Beberapa negara melakukan pemeriksaan ketat terhadap tamu yang bisa membahayakan negara melalui pertemuan , ceramah atau khotbah. Seperti pengusiran terhadap Abdul Somad oleh Singapore ( Foto: HeaTopics)
Tahun 2010 saya punya kesempatan melakukan Comparative Study Perkeretaapian di Singapore, China, dan Hongkong untuk Kereta Api Indonesia ( KAI). Hasil studi, saya bagikan ke setiap Kepala Stasiun di berbagai daerah. Intinya ada dua, bagaimana Kepala Stasiun bisa bertindak sebagai Penjaga Terdepan Pelayanan Terbaik utnuk penumpang, sekaligus melakukan penetrasi terhadap gangguan pelayanan keretaapi.
Mengapa tiga negara ini penting, karena di luar urusan perkeretaapian, mereka memiliki aturan yang hampir sama soal politik dan keamanan. Yakni tidak kompromi terhadap radikalisme atau mereka yang mau meracuni warga mereka..
Diusir Singapore
Ketika membaca berita bahwa ustadz seperti Pak Abdu Somad yang dideportasi ( baca: Diusir) dari Singapore, saya tidak kaget. Pihak Singapura menyebut Abdul Somad disuruh balik ke Indonesia karena “mendakwahkan ajaran ekstremis dan segregasionis.” Singapore amat ketat dan sensi soal SARA dan ekstremis serta teroris yang dihembuskan dari orang luar Singapore.
Seorang ustadz dari Indonesia bercerita, saat masuk Singapore minggu lalu, ia ingin mengajak jalan-jalan isterinya. Begitu petugas membaca passportnya, seorang security dengan ramah membawa dirinya masuk ruang interogasi, sementara isterinya dilepas.
Di ruang itu, ia ditanya apa tujuan ke Singapore. Tinggal di hotel mana dan akan ketemu dengan siapa. Bahkan, pekerjaannya di Indonesia ditanyakan. Ketika dijawab “ penceramah agama”, pihak keamanan kemudian membuka desktop dan mencari catatan status di media sosial, termasuk di facebook.
Polisi itu menemukan beberapa ceramahnya, dan ustadz itu tahu apa maksudnya. Sambil mempersilakan petugas keamanan mendengarkan ceramahnya, ustadz itu bercanda. “ Saya ini penceramah atau ustadz lurus. Bukan ustadz radikal. Tugas utama saya menjadikan orang lebih baik hidupnya dan penuh kasih”.
Polisi itu tersenyum. Setelah selesai memeriksa semua konten di medsos dan mendengarkan beberapa judul ceramahnya, petugas menyerahkan passpornya, dan dengan senyum mengatakan, “ Selamat datang ke Singapore. Semoga memperoleh kesenangan”. Keduanya tersenyum dan jabat tangan.
Menetralisir Radikalis Ekstremis
Belakangan ustadz itu khotbah tentang peristiwa itu dan memuji pemerintah Singapore dalam menetralisir bentuk-bentuk radikalisme, penyebaran kebencian terhadap mereka yang berbeda pandangan. Beliau berharap Indonesia bisa meniru seperti Singapore.
Bagi ustadz lurus dan benar seperti beliau, tentu tiak masalah. Hal yang baik menjadi lebih baik di bibir orang baik. Tapi lihatlah usai Somad diusir dari Singapore. Dia lalu menyerukan pengikutnya dengan muka ditekuk untuk tidak belanja di tempat kafir. Ya, lagi-lagi kafir, kristen dan beda keyakinan. Frasa penyebaran kebencian orang ini memang tak lepas dari itu, yang disukai pendengarnya.l
Singapore, Hongkong dan China, setali tiga uang. Kecurigaan orang China ( Baca: Tiongkok) terhadap orang luar yang masuk ke daratan Tiongkok diperlakukan sama dengan kisah ustadz di atas.
Saya iri dengan tiga negara itu dalam memfilter orang-orang jahat yang menyebarkan isu-isu anti kemanusiaan yang membuat seseorang membenci orang lain, bahkan negaranya sendiri.
Terlalu Lama Dibiarkan
Lihatlah wajah radikalisme, penyebaran kebencian dan kecongkakan yang terjadi di negeri kita melalui medsos dan berita. Amat mengerikan. Bahkan pemimpinnya sendiri, presidennya sendiri, yang dimana-mana dipuja dijadikan panutan, di negeri sendiri tak lebih baik dari penjahat yang layak dicacimaki tiap saat. Negeri ini terlalu memberi angin kepada mereka.
Melalui ceramah, status, mereka bahkan terang-terangan menyatakan ketidaksukaan kepada pemimpin negeri ini, pada negara ini. Beberapa orang dan kelompok misalnya, secara terus-terang, sembunyi-sembunyi ada kecenderungan untuk menjatuhkan kepala negara dan memberontak.
Untung, masih ada orang-orang seperti Connie Rahakundi Bakrie, Mahmud MD yang terang-terangan menghimbau agar negara mengusir orang-orang yang sudah jelas memiliki niat untuk memberontak, maupun menjatuhkan kepala negara dan mengganti haluan negara, seperti mereka yang baru-baru ini diperiksa polisi.
Mungkin memang saatnya pemerintah menyadari bahwa membiarkan orang-orang seperti itu sudah cukup terlalu lama dan tak bisa diteruskan lagi. Harus ada upaya-upaya menetralisir, memfilter orang-orang yang tak tahu diri berbicara dan bertindak sebebasnya.
Penjara tak cukup untuk menahan pikiran-pikiran sesat seperti itu. Mungkin seperti Singapore dengan mengusir Pak Somad, layak diberlakukan…………..