Seide.id – “Jujur itu tanpa beban. Hidup juga tentram.”
Nasihat Bapak itu terus menerus diingatkan pada anak-anaknya agar kami hidup jujur.
Bapak sungguh bangga pada Mas yang berani menolak kongkalikong pimpinannya, meskipun akhirnya Mas harus dimutasi alias dibuang ke tempat yang kering.
“Hujan itu ada masanya, Le. Begitu dengan rezeki. Selalu indah pada waktunya.”
Bagi saya sendiri peneguhan Bapak agar anak-anaknya bersikap jujur itu seperti oase di musim kemarau. Menyegarkan dahaga, sekaligus mententramkan jiwa, memberi rasa aman dan tentram.
Bersikap jujur, juga saya terapkan dalam berwirausaha, dan menjadi fondasi utama untuk membangun kepercayaan dengan mitra usaha maupun pelanggan.
Dengan jujur pada diri sendiri, kita makin peka dan dimampukan untuk melihat hal-hal yang menyimpang atau kecurangan.
Fakta itu dicontohkan oleh sahabat dan mentor saya dalam wirausaha, EJ yang miliki banyak usaha.
EJ lalu menceritakan karyawannya, DI yang tidak jujur. DI diminta terus terang dan dimaafkan, asal tidak mengulangi perbuatannya lagi.
DI keukeh dengan kebohongannya. Bahkan agar dipercaya oleh EJ, ia berani bersumpah hingga 3 kali. Akibatnya DI dipecat, lalu peristiwa tragis itu terjadi, istri DI meninggal mendadak di usia muda.
Saya juga melihat banyak bukti, orang biasa berbohong itu sering dibuka oleh mulutnya sendiri. Bicara tidak konsisten. Ibarat pagi kedelai sore tempe.
Orang yang senang berbohong itu hidupnya tidak tenang, waswas, dan dikejar oleh ketakutannya sendiri. Karena sesungguhnya, cepat atau lambat, keculasan atau kecurangan itu pasti terbongkar. Waktu yang bakal membukanya.
Jika orang beranggapan, bersikap jujur itu jauh dari rezeki, maka anggapan itu salah besar. Yang benar, bersikap jujur itu berat dan sulit dijalani. Ibarat pahit brotowali, tapi menyeharkan. Orang jujur itu butuh kerendahan hati. Jujur itu apa adanya, tidak ada yang ditutupi, dan realita. Semua terang berderang.
Orang yang jujur itu hidup dalam terang Tuhan. Hidup pun dijamin aman, tentram, dan bahagia.
…
Mas Redjo / Red-Joss