Kebun Raya dan Nasib Penghuninya

Kebun Raya Bogor

OLEH RAMADHAN SYUKUR

SEKITAR tahun 1986, waktu masih mahasiswa, gue dan teman-teman kayak orang ngidam tiba-tiba pingin berangkat ke Baduy. Padahal belum ada satu pun yang pengalaman ke sana. Alhasil, pagi kepikiran, siang siap-siap, sore langsung angkat kaki. Dan jelang magrib sampailah kami di Baduy Luar. Istirahat di rumah kenalan yang direkomendasikan bisa jadi pemandu jalan.

Dasar petualang yang gak mau kebanyakan mikir begini begitu, akhirnya kami memutuskan melakukan perjalanan malam. Gak masalah jam berapa pun, pokoknya sampai di Baduy Dalam.

Karena kami jalan berdelapan, perjalanan malam itu jauh dari rasa takut. Padahal gak ada penerangan di sepanjang jalan terjal mendaki dan menurun. Gelap. Kecuali langit dengan bintang gemintangnya.

Saat itulah gue merasakan asyiknya berjalan tengah malam dalam kegelapan melintas hutan. Kita bisa mendengar suara-suara serangga dan binatang malam seperti jangkrik, cacing tanah, cicada dan yang paling berisik suara tonggeret.

Kalau dibuat perjalanan wisata malam dari Baduy Luar ke Baduy Dalam, kayaknya menarik. Tapi dengan tanpa penerangan kecuali senter masing-masing di tangan dan cahaya di langit.

Dan bersyukur kalau bisa melihat kunang-kunang meski gak sedahsyat kunang-kunang sinkronus mempesona di Great Smoky Mountain di Amrik, selama musim kawin

Atau semacam wisata glow in the dark Gua Waitomo di Selandia Baru dengan ribuan cacing bercahaya di dalam gua. Atau Emas National Park di Brasil dengan ribuan larva kumbang bioluminescent yang menyala di malam hari.

Yang jelas bukan seperti wisata Glow in the dark yang digagas di Kebun Raya Bogor. Kebun tempat gue mencari udara segar dan pemandangan alami kalau lagi bosen nunggu Rumah Kebun di Kemang Bogor. Gak sampai setengah jam sampai di sana. Abis itu lompat ke Surken.

Konon katanya Glow merupakan wisata malam Kebun Raya Bogor yang dikemas dalam bentuk cerita fiksi tentang flora dan fauna dengan suasana gemerlap dari instalasi lampu dan proyeksi visual yang ditata sedemikian rupa. Lalu biar keren katanya, diiringi suara musik dan narasi cerita sebagai rangkaian perjalanan yang akan dinikmati pengunjung.

Tapi pernahkah terpikir di benak pengelola yang pasti berorientasi murni bisnis bahwa wisata tiruan glow in the dark alam palsu itu sangat mengganggu binatang malam (nocturnal). Mengganggu istirahat burung-burung dan rusa yang ada di situ. Dan bisa jadi kelak burung liar dan serangga yang hidup di situ pergi dan menghilang entah ke mana. Diganti suara-suara palsu.

Yang jelas, gue termasuk salah seorang yang gak setuju dengan wisata glow in the dark. Lagian Kebun Raya Bogor itu sebetulnya kan bukan kawasan rekreasi, tapi kawasan konservasi tumbuhan, penelitian, pendidikan, wisata ilmiah, dan jasa lingkungan.

Kalau ngotot mau bikin wisata malam juga kenapa gak mencoba menikmati keliling Kebun Raya tengah malam dengan lampu penerangan sebagaimana adanya selama ini. Pasti lebih nyaman dibanding perjalanan malam konyol gue di Baduy. Nikmati heningnya.

Apalagi kalau cafe Kebun Raya juga buka tengah malam. Silakan deh nongkrong ngopi-ngopi sampai pagi sambil menunggu matahari terbit bersama kicau burung-burung. Siapa tahu beruntung bisa lihat Jokowi sedang olahraga pagi.

TULISAN MENARIK LAIN :Heboh Wisata GLOW Kebun Raya Bogor (1)

Kebun Raya Bogor: Dari Samida untuk Dunia (3)

Ketika Para Penulis Belajar Kudeta Gaya Poitisi

Ramadhan Syukur

Avatar photo

About Ramadhan Syukur

Mantan Pemimpin Redaksi Majalah HotGame, dan K-Pop Tac, Penulis Skenario, Pelukis dan menekuni tanaman