Jangan Abaikan Faktor Stressor

Seide.id -Satu pertanyaan bagus ihwal stres perlu saya ungkap di sini. Lebih separuh pasien yang berobat ke dokter praktik, penyebabnya faktor stressor. Kita tahu dalam hidup, siapa pun dia, dihadang oleh empat stressor, yakni tekanan, frustrasi, konflik, dan kiris. Pada suatu waktu dalam hidup, orang bisa hanya menghadapi satu stressor saja, atau bisa juga sekaligus empat faktor stressor tersebut.

Tidak setiap orang yang dirundung stressor pasti akan jatuh stres. Hanya bila ketahanan jiwa, yaitu jiwa yang tidak digembleng dan regas, yang akan segera jatuh stres bila dirundung oleh stressor suatu waktu dalam hidupnya. Tidak demikian bila jiwa terbentuk tahan banting.

Untuk membangun jiwa yang tahan banting hidup tidak boleh dimanjakan. Anak perlu merasakan keprihatinan hidup. Anak perlu merasa sedih, susah, kecewa, putus asa, dan kepahitan hidup lainnya, karena begitulah kehidupan. Kita tidak selalu berada di atas, suatu waktu bisa saja kita berada di bawah.

Anak dan kita perlu dipersiapkan untuk menghadapi hidup yang mungkin akan berada di bawah. Untuk esok hari menjadi orang kaya semua orang pasti siap, tapi tidak setiap orang siap kalau besok harus jadi orang susah. Maka hanya bila anak dipersiapkan untuk tabah menghadapi hidup susah, dengan cara membangun jiwa yang tahan banting, dengan demikian anak lebih kebal terhadap kejadian jatuh stres. Maka kendati orangtua berkecukupan, lebih menyehatkan kalau tidak memanjakan anak, sehingga perjalanan hidup anak kelewat mulus, tidak menjadi hidup yang prihatin.

Hidup prihatn bukan berarti harus membuat anak menderita sengsara, melainkan hidup yang merasakan juga bahwa tidak setiap yang diharapkan, pasti terkabul. Begitulah kehidupan.

Bahwa tujuan hidup setiap anak ialah bersekolah. Selama orangtua bisa mencukupi kebutuhan anak untuk bersekolah, silakan dipenuhi, dikabulkan.Komputer kalau bisa dibeli berikan, buku, alat sekolah,dan semua keperluan sekolah silakan diberikan. Namun bukan memberi motor atau mobil atau mainan pakaian mewah.

Bila masa muda anak keras (dibuat prihatin), masa tuanya akan lembut. Maka paradigma baru muncul belakangan, “Jangan didik anak jadi orang kaya, melainkan didik anak jadi orang bahagia. Bila anak dididik jadi orang kaya, anak melihat segala sesuatu sebagai harga, bukan sebagai nilai. Orang dihargai dari apa merk bajunya, kemewahan rumah dan mobilnya, bukan isi kepalanya.

Kembali ke faktor stressor, tanamkan hidup prihatin dalam jiwa anak. Itu maka sekarang ada outbond, camping, dan kegiatan semacam itu bagian dari manajemen, tujuannya untuk menggembleng jiwa yang tumbuh kelewat mulus. Tujuannya agar tidak rentan jatuh stres.

Analog dengan imunisasi, membuat tubuh kebal dengan memasukkan vaksin bibit penyakit, sehingga tubuh kebal terhadap sejumlah penyakit, demikian pula halnya dengan jiwa. Jiwa perlu dikebalkan juga. Caranya dengan hidup prihatin, digembleng, sejak kecil, sehingga menjadi jiwa yang tahan banting. Tanpa penggembelngan semacam itu, anak rentan jatuh stres. Kita membaca anak sekarang tidak naik kelas, memutuskan bunuh diri. Demikian juga bila ditinggal pacar, memilih bunuh diri, karena jiwanya regas.

Bila orang tidak tahan atau membiarkan stres merundung berkepanjangan, yang kita sebut malstress, maka sekuat sekokoh apa pun badan, akan tumbang juga. Seorang atlet yang sejak muda dibina tubuhnya dengan latihan fisik, mestinya punya jantung, dan paru, dan semua organ tubuh yang lebih kuat selain sehat. Tapi apabila ada atlet yang sampai terserang jantung, dan atau stroke, hampir boleh disimpulkan lantaran stres yang merundungnya penyebabnya, yang mengalahkan betapa kokoh sekalipun tubuhnya.

Maka jangan abaikan faktor stressor. Hindarkan kemungkinan dirundung empat faktor stressor yang sudah disebut di atas, dengan hidup lekas mensyukuri, dan ekspektasi kita dalam hidup tidak muluk-muluk. Dengan cara begitu orang Denmark indeks kebahagiaannya tergolong tinggi di dunia. Bukan negara sekaya Amerika, atau Tiongkok, atau lainnya, maka rakyatnya paling bahagia, melainkan bila dengan dua kunci yang sudah disebutkan itu: lekas bersyukur dan ekpspektasi dalam hidup tidak muluk-muluk.

Salam sehat,
Dr Handrawan Nadesul

Mengenal Penyakit Tifus