Ketika Negara Dikerjai oleh 2 – 3 Pengusaha

Jika KKP – Kementrian Kelautan dan Perikanan melakukan pengawasan sejak awal, dipastikansegera mengetahui siapa pemilik pagar tersebut. Dengan begitu, KKP pun bisa segera meminta pemilik pagar untuk membongkrnya sendiri dengan dana dan SDM yang lebih simple.

OLEH SYAH SABUR*

Hari Rabu ini akhirnya pemerintah benar-benar membongkar pagar laut di pesisir Utara laut Tangerang setelah berbulan- bulan pagar tersebut menjadi viral karena merugikan ribuan nelayan di kawasan tersebut. Upaya membongkar pagar pun dilakukan dengan amat serius karena melibatkan 2.700 orang dari berbagai institusi, seperti TNI AL yang menerjunkan personel marinir dan pasukan katak.

Ada juga personel KKP, Bakamlà, Polri, dan sekitar 1.000 nelayan. Tak hanya itu, TNI AL juga mengerahkan 2 alat tempur, 2 unit tank ampibi, kapal, dan puluhan perahu nelayan. Entah, berapa besar uang yang dihabiskan untuk membongkar “pagar laut sialan” itu.

Di satu disi, pembongkaran tersebut nenunjukkan pemerintah akhinya bisa berpihak kepada rakyat kecil Tapi di saat yang sama, hal itu menjadi bukti bahwa negara bisa “dikerjain” oleh dua-tiga pengusaha. Bayangkan, masalah sederhana itu memerlukan upaya luar biasa besar untuk membongkarnya baik energi, dana serta peralatan maupun SDM.

Bahkan upaya ini dipantau langsung oleh Kepala TNI AL, Menteri KKP, Menteri ATR/ Kepala BPN, dan Ketua komisi IV DPR RI Titiek Soeharto. Pokoknya lengkap, seolah menghadapi peristiwa yang luar biasa besar. Padahal yang akan dirobohkan hanya deretan pagar bambu sepanjang 30, 16 km di sepenjang pesisir pantai Utara Tangerang. Pagar hanya berbahan bambu, bukan besi.

Lalu, mengapa upaya merobohkan pagar laut ini jadi heboh dan seolah jadi peristiwa besar. Yang membuat heboh sebetulnya adalah pemerintah sendiri, khususnya pihak KKP.

Sebab, setelah sekitar 6 bulan pagar tersebut ada di laut, tak ada tindakan apapun dari KKP. Pemerintah daerah mulai dari Kepala Desa, Camat, Bupati Tangerang hingģa Gubernur Banten tak ada yang perduli dengan keberadaan pagar laut tersebut. DPRD Kabupaten Tangerang maupun DPRD Banten juga diam seribu basa.

Baru setelah pagar tersebut viral dan diberitakan banyak media, akhirnya KKP pun bertindak. Lalu, apakah saat itu KKP langsung membongkar pagar? Oh, no, no saudara. Saat itu KKP hanya menyegel pagar. Selain itu, menteri KKP memberi waktu 20 hari kepada pemilik pagar untuk membongkar pagar tersebut. KKP juga berjanji untuk menyelidiki siapa pemilik pagar.

Pagar laut sepanjang 30,16 km yang menghebohkan itu. foto ist.

Jika dalam 20 hari pemiliķ tidak juga membongkar pagar, barulah KKP akan membongkarnya. Padahal apa susahnya KKP menyelidiki siapa pemilik pagar. Bukankah menteri bisa berkoordinasi dengan berbagai instansi untuk mengetahui masalah sederhana itu.

Masalah yang berkepanjangan itu akhirnya sampai ke tangan Presiden Prabowo. Presiden pun langsung memetintahkan KKP untuk mrmbongkar pagar. Tapi rupanya perintah prediden tak cukup untuk menggeraķkan pak mentèri. Lalu Presiden pun memerintahkan Panglima TNI untuk melakukan pembongkaran.

Sekali lagi, masalah sederhana ini harus menggerakan presiden untuk bertindak. Padahal Kabinet saat ini dilengkapi banyak menteri, jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan kabinet sebelum ini. Mengapa pula masalah remeh-temeh ini harus ditangani Panglima TNI?

Tapi singkat cerita, Panglima TNI pun langsung memerintahkan Kepala TNI AL untu mengeksekusi perintah presiden.. Bayangkan, presiden harus turun tangan dan meminta Pangljma TNi untuk menyelesaikan masalah yang sebenarnya remeh-temeh.

Namun, baru sehari pembongkaran dilakukan, Menteri KKP minta TNI Al menghentikan pembongkaran. Alasannya, KKP memerlukan semua pagar untyk dijadikan barang bukti saat masalahnya tibawa ke ranah hukum.

Entah apa yang terjadi di balik layar. Yang jelas, dua hari setelah menteri KKP meminta pembongkaran dihentikan, akhirnya berbagai pihak sepakat untuk membongkar pagar.

Upaya membongkar pagar yang memerlukan SDM, alat, dan dana yang ekstea besar itu tak perlu dilakukan jika masing pihak menjalanksn tugas dengan baik. – Jika KKP melakukan pengawasan sejak awal, pasti KKP bisa segera mengetahui siapa pemilik pagar tersebut.

Dengan begitu, KKP pun bisa segera meminta pemilik pagar untuk membongkrnya sendiri dengan dana dan SDM yang lebih simple. Tokh akhirnya Menteri ATR/Kepala BPN mengakui sebagai pihak yang mengeluarkan sertifikat HGB di daerah yang dipagari.

Maka, betapa lucunya, masalah sepele itu harus dihadapi seolah kita menghadapi peristiwa besar atau pertempuran. Semoga hal inj jadi pelajaran bagi pemerintah. Negara sebesar ini mestinya malu karena bisa “dikerjain” dua-tiga pengusaha.*

Kita ternyata harus belajar dari peristiwa kecil agar bangsa ini benar-benar jadi bangsa besar.**

SEIDE

About Admin SEIDE

Seide.id adalah web portal media yang menampilkan karya para jurnalis, kolumnis dan penulis senior. Redaksi Seide.id tunduk pada UU No. 40 / 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Opini yang tersaji di Seide.id merupakan tanggung jawab masing masing penulis.