“Kamu Jangan Cengeng, Kita Ini Tentara (yang Sangat Bengis)…”

SETELAH satu jam perjalanan, mobil Isuzu Panther yang dikemudikan terdakwa Kol. Inf. Priyanto melewati Puskesmas Limbangan, Garut, Jawa Barat. Tapi terdakwa terus melanjutkan perjalanan. Salah seorang anak buah terdakwa pun mengingatkan terdakwa.
+Kasihan bapak, itu anak orang, pasti dicari orangtuanya. Mending kita balik ke Puskesmas tadi.
-Kamu diam saja. Ikuti perintah saya, kita lanjut saja.
+Kita balik saja pak
-Ikuti perintah saya.
+Mau dibawa kemana pak?
-Kamu jangan cengeng. Nanti kita buang saja mayatnya ke sungai setelah sampai di Jawa Tengah. Saya dulu pernah ngebom satu rumah, nggak ketahuan.
+Izin bapak, saya tidak ingin punya masalah.
-Kita ini tentara, tidak usah cengeng, tidak usah panik.

Kronologi Kejadian
Itulah kronologi kejadian prajurit TNI yang melakukan tabrak lari di Nagreg, Jawa Barat, Desember 2021. Setelah menabrak sejoli Handi Saputra (18) dan Salsabila (14), terdakwa Kol. Inf. Prayitno dan dua anak buahnya membawa kedua korban tapi bukan ke rumah sakit, melainkan untuk dibuang ke sungai. Padahal, saat itu Handi masih bernafas dan merintih kesakitan. Terdakwa juga mengetahui hal itu.

Kronologi tersebut dibacakan oditur militer dalam sidang perdana di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, hari Selasa (8/3/2024).

Atas perbuatannya, terdakwa diancam pasal berlapis tentang pembunuhan berencana, penculikan, kejahatan terhadap kemerdekaan orang, dan pasal membawa lari atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian. Ancaman hukumannya 20 tahun penjara, penjara seumur hidup atau hukuman mati.

Memang, bagi seorang prajurit, melakukan pembunuhan atau pengeboman merupakan hal yang sangat biasa dan merupakan bagian dari tugasnya. Namun, tindakan seperti itu dilakukan terhadap musuh, dalam kondisi perang.

Bukan Perang
Masalahnya, sejoli Handi dan Salsabila bukanlah musuh, bukan pula penjahat. Sang kolonel juga bukan sedang berada dalam situasi perang. Sejoli tersebut hanya remaja biasa yang tertabrak oleh prajurit yang bengis dan sadis.

Pantaslah Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa begitu murka mengetahui kejadian tersebut. Apalagi ketika mengetahui prajuritnya berusaha berbohong, suatu sikap yang sangat bertolak belakang dengan sikap prajurit. Panglima pun meminta agar pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan kesalahan yang mereka lakukan.

Semoga peristiwa ini menjadi bahan introspeksi bagi TNI. Sebab, ada banyak syarat hingga seseorang bisa mencapai posisi kolonel. Lalu, menjadi pertanyaan besar, mengapa ada perwira menengah berpangkat kolonel bisa bersikap bengis dan sadis terhadap warga sipil? Atau pertanyaannya bisa dibalik: mengapa orang bengis dan sadis bisa mencapai posisi kolonel? ***

Avatar photo

About Syah Sabur

Penulis, Editor, Penulis Terbaik Halaman 1 Suara Pembaruan (1997), Penulis Terbaik Lomba Kritik Film Jakart media Syndication (1995), Penulis berbagai Buku dan Biografi