Kayaking, Rok Karet, dan Kolam Pertamina (4)

Heryus Saputro - Sekolah Kayak

Kiri atas : Lody Korua menjelang rock ‘n roll . Kanan bawah, penulis, peserta tertua Sekolah Dasar Kayaking. Kanan atas dan Kiri bawah : Pusat Pelatihan Kayak di hulu Cisadane, Bogor . Foto koleksi Heryus Saputro Samhudi.

Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI

KAYAKING atau aktivitas menunggang kayak selalu mengingatkan saya saat jadi murid tertua sekolah kayak yang pernah digelar Lody Korua, aktivis multitalenta pencinta alam Indonesia, dan seorang pendiri Arus Liar yang bergerak di bidang jasa wisata arung jeram. Bersama antara lain (almarhum) Abdul Halim bin Jackstadt, Lody menggelar Sekolah Dasar Menunggang Kayak tahun 2012.

Abdul Halim bin Jackstadt adalah mualaf bernama asli George Jackstad, bioloog sekaligus pegiat outdoor activity kelahiran Jerman 6 Februari 1963, yang sejak lama bekerja di Indonesia, menikah dengan wanita jurnalis Indonesia dan tinggal di Sumatera Utara. Halim merupakan ‘dosen utama’ Sekolah Dasar Menunggang Kayak 2012 yang diikuti seratus orang peserta dari seluruh Indonesia.

Sekolah lima hari dengan 8 jam belajar itu digelar di Sungai Citarik di Sukabumi – Jawa Barat, setelah sebelumnya  (teaori dan pengenalan) di kolam renang Pertamina di Jalan Martimbang, Simprug, Kebayoyan Baru Jakarta Selatan yang memang kerap jadi lokasi pelatihan berkait aktivitas di air, semisal pelatihan untuk para pilot dan pramugari berbagai perusahaan penerbangan Indonesia.

Dari sekolah itu saya faham bahwa kayak adalah perahu kecil bertenaga manusia, dengan bagian depan dan belakang tertutup, menyisakan lubang seukuran tubuh. Desain tertutup ini bertujuan untuk mencegah air masuk ke dalam perahu. Kayak dilengkapi dayung berkepala tunggal atau ganda. Umumnya dibuat untuk satu pengendara, tapi ada yang didesain untuk menampung dua orang.

Awalnya kayak dibikin dari kayu berpenutup kulit hewan yang direntangkan hingga menutupi bahan kayu. Semula digunakan suku Ainu, Inuit, Aleut dan Eskimo untuk berburu, memancing, dan moda transportasi. Ukurannya yang kecil, lincah, mudah dikendalikan, dan cepat, menjadikan kayak wahana buru efektif, yang juga berfungsi sebagai pengintai atau menyelinap di sekitar hewan air di garis pantai.

Buruan yang biasa didapat dengan mengayuh kayak adalah karibu, anjing laut, paus, dan mamalia laut lainnya. Kini, kayak digunakan secara luas oleh masyarakat dan material yang digunakan pun makin beragam, sesuai kegunaannya yang makin bervariasi. Masyarakat modern menggunakan kayak untuk banyak keperluan, termasuk berolahraga dan kendaraan militer.

Selama 2 hari di kolam renang milik Pertamina itu, Abdul Halim dan mentor lainnya memperkenalkan semua seluk-beluk olahraga kayak, nama dan guna tiap alat pelengkap, fungsi dan praktek kerjanya di air, termasuk juga bahwa ternyata di perairan tertentu dengan jenis kayak tertentu, seorang pekayak wajib mengenakan sebentuk rok dari bahan lateks, yang dikenal sebagai kayak spray skirt. ***

SEIDE 27/09/2021 PK 18:52 WIB

Avatar photo

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.