Kasus Babe Cabita: Memparodikan Tokoh, Menghibur atau Menghina?

Seide.id – Komic (stand-up comedyan) Babe Cabita baru saja mendapatkan pengalaman penting dalam kariernya. Babe mendapat kecaman hebat dan terancam dipidanakan,  karena memparodikan Menteri Sosial Tri Rismaharini atau yang bisa dipanggil Bu Risma, saat sedang marah-marah.

Videonya sempat viral dan menjadi sorotan, maklum yang diparodikan adalah seorang pejabat negara. Sebelum menjadi Menteri Sosial Bu Risma terkenal sebagai Walikota yang berprestasi di Surabaya.

Tidak hanya mendapat serangan verbal dalam akun instagramnya, Babe juga sempat dihubungi oleh seseorang yang mengaku sebagai Kuasa Hukum Bu Risma,.

Lelaki yang mengaku pengacara tersebut, mengatakan akan mempidanakan Babe atas video parodinya tersebut.

Babe Cabita pun memutuskan untuk menghapusnya. Melalui kanal youtube milik Deddy Corbuzier yang diunggah pada Rabu (28/7), pemilik nama asli Priya Prayogha Pratama menjelaskan alasannya.

“Nggak itu kenapa sebenarnya di-takedown itu karena ternyata di luar pikiran kami, ternyata banyak yang merasa tersinggung dan marah” kata Babe menjawab pertanyaan Deddy Corbuzier.

Babe bukanlah pelawak pertama yang menghadapi masalah ketika memparodikan seorang tokoh. Grup lawak Bagito pimpinan Dedi Gumilar alias Miing, juga nyaris mengalami kejadian buruk, ketika pada tahun 90-an memarodikan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Salah satu kebiasaan Gus Dur adalah suka mengetuk-ngetukkan jari ke tempat meletakan tangan di kursi. Gaya itulah yang ditiru oleh Miing Bagito ketika tampil di Indosiar.

Pengikut Gus Dur yang tergabung dalam Banser marah melihat tokoh panutannya dilecehkan, lalu mengepung Studio Indosiar di Jl. Daan Mogot Jakarta Barat. Untung tidak terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, karena aparat bisa mengatasi keadaan. Bagito kemudian minta maaf dalam mediasi dengan pimpinan banser.

Dono Warkop juga mengaku nyaris tak bisa pulang dari suatu pementasan, karena dia diancam oleh oknum dari suatu institusi keamanan karena dalam lawakannya dia menyinggung insitusi tersebut.

Menghibur atau Menghina?

Pada dasarnya tujuan melawak adalah untuk memberi hiburan kepada penontonnya. Baik melalui kata-kata (verbal) atau Gerakan (action). Komedi yang ditampilkan Charlie Chaplin dalam film-filmnya tidak memiliki dialog, tetapi sangat menghibur bagi penontonnya, walau pun adegan yang diperlihatkan seperti black comedy, menampilkan adegan kekerasan mirip dalam kartun Micky Mouse.

Ternyata membuat penonton tertawa bukanlah mudah. Ada pelawak yang sudah mengeluarkan semua jurus lawakan selama beberapa menit di panggung, penonton tidak tertawa.

“Siapa yang bilang ngelawak itu gampang? Jangankan bikin tertawa terbahak-bahak, bikin tersenyum saja susah,” ujar Sule yang ditemui wartawan Okeselebrity di Studio RCTI, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat (21/10/2011).

Hal senada juga disampaikan oleh pelawak senior Indro. Bagi Indro, melawak merupakan kegiatan serius. Pelawak adalah pekerjaan sulit.

“Bahkan butuh study dulu sampai survey,” jelasnya menjelang gladi bersih peluncuran Kompas TV di JCC Senayan Jakarta, Jum’at (9/9/2011).

Karena sulitnya melawak itulah – goalnya membuat penonton tertawa – maka banyak pelawak yang mengkesploitasi fisik partner lawakannya atau fisik orang lain yang tidak terlibat dalam lawakan. Kiat itu ternyata berhasil, ada pula penonton yang tertawa, meski pun cara itu dinilai tidak etis.

Ketua Persatuan  Seniman Komedy Indonesia (PaSKI) periode 2013 – 2018 Derry 4 Sekawan mengatakan sudah tidak zaman lagi pelawak atau komedian mengandalkan candaan yang bersifat kasar, tetapi perlu candaan yang cerdas dan tetap menghibur.

“Dalam melawak, kita tidak menyalahkan orang lain, tapi menertawakan diri sendiri. Mengkritik boleh, tapi ada solusi. Mengkritik tanpa solusi itu namanya memaki. Kami ajarkan bagaimana melawak dengan aturan, ada etika. Humor itu harus punya sisi humanis dan moralis. Nggak bisa ngatain orang sembarangan,” jelasnya, ketika ditemui dalam suatu acara pada 28 April 2013.

Yang dilakukan oleh Babe Cabita punya kaitan dengan pernyataan tokoh-tokoh lawak di atas. Babe sedang berusaha mengeluarkan sebuah jurus untuk memancing orang (masyarakat) tertawa. Caranya adalah dengan memarodikan “gaya marah” Bu Risma.

Bagi golongan yang tidak menyukai Bu Risma, lawakan Babe Cabita jelas sangat menghibur, tetapi bagi pendukungnya, terutama keluarganya, video lawakan itu dianggap sebagai penghinaan.

Beruntung lawakan itu Cuma dimunculkan di akun Instagram pribadinya. Bila dalam acara lawakan di televisi, tentu akan lain ceritanya.

Pasal 36 ayat (1) UU Penyiaran  menjelaskan,isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.

Mengacu pada hal ini, memang pada prinsipnya, tayangan parodi yang menampilkan orang yang memerankan tokoh atau negarawan tertentu walaupun bertujuan untuk hiburan, sepatutnya tetap memperhatikan unsur moral di dalamnya.

Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 36 ayat (4) UU Penyiaran berdasarkan Pasal 55 ayat (1) UU Penyiaran dikenai sanksi administratif.

Sedangkan berdasarkan Pasal 57 huruf d dan e UU Penyiaran, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 36 ayat (5) dan (6) UU Penyiaran.

Untuk menerapkan pasal di atas, khususnya Pasal 36 ayat (6) UU Penyiaran, tentu unsur “memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan martabat manusia” perlu ada.

Oleh karena itu, apabila tayangan parodi yang menampilkan orang yang memerankan tokoh atau negarawan itu bermaksud memperolok atau merendahkan martabat negarawan yang bersangkutan, maka kepada mereka yang melakukannya dapat dipidana sesuai Pasal 57 huruf d dan e UU Penyiaran.

Agama juga melarang seorang manusia menghina manusia lainnya. Karena agama merupakan tiang utama bagi kehidupan Bangsa Indonesia, sudah sepatutnyalah perbuatan menghina atau mengolok-olok orang lain, dihentikan. hw

Avatar photo

About Herman Wijaya

Wartawan, Penulis, Fotografer, Videografer