Lelaki itu memandang foto profil kenalan barunya di sosmed. Wanita yang anggun dan menarik. Sorot matanya tajam, tapi jernih bagai air telaga yang segar.
Tiba-tiba dadanya berdesir. Ketika kenalan barunya itu membalas pesannya.
“Jadi Mas TL pengin ketemuan. Apa tidak terlalu cepat? Nanti kaget, lalu nyesel.”
“Tidak! Bagaimana kalau kita ngopi?”
Tak ada jawaban. Keheningan memagut sepi. Meliar dalam galau.
Tiba-tiba TL jadi rindu. Ingin ketemu. Dan makin penasaran.
Bagaimana tidak. NT yang dikenal lewat sosmed itu membuatnya rindu. Mengaduk-aduk dalam mimpinya, hingga sering membuat ia terjaga dalam kegelisahan yang panjang.
NT berbeda dengan banyak wanita yang dikenalnya untuk melewati malam. Lalu bercengkerama dalam alunan musik cinta. NT tidak goyah dirayu dan dipuji. Bahkan seperti tidak silau dengan ketenarannya.
Hari terus berganti ditelan sepi. NT tidak pernah membalas chatnya. Dan ia mencoba melupakannya.
“Sori baru balas. Beberapa hari ini saya agak mriang,” jelas NT dalam chatnya.
“Oh ya? Saya pikir kau marah. Jika tahu kau sakit, saya bisa nengok. Dimintai alamat rumah dan telepon nggak ngasih…,” pancing TL.
“Belum waktunya. Nanti sesudah kita ngopi.”
“Lalu kapan? Minggu ini?”
“Hmm… Hari Jumat, boleh?”
“Kayak mau ada tersangka baru yang diumumkan hari Jumat,” gurau TL.
“Nggak mau juga ngga masalah.”
“Begitu aja ngambek,” tawa TL lepas, dibalas tawa NT lewat emotion.
Terjadi kesepakatan. Hari Jumat ngopi di Kafe Sopongiro. Dengan warna pakaian yang ditentukan.
TL sengaja datang lebih awal untuk mencari tempat yang tersembunyi, ingin melihat kedatangan NT. Tapi sayang cuaca hujan, dan banyak orang berteduh menuhi pinggiran jalan.
Dengan bergegas TL menghindari terpaan air hujan, lalu masuk ke Kafe Sopongiro. Ia mengedarkan pandang ke arah para tamu. Ia melihat wanita mengenakan warna baju seperti yang dimaksud NT, dan duduk membelakangi pintu masuk.
TL menarik nafas panjang untuk menenangkan debaran hatinya. Sesampai di meja itu, ternyata wanita itu bukan NT… astaga, ia mengenalnya!
Mereka beradu pandang, dan saling terkejut, karena tidak menyangka bertemu.
“Kau, …TL!”
“Kau, …MY!”
MY tersenyum tipis. TL nyengir.
Belum hilang dari kaget, NT muncul dengan warna pakaian seperti MY. Lalu duduk di antara mereka. Seketika itu wajah TL makin pucat dan dadanya berdebar keras. Ternyata NT itu istrinya yang menyamar!
“Boleh saya bicara sebentar dengan TL, MY…,” pinta NT pada MY. MY manggut, lalu beranjak pindah ke meja lain.
TL makin menunduk. Jika mampu terbang, ia ingin segera pergi untuk meninggalkan istrinya!
“TL, kau pasti tidak menyangka, kalau kita bakal ketemu. MY itu sahabat lamaku, lalu ketemu di sosmed,” kata NT. “Suatu hari ia menyinggung tentang kau. Tapi ia tidak tahu, kalau kau sudah beristri. Kau pacari MY. Jujur, ketika kau memperistriku, semula aku merasa beruntung. Kau sadar diri, berjanji meninggalkan masa lalumu. Ternyata kau tidak berubah. Aku mencoba memaafkanmu demi janji pernikahan…” suara NT makin lirih, menahan dadanya yang menyesak.
“Maafkan aku …,” suara TL tercekat.
“Sampai kapan? Kupikir kau sering tidak pulang itu, karena tugas kantor. Ternyata … TK, aku sudah siap menghadapi apa pun yang terjadi. Sori, pintu rumahku juga sudah tertutup untukmu. Aku sanggup dan mampu untuk membesarkan anak-anak tanpa kau…” NT lalu bangkit.
“NT…!” TL memegang tangan NT mencoba mencegahnya pergi.
NT menggeleng, menahan sendu. Ia mendekati MY. Lalu mereka segera ke luar dari Kafe Sopongiro.
TL melongo. Seluruh persendiannya seakan dilolosi, dan membuatnya tidak mampu bergerak.
Foto : Rudy & Peter Skitterians/Pixabay