Lawatan Presiden Jokowi ke Ukrania dan Russia bukan hanya memenuhi amanah undang undang untuk mencipptakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi, namun juga perintah dalam Bhagawat Gita, ajaran dari India untuk keselamatan semua manusia. Foto : Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana meninjau puing-puing di kompleks Apartemen Lipky di Kota Irpin, Ukraina, pada Rabu, 29 Juni 2022. (BPMI Setpres/Laily Rachev)
Oleh DIMAS SUPRIYANTO
DUNIA seakan meninggalkan Ukrania dan Volodymyr Zelenskyy, tapi Indonesia tidak. Dunia menyudutkan Vladimir Putin, Indonesia dan Jokowi juga tidak. Indonesia menyapa dan mendatangi keduanya. Itulah yang ditunjukkan Presiden RI Joko Widodo kepada dunia. Khususnya Amerika dan Eropa serta negara maju lainnya, hari hari ini.
Ukrania dan Russia yang kini dalam pusaran konflik, harus ditarik dan didorong ke meja perundingan untuk duduk bersama dan berdamai. .
Maka, amanat undang undang, “Ikut menciptakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi” bukan semata mata teks. Melainkan aksi nyata.
Saya sedang duduk aula Pusat Kebudayaan Prancis di Jl. Thamrin, Jakarta, ketika Presiden Jokowi dalam perjalanan dari Ukrania dan Russia. Saya asyik mengikuti ceramah Goenawan Mohamad membahas Albert Camus, sastrawan Aljazair di Prancis, peraih Nobel 1954.
Dalam sesi tanya jawab, budayawan, seniman, pemikir dan pendiri Majalah TEMPO itu, mengutip Bhagawat Gita, ajaran universal dari India, untuk seluruh umat manusia, saat ditanya tentang Albert Camus yang soliter (penyendiri) dan pentingnya berorganisasi dan kerjasama antar individu dalam perjuangan.
GM, panggilan penulis Catatan Pinggir TEMPO itu, mengutip Bhagawat Gita, yang menyebutkan: “Kalau aku tidak berbuat dunia hancur” dan GM kemudian menyatakan, agar kita semua berbuat apa saja, yang penting berbuat baik.
“Tekun dan sadar bahwa kita tidak bisa menyerah, “ katanya. “Gagal pasti, tapi menyerah jangan, “ katanya lagi. “Takut, kecewa, iya. Takluk jangan, “ tegasnya.
Kata kata keren itu, seakan merupakan dukungan bagi Presiden Jokowi yang sedang membujuk pemimpin dua negara yang bertikai di Eropa sana untuk sama sama duduk di meja perundingan, hari hari ini. Syukur syukur mau hadir di Bali di forum G20.
Dalam pandangan skeptis, baik dunia maupun penyinyir di dalam negeri, Presiden Jokowi terus melangkah dan bertindak. Kemungkinan besarnya gagal dan sia sia. Tapi dia tidak menyerah.
Mendatangi wilayah konflik jelas mencemaskan semua pihak. Mengecewakan hasilnya, nyaris pasti. Tapi Jokowi memutuskan untuk tetap bertindak dan melangkah.
Jokowi seakan memenuhi apa yang ditulis Bhagawat Gita : “Jika aku tidak berbuat, dunia hancur.”
SESUNGGUHNYA langkah Presiden Jokowi meneruskan jejak Bung Karno yang mengambil inisiatif menghadirkan negara negara Asia dan Afrika di Bandung, yang sebagiannya masih dijajah kaum kulit putih, untuk berkumpul pada April 1955.
Juga melanjutkan langkah Presiden Suharto ke Bosnia Herzegovina saat situasi perang sedang berkecamuk pada 1995.
Ketiga kepala negara kita itu, memenuhi amanat Pembukaan UUD alinea 4 tentang tujuan pembentukan pemerintah negara Indonesia, yaitu : “ mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Saat belia guru Civic / Kewarganegaraan mewajibkan kami, anak anak SMP untuk menghapalkannya. Seluruh ‘Preambule’. “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Sejak terjadi konflik di Timur Tengah, Indonesia sudah mengirimkan pasukan perdamaian mendukung PBB, demi membantu meredakan Krisis Suez (1957) yang terjadi di sana. Saat itu Inggris, Prancis dan Israel melakukan serangan gabungan terhadap Mesir.
Pengiriman pasukan perdamaian itu juga sekaligus ungkapan rasa terima kasih kepada negara-negara Liga Arab, terutama Mesir, karena negara yang pertama kalinya mengakui kemerdekaan Indonesia secara de jure dan negara yang gigih mendukung Indonesia saat terjadi sengketa dengan Belanda.
Sejak itu, Indonesia secara rutin berpartisipasi mengirimkan pasukan penjaga perdamaian di bawah naungan PBB dalam berbagai misi di ragam lokasi mancanegara.
Apalagi, sejak 8 Juni 2018, Indonesia terpilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Namun tak semua warga berpikir waras dan normal seperti kita. Tak juga semua paham sejarah. Bahkan tak semua waras otaknya.
Sekelompok rakyat manja mengabaikan upaya mulia untuk ikut menciptakan perdamaian dunia, sebagaimana diamanatkan undang undang, melainkan sibuk merengek naiknya harga cabai dan repotnya mengisi bensin.
Rakyat manja, pemalas, mau enaknya sendiri ada di mana pun dan mereka juga ada di sini.
Guru Besar Hukum Internasional UI Prof Hikmahanto Juwana mengapresiasi langkah pertemuan Jokowi dengan kedua pimpinan negara yang tengah bertikai, karena perang di Ukraina telah menyengsarakan banyak pihak, termasuk negara-negara yang tidak terlibat dalam konflik, dan telah berdampak pada perekonomian dunia, “ katanya.
Inisiatif Indonesia kali untuk perdamaian dunia dan mengakhiri tragedi kemanusiaan, tuturnya.
Dan kunjungan Jokowi ini tidak terlambat, kata Hikmanto, terutama untuk mendalami terkait hal-hal apa yang sebetulnya diinginkan kedua negara. “Perang di Ukraina masih berlangsung sampai hari ini dan beberapa waktu ke depan,” imbuhnya.
Meski demikian, Hikmahanto Juwana mengingatkan jangan ‘over expectation’ pada hasilnya. Hal mendesak yang perlu diperjuangkan Indonesia adalah gencatan senjata di antara Rusia dan Ukraina.
Dipaparkan, sesungguhnya konflik yang terjadi di Ukrania bukan hanya antara Rusia dan Ukraina, melainkan konflik multidimensi dimana Ukrania hanya dijadikan medan perang antara Rusia dengan AS dan negara negara sekutunya.
Bhagawad Gita bagi Umat Hindu, merupakan ilmu pengetahuan abadi, yang diyakini sudah ada sebelum umat manusia menuliskan sejarahnya dan ajarannya tidak akan dapat dimusnahkan. Dan ajaran itu seakan memberikan inspirasi bai Jokowi, untuk melangkah dan berbuat. Sebab “Kalau aku tidak berbuat dunia akan hancur!” ***