Jalan Memutar KPK untuk Menjangkau Anies Baswedan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengeluarkan pernyataan akan memanggil  Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi. Keduanya akan diperiksa terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur Tahun Anggaran 2019.

Ketua KPK Firli Bahuri menduga Anies dan Prasetyo Edi mengetahui proses pengadaan tanah ini. Firli mengatakan Anies Baswedan dan Prasetyo seharusnya tahu pengalokasian anggran untuk pengadaan tanah di Munjul, karena bersumber dari APBD.

“Tentu Gubernur DKI sangat memahami, begitu juga dengan DPRD DKI yang memiliki tugas kewenangan menetapkan RAPBD menjadi APBD,” papar Firli dalam keterangannya, Senin 17 Juli 2021.

Firli menegaskan, dirinya tak ragu menjerat siapa saja yang terlibat.  Dari unsur eksekutif maupun legislatif.

Pengadaan tanah di Munjul untuk proyek rumah Dp. 0 rupiah, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar sejumlah Rp 152,5 miliar.

Sekelompok massa mendemo Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di depan Balaikota Jakarta, Januari 2020 lalu. (Foto: Seide / Herman Wijaya)

Boros Anggaran

Pernyataan Ketua KPK itu akhirnya menjawab pertanyaan banyak kalangan, yang kerap mempertanyaan mengapa Anies Baswedan tidak pernah dipanggil KPK, padahal banyak sekali penggunaan anggaran yang terkesan “sewenang-wenang” selama kepemimpiannya, dan anggaran yang dikeluarkan itu akhirnya malah mubazir.

Kita lihat saja di awal Anies memimpin, ada instalasi seni terbuat dari bambu di Bundaran HI yang diberinama ‘Getah Getih’ seharga Rp.550 juta. Instalasi seni yang diresmikan pada Kamis (16/8/2018) itu dibongkar kurang dari setahun kemudian, karena bambunya sudah mulai rapuh karena cuaca,  sehingga dikhawatirkan rubuh.

Anies kemudian ingin Jakarta menjadi tuan rumah balapan Formula E untuk musim 2019/2020. Balapan dijadwalkan berlangsung pada 6 Juni 2020. Namun pada Maret 2020, Gubernur Anies Baswedan mengeluarkan surat yang meminta penyelenggaraan Formula E di Jakarta diundur menyusul merebaknya kasus COVID-19.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan gelaran Formula E ditunda hingga 2022 mendatang. Keputusan ini sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Akan tetapi dalam kalender yang dikeluarkan oleh operator Formula E tahun 2022, Jakarta tidak tercantum sebagai tuan rumah. Padahal untuk menggelar balapan Formula E di Jakarta, Pemprov DKI sudah mengeluarkan dana sebesar Rp.1,1 trilyun.

Dana dikeluarkan untuk berbagai keperluan, Selain commitment fee sebesar Rp560 miliar, biaya perubahan lapangan Monas Rp28 miliar pada 2019 dan Rp115 miliar pada 2020. Sehingga total keseluruhan anggaran perubahan lapangan Monas untuk penyelenggaraan Formula E mencapai Rp143 miliar.

Di luar itu dari rencana PMD 2020 Rp305 miliar kepada Jakpro berkaitan Formula E, terdapat rincian antara lain Rp5 miliar untuk studi kelayakan, Rp600 juta untuk sosialisasi, Rp10 miliar untuk layanan umum dan lain-lain, termasuk biaya untuk negosiasi awal ke New York yang dilakukan oleh Gubernur tahun 2019.

Yang kemudian jadi polemik adalah pembangunan jalur permanen khusus sepeda di Jl. Sudirman hingga Jl. Thamrin. Anggaran yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI untuk proyek ini mencapai Rp.30 miliar.

Jalur sepanjang 11,2 kilometer tersebut belakangan banya menimbulkan kontroversi. Banyak pesepeda menggunakan jalur jalan utama, sedangkan sepeda motor menggunakan jalur sepeda tersebut. Banyak yang mengusulkan agar jalur sepeda tersebut dibongkar. Kapolri Jend. Pol. Listyo Sigit menyatakan setuju.

Faktor Novel Baswedan

Jika selama kepemimpinan  Anies, Pemprov DKI terlalu sering menghambur-hamburkan uang – dalam pengadaan tanah di Munjul sudah ada tersangka korupsi – mengapa baru sekarang KPK menyatakan akan memanggil Anies Baswedan?  

Lolosnya Anies dari jangkauan KPK selama ini, banyak yang mengaitkan dengan keberadaan Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan. Sebagai Penyidi Senior, Novel disebut-sebut cukup pengaruh cukup besar di kalangan KPK. Novel Baswedan adalah kerabat dari Anies Baswedan.

Untuk menjangkau Anies Baswedan,  nampaknya KPK perlu jalan memutar untuk menjalankan missinya. Langkah pertama adalah dengan “menyingkirkan” Novel Baswedan. Caranya, KPK mengadakan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) kepada seluruh pegawainya. Hasilnya 75 orang karyawan tidak lolos tes, termasuk Novel Baswedan.

Dengan tersingkirnya Novel Baswedan, KPK menjadi lebih leluasa bergerak. Itulah sebabnya mengapa Ketua KPK Firli Bahuri sudah menyatakan akan memanggil Anies Baswedan dalam kasus tanah Munjul.

Analisa ini bisa saja salah. Tetapi bila melihat urut-urutan peristiwanya, kok seperti ada konstatasinya.  hw

Avatar photo

About Herman Wijaya

Wartawan, Penulis, Fotografer, Videografer