“Saya merasa seperti dibesarkan di Indonesia, karena saya punya banyak sepupu dekat … dan meskipun tidak tinggal di sana, hubungan kami sangat kuat, ” kata keponakan penyair WS Rendra ini.
Seide.id – Juliet Catherina Widyasari Burnett sangat terkejut ketika menerima kabar dirinya telah memenangkan penghargaan 40 Under 40 pada 7 September lalu. Penari balet Australia keturunan Indonesia, memenangkan kategori Seni dan Budaya tahun 2021.
“Ini adalah sebuah kejutan besar,” kata Juliet, 37 tahun. Selain dikenal sebagai penari, Juliet adalah koreografer, sutradara, penulis dan aktivis I Indonesia-Australia.
Penghargaan 40 Under 40: Most Influential Asian-Australians Awards tahun 2021 dianugerahkan kepada warganegara Australia keturunan Asia berusia tidak lebih dari 40 tahun yang berprestasi di bidangnya masing-masing.
Kabar baik ini diterima Juliet sehari sebelum keberangkatannya ke Belgia di mana dia bekerja sebagai penari balet di Opera Ballet Vlaanderen sejak 2016.
Selama pandemi COVID-19, Juliet menghabiskan waktu di Australia bersama keluarganya, karena berkurangnya panggilan kerja di Belgia.
Juliet Catherina Widyasari Burnett adalah pebalet, anggota Opera Ballet Vlaanderen Belgia. Saat ini sedang bersiap untuk meluncurkan A_PART, dan studio dan panggung online bagi seniman Australia dan Indonesia untuk berkolaborasi melalui proyek pertunjukan merespon pandemi dan masalah aksesibilitas jangka panjang ke seni.
Juliet lahir di Sydney pada November 1983. Ayahnya adalah seorang seniman Australia yang mengunjungi Indonesia di awal tahun 1970-an, “untuk menemukan jati diri”, layaknya kebanyakan seniman asing lain di masa itu.
Dari Bali, sang ayah terbang ke Yogyakarta dan bergaul dengan para pemain teater Bengkel Teater garapan W.S. Rendra, di mana ia bertemu seorang perempuan yang adalah adik penyair terkenal tersebut.
Keduanya menikah di tahun 1974 dan tinggal di Sydney, tapi sering berkunjung ke Indonesia karena pekerjaan ayahnya di perusahaan penerbangan Australia, Qantas.
“Bukan hanya sekali setahun, tapi kadang bisa dua sampai tiga kali setahun dan kami biasanya tinggal lama di sana,” kenang Juliet.
“Itulah mengapa saya merasa seperti dibesarkan di Indonesia, karena saya punya banyak sepupu dekat … dan meskipun tidak tinggal di sana, hubungan kami sangat kuat.”
Perjumpaan Juliet dengan balet bermula dari rasa penasaran sang ibu terhadap sebuah gedung gereja yang lokasinya berjarak lima menit dari kediaman mereka di Sydney.
“Suatu kali kami melewati gedung itu dan melihat anak-anak perempuan belia keluar mengenakan baju ketat dan rok,” kata Juliet. “Ternyata aula gereja itu adalah tempat sekolah balet.”
Sang ibu pun mendaftarkan Juliet dan adiknya untuk melihat ketertarikan mereka pada bidang itu.
“Ibu saya juga penasaran dan ingin tahu apakah kami mewarisi bakat menari nenek kami,” ujarnya. “Dan perasaannya benar, saya suka sekali dengan balet.”
Sejak saat itu, Juliet tidak pernah berpisah dengan balet.
Dia melanjutkan pendidikannya di sekolah balet dan berhasil menjadi penari utama di grup balet terbesar Australia yang bernama ‘The Australia Ballet’ dari tahun 2003 hingga 2015. “Perusahaan tersebut punya setidaknya 200 acara setahun … dan sekitar 92 pertunjukan tari,” ujar Juliet. (ABC/dms)
Selanjutnya: Rehat dari ballet, tekuni tari Jawa.