Jatuh Cinta – Cinta – Kesetiaan

Pada pandangan ini cinta mulai terasa matematis. Cinta bisa dihitung dan tidak menjadi buta. Tahun 80-an di beberapa negara, khususnya Hong Kong, para wanita mulai menyangsikan anasir cinta untuk modal perkawinan. Mayoritas beranggapan perkawinan tidak perlu cinta, melainkan kecocokan. Apakah aku dan kau saling cocok, atau istilah IT-nya compatible. Percuma cinta setengah mati, cinta romantis klotokan kalau tidak cocok. Contohnya Elizabeth Taylor dan Richard Burton bintang film Hollywood yang legendaris, cinta mereka indah sekali, baku cinta setengah mati, tapi bagi keduanya cinta tidak bisa berpadu. Perkawinannya gagal. Banyak kalangan seleb, kehidupan orang glamour, mengaku kalau akhirnya bercerai, perceraiannya terjadi lantaran sudah tidak cocok lagi. Ungkapan klise begini sayangnya baru muncul setelah punya anak, bahkan punya cucu.

Maka generasi setelah Baby Boomers, yakni Baby Busters, tidak percaya lagi pada cinta, lebih perlu apakah cocok. Cocok hanya bisa teruji dan diuji kalau proses intimacy (Sudah disebut di atas kalau Matrix Cinta punya 3 elemen: passion-intimacy-commitment) berlangsung matang. Intimacy berarti proses berpacaran. Hanya apabila proses pacaran lebih matang, artinya saling mengenal, saling mampu bertoleransi, dan bukan didominasi urusan seks, maka di situ sebetulnya kunci nasib perkawinannya apakah akan baik atau tidak.

Masalahnya, kebanyakan generasi sekarang pacaran berarti seks. Seks berjalan mendahului kecocokan atau cinta. Semua jadi indah dan manis kalau seks sudah berjalan mendahului proses saling mengenal. Karena sejatinya, pacaran itu selayaknya lebih banyak berbicara, baku kenal, baku toleransi, bukan baku seks. Oleh karena kalau seks sudah dominan, semua yang jelek, yang sebetulnya tidak cocok, yang lemah dan tidak bisa ditoleransi, menjadi tertutupi. Baru muncul setelah hidup bersama dalam perkawinan, lalu baru mengaku dan menyerah sudah tidak cocok lagi sehingga perkawinan tidak mungkin dipertahankan. Maka paling penting sebetulnya bagaimana matang setiap calon pasangan mengisi proses intimacy-nya.

Jangan seks dulu. Itu nilai yang perlu ditanamkan setiap saya memberikan pendidikan seks di sekolah selama 10 tahun terakhir ini, bahwa dalam pacaran yang bijak bertujuan agar selain selamat sampai menjelang perkawinan (tetap virgin dan tidak hamil) terlebih penting, modal dasar fondasi perkawinan yang secara logika akan langgeng dan happy, sudah cocok. Cocok berarti mampu bertoleransi untuk menerima kelemahan dan kekurangan, atau ketidaksamaan masing-masing. Perlu bekal bagi para gadis untuk menghormati dan menghargai miliknya (virginty). Kodrat seks lelaki, baginya seks bisa tanpa cinta, wanita perlu cinta untuk menuju seksnya. Maka kalau pacaran seks berjalan lebih dulu dari kecocokan, bagi pihak wanita cintanya telanjur buta, karena bagi wanita learning by doing sex menjadi cinta . Makin banyak pengalaman seks wanita, makin tumbuh cinta. Maka pesan edukatifnya: jangan berikan seks kepada teman lelaki yang belum pasti cocok.Dengan cara menolak halus mengisi pacaran hanya dengan seks sekaligus test case, apakah pihak lelaki betul cinta atau sebetulnya cuma mengejar seks semata. Kalau lelaki tidak diberi seks dan tetap setia, kemungkinan betul dia punya cinta.

Harrold Bessel menyebutkan kalau seks hanya unsur sekerup kecil dalam mesin perkawinan yang besar. Dalam romantic attraction (anasir dari passion) terkandung dua unsur, yakni affection dan satunya lagi seks. Jadi seks sebetulnya kecil saja perannya, namun kalau seks didahulukan, melebihi passion dan intimacy, itu yang bikin perkawinan terancam gagal, atau tidak happy. Lain dari itu, sekarang semakin terungkap kalau cinta sendiri sesungguhnya proses kimiawi di otak kata Hellen Fisher. Saat orang jatuh cinta unsur kimiawi neurotransmitter dopamine otak meningkat, dan nuerotransmitter serotonin otak menurun. Kalau otak dilakukan MRI pada saat orang jatuh cinta akan terdeteksi betul ada perubahan kimiawi otak di bagian otak tertentu, yakni ventral tegmental dan nucleus caudatus. Jadi orang tidak bisa menggombal jatuh cinta, bawa saja dia ke rumah sakit, periksa MRI otaknya, di situ dibuktikan betulkah jatuh cintanya, ujar Prof Donatello Marazitti.

Terungkap pula kalau gejala jatuh cinta persis sama dengan orang yang mengalami gangguan jiwa obsessive-compulsive. Mulai terpikirkan sekarang, kalau ada calon mertua yang tidak setuju anaknya saling jatuh cinta, bisa diberikan obat anti untuk obsessive-compulsive-nya untuk menggagalkan proses jatuh cintanya. Berarti jatuh cinta itu sangat terukur dan matematis, yang dulu kita kira di awang-awang. Mohon koreksi kalau saya keliru atau membuat Anda jadi malah bingung.

Soal menjadi setia tidaknya orang yang sudah mengaku cinta juga kini kedapatan bersifat matematis dengan ditemukannya hormon kesetiaan di otak. Tikus gurun hanya memilih satu pasangan seks sepanjang hayatnya, belakangan terbukti karena oxytocin dalam darahnya tetap tinggi. Hormon ini yang berpengaruh terhadap kesetiaan cinta. Maka perlu mempertahankan hormon ini dalam darah kalau berharap pasangan kita setia.

Salam sehat,
Dr HANDRAWAN NADESUL

Happiness Healing Therapy