Menyalahkan orang itu mudah, yang sulit itu jika kita mawas diri. Jauh lebih bijak, jika kita berani memposisikan diri sebagai orang yang disalahkan.
Jiwa terlukai, hal itu pasti. Apalagi kita ditegur, dicela, disalahkan, atau diadili di depan banyak orang.
Sekiranya kita ingin menegur seorang, cobalah di bawah empat mata. Bicara dari hati ke hati. Dengan lembut dan cinta, hasilnya dijamin lebih baik dan membahagiakan jiwa.
Begitu pula saat kita, para suami hendak menegur istri. Carilah suasana yang tepat dan tanpa perlu mengedepankan ego agar tidak ada yang terlukai. Kata-kata lembut dan mengasihi tak mampu timbulkan percikan api.
Hidup berkeluarga itu sejatinya kita diajak untuk saling mengisi dan melengkapi satu dengan yang lain. Tak ada pasangan yang sempurna. Tapi dahsyat pengaruhnya, ketika kita berani untuk setia mencintai pasangan sendiri dengan segala konsekuensinya.
Saling mengalah adalah resep ampuh, jika kita ingin menjauhi emosi, bukannya untuk menyakiti. Tanpa ada yang mau mengalah, dipastikan suasana rumah tangga menjadi panas, mudah tersulut emosi, dan lebih parah lagi jika ada orang yang mengail di air keruh. Misal, munculnya pihak ketiga.
Mengalah itu bukan berarti salah dan berani untuk disalahkan. Tapi, mengalah adalah jalan kerendahan hati untuk membahagiakan pasangan kita.
Cobalah amati pekerjaan istri, sejak pagi hingga malam hari. Jika berani, kita bertukar peran dengan istri. Mulai menyiapkan seragam sekolah anak, sarapan untuk keluarga, mencuci, belanja ke pasar, membereskan rumah, anak sakit, dan seterusnya. Pekerjaan remeh temeh yang tak ada habisnya.
Jangan pernah mencela, meremehkan, apalagi tidak mempercayai istri. Bukan gegara suami yang bekerja dan mencari uang, lalu pekerjaan rumah sepenuhnya diserahkan pada istri. Lalu, siapa yang bertanggung jawab untuk membesarkan anak?
Rumah tangga yang bahagia itu dibangun atas dasar kasih. Untuk saling melengkapi, mengasihi, dan bertanggung jawab.
Ketika istri sedang repot, cobalah membantunya untuk cuci piring, pakaian, atau membereskan rumah. Lalu, lihat kebahagiaan di mata istri. Sekaligus kebahagiaan kita, para suami.
Kebahagiaan keluarga itu bertumbuh dari rasa kebersamaan antara orangtua dan anak-anaknya. Tunjukkan rasa kasih kita dalam hal saling mengingatkan, menguatkan, membantu, dan saling mengasihi yang satu dengan yang lain.
Kasih sebagai pengikat yang menyatukan dan menyempurnakan kebahagiaan keluarga kita. (MR)