Tersebutlah seorang yang kaya raya berlimpah harta. Ia merasa hidupnya hampa dan menderita. Ia lalu mendatangi guru bijak, dan mohon diberikan rahasia hidup bahagia.
“Undanglah orang-orang kaya, relasi bisnis, atau para tetangga ke pestamu. Di hari yang berbeda, undanglah pula ke pestamu, orang miskin, yatim piatu, atau orang cacat. Apa yang kau peroleh dari perilaku mereka, lalu datanglah ke sini lagi.”
Ia menuruti saran guru bijak itu. Ia memanggil orang kepercayaannya untuk menyiapkan pesta.
Seusai mengadakan pesta di dua acara itu, ia menemui orang bijak itu kembali.
“Mengundang ke pesta orang kaya dan orang miskin itu jauh berbeda, ibarat bumi dan langit,” katanya memulai sambil memandang guru bijak itu.
Bagi orang kaya, relasi bisnis, atau sahabatnya pesta semacam itu hal yang biasa. Sehingga dipastikan, pesta itu ramai dan meriah.
Berbeda sekali dengan orang miskin, yatim piatu, atau orang cacat. Pesta seperti itu membuat mereka jadi minder, canggung, takjub, dan bagai mimpi. Mereka dimanja dan dilayani bak orang terhormat.
Dalam soal makan, orang kaya itu menyisakan banyak makanan dan cenderung berantakan.
Sebaliknya orang miskin cenderung lebih tertib, mengantri, dan hati-hati menjaga perasaan tuan rumah. Dan di piring, mereka tidak menyisakan makanan.
“Yang membuat saya terharu adalah sikap hormat mereka yang merasa dimanusiawikan. Dari sorot mata itu saya melihat kebahagiaan mereka,” jelasnya lirih sekali sambil menahan emosi agar air matanya tidak mengembang.
“Ada lagi?” tanya guru bijak sambil mengamati lelaki kaya itu yang diam mengusap air mata. “Karena orang kaya itu bakal ganti mengundangmu, sehingga kau mendapatkan balasannya. Sebaliknya orang miskin, yatim piatu, dan orang cacat itu tidak mempunyai apa-apa untuk membalas kebaikan padamu.”
“Kelekatan kita pada harta, tahta, atau hal keduniawian membuat kita sering lupa diri, hingga menjauhi Allah. Kita jadi sombong, bahwa semua hasil yang kita capai ini, karena usaha dan perjuangan kita. Padahal semua ini anugerah Allah.”
“Jika kau ingin bahagia, milikilah jiwa yang murah hati…”
Lelaki itu menggigit bibir. Jauh di langit sana, ia melihat lautan mata yang menatapnya penuh harapan. Dan ia tahu apa yang harus dilakukan agar hidupnya bahagia.
Foto : Pexels/Pixabay