MENULIS ITU ASYIK (10): JUDUL
Oleh BELINDA GUNAWAN
Kebanyakan statusku di FB berjudul pendek, kadang hanya satu kata. Tentang judul ini aku punya kenangan sendiri yang bilamana teringat selalu membuat aku tersenyum geli.
Setiap Senin di era aku bekerja di majalah femina, kami para editor berkumpul dalam rapat yang membahas banyak hal, termasuk coverline. Itu lho… frasa pendek-menggelitik di sampul majalah yang akan membuat calon pembaca memutuskan dalam waktu beberapa detik: “Ya, beli!”
Ternyata tidak mudah lho, mengarang kalimat pendek yang SELLING. Untuk itu seringkali dalam rapat Senin itu naskah diambil dari mapnya, dibaca-baca, saran-saran dilontarkan, ditulis di papan, dipilih mana yang paling menarik, baru diputuskan. “Ya! Yang ini!”
Pagi itu pemimpin rapat mengeluarkan naskah halaman mode/aksesori, dan ia kaget sendiri. “Hah? Judulnya hanya ‘Kalung’? Yang bener?”
Rekanku Irma Hardisurya yang sedang menulis di papan (ia paling jangkung dan tulisan tangannya paling bagus), yang notabene bertanggungjawab atas halaman itu tergagap, “Iya…itu belum selesai. Keburu deadline jadi dimasukkan dulu apa adanya. Nanti diganti dengan judul yang lebih panjang.”
Judul satu kata memang tabu buat femina zaman itu (entah sekarang), baik di halaman dalam maupun di sampul. Apakah karena dulu dilarang, maka aku sekarang jadi “balas dendam”, gemar menulis judul satu kata? Entahlah.
Bicara soal judul, kapan kita menentukan judul untuk sebuah tulisan, termasuk fiksi? Apakah sejak awal, atau belakangan? Aku sih berpendapat: SUKA-SUKA. Mau duluan boleh, belakangan gapapa, mau diganti seratus kali juga tidak ada yang larang.
Aku sendiri sering berubah pikiran. Beberapa waktu lalu aku menulis ulang tulisanku tentang perayaan Ceng Beng. Setelah sampai pada ending tulisan, aku mengganti judulnya dari “Ihwal Ceng Beng” menjadi “Bakti”, sebab tulisanku telah berkembang sehingga jiwanya kali ini lebih tertuju pada bakti.
Tapi itu kan di FB, tidak ada risiko. Bagaimana dengan di platform, di mana ada begitu banyak tawaran tulisan dengan judul seronok? Wah, kalau ada yang bertanya begini, aku bisa bilang apa? Terserah penulislah. Apakah rela memilih judul yang heboh untuk bersaing minat calon pembaca dan menaikkan rate tulisan, sekalipun rada-rada risih, gitu? Ataukah bertahan dengan judul yang kena di hati dengan risiko kurang dibaca?
Bagaimanapun, judul adalah jiwa tulisan kita. Bila beruntung kita ketemu “aha moment”, mendapat ide judul yang tepat dengan mood, sekaligus menarik minat pembaca.