnya, ya,” katanya menawarkan. Aku, ya, langsung mau dong. Begitu maskernya nempel di wajahku, terasa adem dan dingin. Langsung tertidur awak fuang.
Terbangun pukul tiga pagi, tersadar belum bikin “laporan”. Langsung ambil HP dan ketak-ketik. Hasilnya, ya yang kelen baca inilah.
Segitu ajalah dulu ya. Oni mau lanjut tidur lagi. Tanggung tadi cerita mimpiku. Apapun mimpi kita, yang penting TUTUP TPL. Sudah tahu kan, Oni emang kek gitu orangnya.