Seide.id – Dalam seminar saya selalu ada satu slide powerpoint yang mengangkat soal stres. Topik slidenya: Jangan Abaikan Stres.
Sekuat apa pun tubuh kita dibangun, dilatih, dan disehatkan, namun bila stres menumpuk sepanjang perjalanan hidup, tubuh akan tumbang juga.
Kita sering tidak sadar akan hal itu, maka kita hanya fokus menguatkan tubuh kita dengan berolahraga, fitness, aerobik, lupa di sebelah tubuh ada jiwa juga, yang belum tentu setegar raga kita. Mungkin saja jiwa kita rapuh.
Bahwa sehat itu bukan cuma raga melainkan juga jiwa, sosial dan spiritualitas. Salah satu “penyakit manajer” tersering ialah stres. Bukan sembarang stres, melainkan malstress. Stres yang sama yang berlangsung terus menerus untuk waktu yang lama.
Dalam hidup siapa yang tidak pernah stres. Bohong kalau ada yang mengaku hidup tanpa stressor. Siapapun kita selalu dihadang oleh stressor, apakah tekanan, frustrasi, konflik dan krisis. Namun hanya bila jiwa kita tahan banting, jiwa yang sudah digembleng sejak kecil, kita tidak perlu jatuh stres.
Jiwa Generasi Millenial, yang dibesarkan dengan serba kecukupan, yang dididik oleh televisi, semua sudah diperoleh ketika masih usia muda, tergolong jiwa yang regas, gampang patah dan rapuh, karena hidupnya kelewat mulus. Tidak terlatih menghadapi kekecewaan, kesedihan keputusasaan, dan kegagalan, semua sudah tersedia dan ada dalam hidupnya.
Itu maka ketahanan jiwa diperlukan, dan itu menjadi tugas orangtua, orang yang membesarkan, mendidik, melatih jiwa anak agar tahan banting, karena kita tidak tahu apakah kehidupan anak kelak akan selalu di atas seperti mereka masih kecil?
Untuk menjadi orang kaya besok, semua orang siap melakoninya. Tidak demikian bila untuk besok menjadi orang susah. Anak perlu pula dipersiapkan seolah-olah hidup tidak selalu di atas.
Caranya dengan melatih menjadi besar tidak selalu harus berjalan mulus. Tidak semua yang anak minta perlu dikabulkan kalau bukan haknya, bukan pada waktunya supaya anak juga pernah merasa susah, kecewa, sedih putus asa, yang sekarang hanya diimbangin dengan camping, outbond, live-in semata.
Hanya bila anak dibesarkan dengan sikap orangtua yang sadar untuk ketahanan jiwa yang kokoh, anak bisa selamat menghadapi stressor apa pun.
Kita semakin sadar sekarang, anak-anak Generasi XYZ, Generasi platinum semakin regas jiwanya, karena kebanyakan dibesarkan serba enak serba berkecukupan. Kelompok ini yang berisiko gugur, atau rontok jiwanya ketika tengah di puncak prestasi, dan berkarya.
Tengok saja, anak sekolah bunuh diri hanya karena tidak naik kelas atau ditinggal pacar. Jiwa yang gundah yang tak tahan menahan segala stressor itu, yang kemudian tumbang, dan menjadi penderitaan badan. Serangan jantung, sakit mag, akibat dua organ tubuh yang amat dekat dengan jiwa. Penderitaan jiwa dihibahkan kepada penderitaan badan. Penderitaan badan akibat penderitaan jiwa itulah yang dikenal sebagai penyakit psychosomatic, awal tumbangnya seseorang.
Kasus meninggalnya CEO berprestasi dalam gambar ini sebuah contoh dan bukti berharga, peringatan bagi semua orang, bahwa sehebat setangguh apa pun badan kita bina, tanpa ketahanan jiwa yang kokoh dan tegar, bisa tumbang juga. Ujungnya kematian juga.
Salam sehat,
Dr Handrawan Nadesul