Kalau bisa mudah, kenapa dipersulit? Lebih baik, yang sulit itu dipermudah agar semua orang bahagia.
Buktinya, berjuta orang senang diberi kemudahan. Bahkan, jika bisa hidup ini serba dimudahkan.
Coba, dengarkan doa mereka pada Allah.
Mereka ingin dimudahkan. Tidak sebatas rezeki, urusan, bahkan hingga perihal jodoh.
Sekiranya hidup ini diberi serba kemudahan. Seakan semuanya tampak nyaman. Hidup ongkang-ongkang. Semua kebutuhan serba ada dan dilayani, bak seorang raja.
Sesungguhnya, jika kita sadar sesadarnya dan pahami, bahwa sifat malas adalah akar dari kebodohan dan penderitaan. Ketika malas berpikir dan bekerja, kita makin bodoh dan mudah dibohongi orang lain.
Orang malas itu identik dimanja setan. Karena hidup dalam ilusi, bayangan, angan-angan, tapi tidak berani menghadapi realita.
Orang yang malas itu juga cepat jadi pikun dan jatuh sakit. Karena jiwanya lemah dan rapuh. Sehingga mudah terserang penyakit putus asa. Akibatnya, orang malas itu senang mengeluh, sambat, dan merasa paling nelongso. Hidupnya stres dan menderita.
Berbeda dengan orang yang rajin, baik dalam bekerja dan berpikir. Gelem obah mesti mamah, asal mau berusaha pasti ada jalan. Ora et labora, bekerja dan berdoa yang tidak bisa dipisahkan dari kita untuk hidup bahagia.
Lihatlah ayam yang rajin eker-eker mencari makan itu. Semut yang terus berjalan tak kenal lelah dan putus asa. Atau bunga warna warni yang indah mempesona. Semua itu
dipelihara Tuhan.
Seharusnya begitu pula kita yang diciptakan Allah lebih sempurna ketimbang ciptaan-Nya yang lain.
Tidak semestinya kita mohon untuk diberi segala kemudahan. Apalagi, sekadar menuruti berjuta keinginan yang tidak ada puasnya itu.
Sejatinya, ketika minta kemudahan demi kemudahan itu, seharusnya kita waspada agar tidak tergelincir ke dalam jebakan si jahat. Sehingga kita tega memanfaatkan kebaikan orang untuk kepentingan diri. Bahkan hal yang mudah dipersulit demi imbalan dan memperkaya diri, padahal pekerjaan kita di bidang pelayanan. Yang berarti mengabdi adalah amanah untuk melayani dengan baik.
Sebaliknya, jika kita mensyukuri hidup ini sebagai anugerah Allah, kita diajak berani menerima dan menjalani apapun peran hidup kita.
Kita tidak boleh mengeluh, sambat, nyinyir, atau protes. Tapi, dengan berserah pada Allah, kita mohon agar dimampukan untuk melihat hikmah, makna dalam peristiwa itu.
“Kesulitan atau persoalan hidup itu ibarat air yang keruh. Agar air jadi bening kembali, kita diajak sabar untuk mengendapkan semua itu di hadapan Allah.”
Bukan aneka kemudahan yang kita minta pada Allah, melainkan keteguhan hati. Karena kita diuji di sekolah kehidupan ini agar kita tahan uji dan mandiri.
Foto : Rod Long / Unsplash