Orang Kaya Beli Apa

Orang Kaya Beli Apa


Penulis WARDJITO SOEHARSO foto Market Watch

Kalau anda jadi orang kaya, anda ingin beli apa? Saya yakin anda pasti ingin beli rumah mewah, mobil mewah, tanah yang luas, emas berlian permata mutu manikam, dan seabreg barang mewah dan mahal lainnya. Mengapa anda ingin membeli semua barang-barang itu? Jawabnya sederhana: karena anda punya uang. Dengan uang anda bisa memperoleh segalanya. Dengan uang dunia seisinya ini bisa anda beli.

Jadilah hidup kita ini sangat konsumtif. Gatal rasanya tangan kalau sudah pegang uang. Sementara rayuan iklan juga begitu merangsang selera. Di rumah, televisi membombardir keluarga dengan iklan 24 jam penuh. Begitu kita keluar rumah, di sepanjang jalan kita juga disodori pemandangan yang sama: iklan, yang merayu kita untuk membeli, membeli, dan terus membeli. Hidup kita sudah dikepung dengan rayuan iklan yang sangat massif, di mana pun dan kapan pun kita berada.

Gaya Hidup Mewah Mewabah

Martabat dan wibawa orang sekarang dilihat dari materi yang dimiliki. Gaya hidup mewah sudah menjadi wabah. Orang berlomba mengejar yang serba “wah” untuk mendapatkan sanjungan dan kehormatan. Untuk itu semua, orang rela berbuat apa saja. Boleh jadi, itulah alasan banyak orang lalu memburu uang dengan berbagai cara, termasuk cara illegal sekalipun, seperti mencuri, merampok, atau korupsi. Yang penting uang didapat, dan dengan uang itu orang bisa memanjakan nafsu membeli sepuas-puasnya.

Ya, nafsu membeli memang sudah melilit kita semua. Apalagi punya uang, lha wong tidak punya uang saja orang tetap ingin memanjakan nafsu membeli. Lihat saja, perusahaan leasing terus saja gila-gilaan merayu orang untuk membeli barang dengan fasilitas kredit yang sangat mudah. Beli rumah, mobil, motor, televisi, sampai handphone, bisa dilakukan dengan cara kredit dengan jangka waktu angsur yang panjang. Orang jadi tidak berpikir logis tentang bunga yang tinggi mencekik, yang penting barang bisa dibawa pulang. Soal angsuran berbunga tinggi? Ah, kumaha engke wae!

Dari berbagai kasus korupsi yang sudah berhasil diungkap, ternyata para koruptor itu juga memiliki nafsu membeli yang luar biasa. Dari uang hasil korupsi, mereka membeli rumah mewah, mobil mewah, tanah yang luas, dan barang-barang mewah lainnya. Ini membuktikan bahwa para koruptor juga sangat memanjakan nafsu membeli. Mereka tidak peduli, walau profil profesi jadi tidak sesuai dengan gaya hidup, pegawai negeri dengan gaji kecil kok bisa hidup dengan mewah berkelimpahan. Toh, tidak ada yang mempersoalkannya.

Transaksi Pembelian

Nah, dari nafsu membeli kita itu mestinya negara bisa melacak tindak kejahatan, termasuk korupsi. Selama ini, yang dipakai alat penelusur hanya aliran dana bank melalui rekening dan transaksinya. Dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memantau pergerakan aliran dana dari rekening bank, para koruptor itu akhirnya jatuh terjegal, dan terperangkap dalam jerat hukum. Mestinya, negara bisa memantau atau menyelidiki transaksi pembelian dengan besaran tertentu. Misalnya, transaksi pembelian 100 juta ke atas harus dilaporkan ke negara.

Jadi, siapa pun yang melakukan transaksi pembelian barang atau jasa seharga 100 juta ke atas, pihak penjual wajib meminta, mencatat identitas pembeli, dan melaporkan transaksi pembelian itu kepada negara melalui sebuah sistem yang dirancang khusus.. Maka, kalau ada pejabat negara dan pejabat birokrasi mampu membeli rumah, mobil, tanah, berharga ratusan juta rupiah, misalnya, akan masuk dalam laporan transaksi pembelian. Walaupun pembelian dilakukan secara kredit, laporan transaksi pembelian itu harus tetap ada, lengkap dengan model, besaran, dan jangka waktu angsuran. Dari sana bisa dilihat profil statusnya sebagai pegawai negeri dengan golongan pangkat dan jabatan apa, wajar atau tidak yang bersangkutan mampu membeli barang-barang seharga sekian, dengan besaran cicilan sekian per bulan, dan seterusnya.

Pembelian Dilaporkan Melalui Sistem

Kalau sistem seperti ini bisa dipakai, negara akan mudah melacak siapa saja yang membelanjakan uangnya dalam jumlah besar. Tinggal mencocokkan saja, apakah penghasilan si pembeli mendukung kemampuan daya belinya? Kalau memang iya, tidak masalah, tapi kalau tidak, perlu dipersoalkan dari mana si pembeli mendapatkan uangnya.

Dengan pemberlakuan sistem ini, setiap gerak orang kaya tidak lepas dari pengamatan negara. Bagaimana mereka memperoleh uang dan bagaimana mereka membelanjakan uang, diketahui oleh negara. Bila mereka memang jujur dalam memperoleh dan membelanjakan uang, tentunya mereka juga tidak akan mempersoalkan.

Saya bukan ahli ekonomi atau teknologi informasi, jadi tidak tahu bagaimana mekanisme untuk menjalankan sistem seperti ini. Tapi saya berkeyakinan, where there is a will, there is a way, di mana ada kemauan, pasti ada jalan. Teknologi saat ini sudah memungkinkan unruk membuat sistem pelacakan transaksi pembelian dan penjualan. Setiap pembelian harus dilaporkan ke dalam sistem, sehingga siapa pun yang membelanjakan uangnya dalam jumlah tertentu, otomatis akan masuk ke dalam sistem. Kalau negara mau, pasti bisa. Ini bisa jadi salah satu alternatif untuk mengurangi korupsi. Siapa tahu, dengan cara ini, negara jadi lebih mudah melacak dan menangkap pelaku korupsi. Nyatanya, dengan sistem yang ada sekarang ini, pemberantasan korupsi seolah tidak berarti.

BACA LAINNYA

Perang Tidak Menghentikan Bisnis Kripto

Bedanya Orang Kaya dan Orang Tidak Kaya

Bisnis Model dan Ekosistem

Uang Kripto Penting Untuk Masa Kini dan Masa Depan

SEIDE

About Admin SEIDE

Seide.id adalah web portal media yang menampilkan karya para jurnalis, kolumnis dan penulis senior. Redaksi Seide.id tunduk pada UU No. 40 / 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Opini yang tersaji di Seide.id merupakan tanggung jawab masing masing penulis.