Jangan tersinggung, sewot, atau marah seperti itu. Sebagai teman, kita sekadar mengingatkan. Ketimbang membicarakan keburukan orang lain di belakang, lebih baik disampaikan secara langsung, dan itu lebih elegan.
Tidak berani? Kenapa? Lho, kalau semua itu ada bukti, valid, dan benar, toh tidak seharusnya takut. Tidak bakal ditanggapi? Atau takut timbul masalah?
Kenyataannya toh belum dicoba. Ikuti prosedurnya. Mekanismenya. Kita harus sadar diri, kita ini siapa? Kita tidak mungkin bisa langsung menghadap tuan yang terhormat untuk menyampaikan bukti atau aspirasi kita.
Lihat kenyataannya. Tuan yang terhormat sering gaduh dan ribut sendiri. Bermanuver, memancing di air keruh dan ben diarani.
Tidak seharusnya kita ikut-ikutan tuan yang terhormat. Apalagi ikut demo, padahal kita tidak tahu tujuan dan yang diperjuangkan.
Kita mudah dipanas-panasi, dihasut, bahkan dibenturkan dengan sesama anak bangsa. Lalu, siapa yang rugi dan menderita?
Lebih baik kita percaya terhadap junjungan kita. Lihat pernyataannya di tv itu. Seharusnya kita jeli menyikapi dengan hati yang bening agar kita menjadi tenang dan tentram.
Gosip itu digosok semakin sip. Begitu pula isu yang dihembuskan itu semakin bau dan bikin orang muntah. Isu itu ibarat orang kentut, ada bau tapi tak ada ujud. Lalu, siapa yang berani mengakui?
Sudahlah, tidak ada gunanya kita kasak kusuk, curiga, apalagi untuk menghasut dan menuduh. Berdebat dan ribut itu buang energi dan capai sendiri. Percayakan semua pada mekanisme dan sesuai koridornya.
Begitu pula dengan harga-harga kebutuhan pokok yang melambung dan tak terkendali. Kita ini bisa apa dan mau marah kepada siapa? Lihat dan bandingkan dengan fakta di belahan dunia lainnya agar kita tidak mencari kambing hitam untuk menghakimi.
Tidak ada gunanya kita ikut-ikutan demo untuk semakin memperkeruh situasi. Lebih bijak kita menahan diri untuk mencari solusi dan jalan ke luar dari krisis energi, pangan, dan ekonomi.
Sekiranya kita tidak sependapat dengan kebijakan tuan-tuan yang terhormat, ya, kelak kita tidak usah memilihnya lagi.
Sesulit dan serumit apapun persoalan hidup ini tidak bakalan kita mampu menyelesaikan sendiri. Kenali dan pahami persoalan itu lalu tanggulangi bersama. Kita bersatu padu untuk mengurai akar masalah itu dengan hati-hati dan akurat.
Sederhanakan persoalan agar perlahan tapi pasti, kita bakal melewati badai resesi.
Jangan pernah hilang kepercayaan pada mahasiswa yang menodai demo dengan anarki. Mereka adalah anak-anak kita juga, penerus bangsa. Tetapi tetap beri mereka kepercayaan, dampingi, bimbing, dan arahkan mereka agar semakin pahami sulitnya membangun negeri ini jika gaduh sendiri.
Semoga Allah sertai dan ridhoi negeri kita menuju Indonesia Emas. (MR)