JATUH? JANGAN SALAHKAN KAKI

Refleksi oleh Belinda Gunawan

“Jatuh?” “Kok bisa?” “Mbok ya hati-hati.” “Ingat usia, ingat apa kata dokter.”

Mendengar komen-komen seperti rasanya seperti mengalami pepatah lama: sudah jatuh tertimpa tangga. Hati langsung protes: memangnya siapa yang mau jatuh? Lha kakiku yang membuatku jatuh.

Ups, jangan salahkan kaki dulu. Belum tentu gara-gara pasangan organ tubuh ini kita terjatuh. Salah seorang pengarang favorit saya, Amy Tan, pernah menulis tentang musibah jatuh dan penyebabnya. Terutama dia mengingatkan, jangan sampai jatuh di rumah sendiri. Ya, benar juga. Rumah sendiri adalah lingkungan yang masih bisa kita kontrol keamanannya ketimbang lingkungan luar.

Dia mewanti-wanti para oldies (dia juga sudah masuk kelompok ini) untuk bertindak ekstra hati-hati. Berikut saya rinci, ringkas, dan elaborasi sebagian point yang ditekankannya:

  • Selalu berpegangan pada pegangan tangga (railing) ketika naik atau turun ke loteng rumah. Bila teras depan Anda tinggi, pasang railing juga di kiri kanan anak tangganya.
  • Jangan biarkan rumah Anda gelap. Naluri kita tentang bentuk rumah sendiri, juga jarak dari satu ruang ke ruang, bahkan antara tempat tidur dan pintu kamar, sudah tidak bisa dipercaya.
  • Jangan bawa banyak barang dengan kedua tangan ketika menuruni tangga, apalagi bila itu membuat kita tidak bisa melihat anak tangga berikut.
  • Jangan pernah berjalan sambil menatap layar ponsel. Tunggu sampai duduk dulu dengan aman, baru menerima panggilan telepon atau membalas wa.
  • Perhatikan keset ketika akan melangkah di atasnya, siapa tahu ujungnya terlipat. Bila perlu, lapisi keset dengan pelapis anti selip dari karet.
  • Pasang pegangan kamar mandi (grab bar) sebagai alat bantu berpegangan. Kamar mandi sungguh tempat yang rawan untuk jatuh.
  • Hati-hati melangkah di lantai marmer yang licin mengkilat, misalnya di lobi hotel. Hal yang sama berlaku untuk permukaan yang basah atau berpasir. Naluri “hati-hati” harus segera muncul bagaikan “tanduk” di kepala.
  • Tenang-tenang saja ketika keluar dari mobil. Turunkan kedua kaki dulu, berjejak mantap di trotoar, baru tutup pintu mobil.
  • Ingatkan diri untuk memelankan langkah ketika berjalan tergesa, apalagi bila mendadak ingin mengubah arah. Balans tubuh kita membutuhkan waktu penyesuaian.

Point-point ini menguatkan teori saya sendiri, bahwa jatuh itu BUKAN salah kedua kaki. Menambahkan points di atas, bisa saja keseimbangan kita terusik oleh masalah kesehatan, seperti tekanan darah yang mendadak turun. Bisa saja alas kaki yang kita pakai sudah sedikit menganga di sol bagian depannya. Bisa pula pikiran kita mendadak merencanakan sesuatu yang lain. Misalnya, ketika berjalan ke dapur teringat untuk segera menelepon seseorang, dan kita otomatis berbelok mencari ponsel. Seperti kata Amy, balans tubuh kita membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri.

Satu lagi, gunakan sebanyak mungkin indera untuk membantu kita bertindak. Bunyi ceklek pintu yang tersimpan di benak, misalnya, akan membantu meyakinkan kita bahwa pintu sudah terkunci, jadi tidak perlu kita mendadak balik badan untuk mengecek. Masih dalam urusan mencegah jatuh, jangan coba-coba melakukan sesuatu dengan mata terpejam. Lagi-lagi, ini akan mengganggu sense of balance.

Intinya, tidak usah tergesa-gesa. Kita sudah tidak bekerja di kantor. Tidak dikejar deadline. Tidak usah multitasking. Kita punya keleluasaan untuk melakukan segala sesuatu satu demi satu. Waktu ada di tangan kita, dengan itu selamatkanlah kaki. (BG)

Avatar photo

About Belinda Gunawan

Editor & Penulis Dwibahasa. Karya terbaru : buku anak dwibahasa Sahabat Selamanya.