Foto : Istock
Coba bayangkan, jika esok pagi kita mati. Apa yang bakal kita rasakan dan lakukan?
Kita tinggal di dalam kegelapan yang lembab, sepi, dan sendiri. Hal itukah yang membuat kita ngeri?!
Kenapa merasa takut dan ngeri,
karena semua itu pasti terjadi dan kita alami.
Ya, bersyukurlah! Sebelum hal itu terlambat, Allah menyapa dan mengingatkan. Karena IA mengasihi kita, dan setia.
Kengerian itu sebenarnya datang dari pikiran. Iman kita lemah. Jika kita sungguh mengimani-Nya dan percaya, kita selalu siap untuk menghadap pada-Nya. Karena kematian itu suatu keberuntungan. Kita kembali untuk menghadap pada Sang Pencipta.
O, ternyata kita belum siap, karena kita belum berbuat apa-apa. Kita cenderung asyik memburu nikmat dunia dan lupa segalanya, bahkan berani meninggalkan keluarga.
Tak ada kata terlambat bagi Allah, jika kita sungguh menyesali dosa dan bertobat untuk kembali pada-Nya.
Datanglah pada keluarga. Mohon ampun pada pasangan dan anak-anak. Perbaiki hidup baik dalam keseharian agar kita semakin baik, dan lebih baik lagi.
Hal itu memang tidak mudah, tapi harus diperjuangkan, meski kita jatuh bangun. Saatnya kita menata hati untuk berbenah, berubah, dan berbuah.
Membangun keluarga bahagia itu tidak sekadar memenuhi semua kebutuhan jasmani keluarga, tapi, juga kebutuhan rohani. Sekaligus agar kita jadi imam keluarga.
Keteladanan kita tidak sekadar retorika, pencitraan, atau kata-kata manis, tapi lewat perbuatan baik dan ketulusan hati.
Nafasi hidup keseharian kita dengan janji pernikahan suci di hadapan Allah dan sesama agar kita setia dengan komitmen dan tanggung jawab untuk mewujudkannya.
Begitu pula dengan hubungan kita pada sesama yang mesti dibenahi dan diperbaiki.
Ada tertulis kata bijak, “Sebelum kita menghadap pada Allah agar kita berdamai dulu dengan sesama.”
Intinya, kita diajak berdamai dan
memperbaiki hubungan dengan sesama untuk membuang ganjalan di hati agar hidup kita jadi tentram.
Dengan berdamai dengan sesama berarti kita berdamai dengan diri sendiri.
Hal yang tidak mudah, karena butuh perjuangan, kesungguhan hati, dan mengandalkan belas kasih Allah.
Kita diuji untuk sabar dan tabah agar kita mampu menghadapi nyinyiran sesama dan godaan nikmat dunia.
Bersama Allah, kita bakal mampu mengatasi ujian itu. Yang berat, kita dikuatkan. Yang sulit, kita dibukakan jalan ke luar. Karena tak ada yang mustahil bagi-Nya.
Selamat berjuang, Allah memberkati.
Berani Bangkit, bahkan Memulai Dari Nol Lagi