Kapan Dewan Pers Bersih Bersih?

Jusuf Rizal dari PW MOI (kiri) dan Dimas Supriyanto . Foto Gun W.

Oleh DIMAS SUPRIYANTO

NASI goreng yang ada di meja sudah dingin, sudah keras dan kehilangan nikmatnya. Selain karena sudah satu jam didiamkan juga karena saya senewen, setelah duduk di depan sebagai narsumber bersama sahabat lama di media, Jusuf Rizal.

Biasanya saya ada di depan, jadi moderator saja. Bukan narasumber.

Saya mendapat dukungan dari teman sepeliputan, wartawan “Kedulatan Rakyat” Jogya di masa 1990an, yang ngetop sebagai pendiri LIRA ini – dalam menyoroti penyimpangan oknum Dewan Pers bersamaan dengan meledaknya kasus Ferdy Sambo.

Setelah Polri bersih bersih ke dalam (internal), dan menetapkan Ferdy Sambo dan isterinya, Putri Chandrawathi, sebagai tersangka, dan menahan sejumlah anggota Polri lainnya, kini giliran para jurnalis senior mengritisi Lembaga Dewan Pers, yang diduga sempat dibawa ke arus skenario hoax mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo itu.

“Polri sudah bersih bersih, kapan Dewan Pers juga bersih bersih dan menindak oknumnya? ” Saya memancing dengan pertanyaan dan pernyatan di depan rekan rekan pers yang berkumpul di rumah makan mbok Berek Ny. Umi di Tebet, siang kemarin.

Saya memang menggugat pengiringan wartawan oleh Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakkan Etika Pers dan Anggota Dewan Pers, setelah disambangi pengacara keluarga Ferdy Sambo di Gedung Dewan Pers pada Jumat, 15 Juli 2022 lalu.

Gugatan saya terus bergulir dan kini mendapat dukungan dari berbagai pihak. Selain mengirim petisi ke Change.Org, saya telah mengirim surat kepada Ketua Umum Prof. Dr. Azyumardi Azra agar memecat Ketua Komisi Pengadukan dan Penegakkan Etika Pers, Yadi Hendriana. Karena yang bersangkutan dianggap tidak memahami UU Pers 40/Tahun 2019 dan Kode Etik jurnalistik.

Saya sudah mendapat jawaban dari Dewan Pers tapi ditanda-tangani wakil ketua. Saya menduga Prof Azyumardi Azra selaku Ketua Umum Dewan Pers tidak tahu dan tidak membaca surat saya.

“Citra pers rusak oleh kelakuan oknum Dewan Pers yang dilindungi oleh rekan rekannya, ” kata Jusuf Rizal, jurnalis LiraNews, yang juga pendiri Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia (PW MOI) dalam jumpa pers di kemarin.

PW MOI menyerukan agar Tim Khusus bentuk Polri mengusut dengan cermat sejauh mana kebenaran aliran dana dari Sambo ke oknum di Dewan Pers. Sebagaimana amplop yang diberikan kepada LPSK, tapi ditolak. Juga dugaan upaya mempengaruhi Indonesia Police Watch (IPW) dan DPR RI.

“Munculnya imbauan agar pers hanya mengutip sumber resmi kepolisian (ketika itu) yang sekarang jelas salah, merupakan skenario menyesatkan. Maka Dewan Pers dapat dikatakan terlibat dalam kejahatan kemanusiaan, ” tegas Jusuf Rizal lantang.

Dalam jumpa pers bersama tim pengacara Arman Haris, Anggota Dewan Pers Yadi Hendriana menggiring wartawan agar mengutip sumber resmi kepolisian – yang sudah dikelabui oleh Ferdy Sambo. Arman yang menjadi pengacara istri Irjen Ferdy Sambo, juga meminta agar pers memiliki empati kepada keluarga korban.

Jodhi Yudhono (tengah), pendiri dan Ketua Umum Ikatan Wartawan Online (IWO). Dewan Pers ketinggalan zaman.

Senior lain, Jodhi Yudono, jurnalis pensiunan Kompas.com, pendiri Ikatan Wartawan Online (IWO) menyatakan, Dewan Pers sudah ketinggalan zaman.

“Sudah lama kami mempersoalkan kewenangan kewenangan Dewan Pers yang sudah tidak sesuai perkembangan zaman, ” kata Jodhi Yudhono selaku Ketua Umum IWO, yang beranggotakan ribuan wartawan online di seantero tanah air.

Dalam obrolan di tengah penyelenggaraan festival film wartawan, di Kuningan, diskusi usai konser di TIM dan konsolidasi di Bulungan, jurnalis yang juga musisi ini menegaskan bahwa Dewan Pers sudah ketinggalan zaman.

Jodhi Yudono, mengucapkan, “Selamat tinggal Dewan Pers” saat memberi sambutan di Hotel SwissBellin Karawang, Selasa (27/8/2019) dalam acara pelantikan pengurus IWO Kabupaten Karawang, periode 2019-2024.

Tupoksi (tukas pokok dan fungsi) Dewan Pers sudah tidak bisa mengikuti perkembangan media mutakhir. Bahwa wartawan harus tersertifikasi dan sertifikasi di Dewan Pers itu tidak sesuai dengan regulasi.

“Sertifikasi seharusnya dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang semestinya, yaitu lembaga sertifikasi profesi (LSP) untuk mendapatkan lisensi resmi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Bukan oleh Dewan Pers.

Pelaksana teknisnya malah boleh dilakukan organisasi profesi kewartawanan, yang tahu teori praktik kode etik jurnalistik. “Bukan Dewan Pers, ” tegasnya.

Dewan Pers, yang membawahi organisasi organisasi pers, merupakan benteng terakhir yang bertugas menjaga kemerdekaan pers, dan moral insan pers, memediasi sangketa masyarakat dengan pers, “bukan terjun ke teknis menguji kompetensi para wartawan dan sertifikasi perusahaan pers, jelas Jodhi Yudhono di Bulungan.

Ketentuan agar perusahaan media punya kantor, punya karyawan, memberikan gaji tetap dan BPJS yang disyaratkan oleh Dewan Pers, hanya sesuai dengan perusahaan besar, bermodal besar, yang membuat perusahaan media jatuh ke tangan kaum kapitalis.

Sedangkan media di era digital, sekarang makin personal, terdiri dari unit unit kecil yang lincah dan efisien, jelas Jodhi Yudono.

Jodhi meyakini profesionalisme media ikut serta membangun bangsa dengan fungsi kontrolnya. “Mengarah pada era industri 4.0 saat dunia dalam genggaman, ” jelasnya, seraya menyebut smartphone, kini menggantikan fungsi halaman koran dan majalah di masa lalu. Dan wartawan media online berkontribusi di dalamnya.

Rekan rekan yang hadir di rumah makan Mbok Berek memberikan semangat untuk melanjutkan dengan berbagai aksi termasuk demo.

Saya pun jadi bersemangat, sehingga tanpa terasa sepiring nasi goreng dingin itu, habis tandas juga.

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.