Jasa Besar Azyumardi Azra bagi Islam Nusantara

Meski 88,2 persen warga Indonesia muslim, Islam tidak menjadi agama negara.  Bandingkan  dengan Malaysia, di mana Islam menjadi agama resmi negara, sehingga Islam dikooptasi kerajaan. Dampaknya, Islam pun menjadi identitas politik. 

Seide.id. – Jasa besar seorang pemikir dan cendekiawan terasakan setelah dia pergi. Demikian pula Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, M.A., M.Phil., CBE.  Dia lah  salahsatu cendekiawan muslim yang menegaskan, Islam Nusantara sebagai kekhasan Islam di Indonesia.

Menurut cendekiawan berdarah Minang ini, Islam Nusantara adalah Islam dengan wajah yang tersenyum, berbunga-bunga, toleran, penuh warna, dan akomodatif. Hal itu dikemukakannya pada Juli 2015 lalu – tujuh tahun silam.

Azyumardi Azra, putra Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumatera Barat, kelahiran 4 Maret 1955 ini, mengungkapkan,  mayoritas organisasi massa (ormas) Islam di Indonesia menjadi pilar kuat penyokong Islam yang toleran. Kemunculan golongan puritan baru alias neo-conservatism  dan sektarian di Indonesia bukanlah gejala umum.

“Islam Indonesia tidak akan gagal selama kita terus memperkuat,” ujar Azyumardi dalam diskusi Majelis Kemisan bertajuk Islam Nusantara di rumah dinas Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin, pada awal Juli 2015 lalu, mengutip laman Suara Pembaruan.

Majelis Kemisan sendiri merupakan forum untuk mendiskusikan isu aktual bukan hanya masalah keumatan melainkan juga kebangsaan.

Menurut Profesor Azyumardi, Islam di Indonesia tampil dengan senyum karena melebur dan menyerap budaya lokal.  Hanya di Indonesia, umat Islam mengenal “tasyakuran” atau “selamatan”.  Dalam acara itu dipanjatkan doa kepada Allah. Warga sekitar yang datang pada acara selamatan akan pulang membawa makanan.

“Di sana terdapat makna memberi dan berbagi, juga ada silaturahmi sehingga ada kohesi sosial untuk sebuah keutuhan masyarakat,” kata Azyumardi.

Islam Nusantara memberikan tempat kepada kaum perempuan, tambahnya.  Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatulah ini menceritakan pengalamannya ketika mendampingi Pangeran Charles dari Inggris dalam kunjungannya ke Masjid Istiqlal, Jakarta.

Pangeran Charles heran melihat ada dua perempuan masuk masjid. Demikian juga ketika mendapatkan penjelasan partisi yang memisahkan area jemaah laki-laki dan perempuan. Artinya, di Indonesia, jemaah laki-laki dan perempuan bisa sholat bersama, hal yang tak berlaku di Inggris. Di sana perempuan tak boleh masuk masjid.

Juga ketika Azyumardi,  mendampingi mantan Menlu AS Hillary Clinton.  Di masjid Istiqlal, Hillary menyatakan kepada Azyumardi bahwa Indonesia adalah rujukan soal demokrasi, modernitas, dan kedudukan perempuan.

Ditegaskan pula oleh Rektor UIN,  meski 88,2 persen warganya adalah muslim, Islam tidak menjadi agama negara.  Bandingkan  dengan Malaysia saja, di mana Islam menjadi agama resmi negara, sehingga Islam dikooptasi kerajaan. Dampaknya, Islam pun menjadi identitas politik. 

“Karena itu jangan heran kata ‘Allah’ di sana hanya boleh digunakan oleh mereka yang beragama Islam,” kata Azyumardi.

Perbedaan juga terjadi terhadap Islam jazirah Arab di mana dominasi lelaki sangat kuat serta kehormatan keluarga di atas segala-galanya.  “Di Arab, bila ada anak gadis sebuah keluarga dinodai seorang pemuda maka lebih baik gadis itu dibunuh demi kehormatan keluarga,” katanya.

Lebih jauh Azyumardi mengatakan, Islam itu satu yakni bersumber pada Al-Quran yang adalah wahyu Allah. Karena itu, Islam Nusantara menganut Rukun Iman dan Rukun Islam yang sama dengan kaum Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah di belahan dunia lainnya.

 Untuk melaksanakan perintah Allah dalam Al-Quran, kata Azyumardi, diperlukan semacam petunjuk pelaksanaan (juklak) atau petunjuk teknis (juknis) berupa fiqih yakni cara melaksanakan Quran.

“Di sinilah keberagaman muncul karena latar belakang tempat dan ilmu masing-masing orang dan kemudian muncul lima atau enam mazab fiqih,” katanya.

Ortodoksi Islam Nusantara disebutkan, memiliki tiga unsur. Pertama, kalam (teologi) Asy’ariyah yakni cepat menyerah pada takdir. Kedua, fiqih Syafii. Ketiga, tasawuf.

Sementara di Arab Saudi hanya dua unsur yakni kalam Salafi-Wahabi yang menekankan puritanisme serta fiqih yang dianut adalah Hambali yang paling rigid. Di Arab Saudi tak mengenal tasawuf.

Standar yang dianggap mewakili kebenaran atau ortodoksi Islam Nusantara, kata Azyumardi, berbeda dengan Arab Saudi.  Namun, keduanya sama-sama sah karena punya landasan masing-masing yang bisa dipertanggungjawabkan. “Islam satu tapi juklak dan juknisnya beragam,” katanya.

Karena itu, menurut Azyumardi, Islam Nusantara sah dan valid. Masing-masing berbeda karena sistem sosialnya berbeda.

Pernah menjadi wartawan Panji Masyarakat pada 1979-1985, pada Rabu, 18 Mei 2022 lalu, profesor, guru besar dan intelektual muslim,  ini dilantik sebagai Ketua Dewan Pers periode 2022-2025.

Profesor doktor Azyumardi Azra meninggal di rumah sakit Serdang, Selangor, Malaysia pada Minggu (18/9) pukul 12.30 waktu setempat.   Cendekiawan 67 tahun itu berada di Malaysia dalam rangka memenuhi undangan dari Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) untuk menghadiri Konferensi Internasional Kosmopolitan Islam yang dilaksanakan di Selangor, Malaysia, pada 17 September. Azyumardi Azra sempat jatuh sakit saat masih di pesawat, dan dilarikan ke rumah sakit, Jumat sore, 16 September 2022.

Peti jenazah Azyumardi dijadwalkan akan tiba di Indonesia pada Senin (19/9) malam. Dilanjutkan pada Selasa (20/9) pagi akan disalatkan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Azyumardi Azra yang merupakan suami dari Ipah Saripah dan ayah empat anak itu, akan dimakamkan di Blok Z Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan. – dms

SEIDE

About Admin SEIDE

Seide.id adalah web portal media yang menampilkan karya para jurnalis, kolumnis dan penulis senior. Redaksi Seide.id tunduk pada UU No. 40 / 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Opini yang tersaji di Seide.id merupakan tanggung jawab masing masing penulis.