Foto: TheAseanParent
Dilematis. Ibarat makan buah simalakama. Dimakan mati Ibu, tidak dimakan harus ke luar dari pekerjaan alias menganggur.
Hal itu terjadi dan dialami sopir saya, Anu. Semula ia minta izin untuk mudik membantu ibunya memanen padi.
Saya pikir, Anu izin dua-tiga hari hingga Minggu, dan Senin masuk bekerja. Tapi, ternyata, tidak. Anu juga tidak ada kabar dan tidak menghubungi kantor.
Padahal, banyak pelanggan minta dikirim dan barang harus didistribusikan. Akhirnya kami menggunakan jasa sopir kenalan selama dua hari, lalu anak juga mengambil alih tugas mengirim barang kepada pelanggan.
Seminggu Anu tidak bekerja dan tidak ada kabar. Ditelepon juga tidak diangkat. Di-WA sekadar dibaca, tapi tidsk memberi kabar.
Anu lupa dengan kewajibannya sebagai pekerja?
Sekiranya kiriman ditunda, berarti kiriman semakin menumpuk dan pelanggan belum tentu mau memahami alasannya.
Sekali lagi Anu dihubungi untuk mengetahui kejelasannya, karena tidak bekerja. Ternyata, Anu ingin membantu ibunya hingga panen usai.
Kepastian Anu masuk bekerja juga tidak bisa ditentukan. Anu mengambangkan masalah. Bahkan ia menyilakan untuk mencari sopir pengganti.
Semula, saya berusaha untuk memahami keadaan Anu, tapi izin lebih dari dua minggu? Roda usaha harus berputar dan tanpa harus bergantung pada Anu.
Saya lalu jadi teringat kembali pada almarhum ibu sendiri. Perjuangan Ibu dalam membesarkan anak-anaknya.
Ibu lebih mendahulukan kepentingan anak, ketimbang kepentingannya sendiri. Bahkan, ibu selalu berusaha mengada-adakan semua kebutuhan sekolah anak, meski harus bekerja keras siang malam.
Begitu pula saat ada anaknya yang sakit, ibu menjagai dengan kasih sayangnya yang luar biasa.
Kini, sekiranya Anu memutuskan untuk berhenti bekerja untuk menemani Ibunya yang menua dan tinggal sendirian, hal itu juga harus dihargai.
Sejak ayahnya meninggal, ibu Anu tinggal bersama adiknya. Lalu adiknya menikah dan diboyong suaminya ke kota.
Pilihan dilematis bagi Anu, karena ia anak laki satu-satunya yang dekat dengan Ibunya. Sementara Ibunya yang biasa bertani itu tidak mau pindah ke kota untuk mengikuti salah seorang anaknya.
Anu rela berkorban keluar dari pekerjaan demi bakti dan membahagiakan ibunya.
Semoga takdir membawa kehidupan Anu semakin lebih baik.