Oleh MAS SOEGENG
Ada cerita tentang seorangtua di masa hidupnya, dahulu kala, dan seorang tua misterius masa kini yang bikin semua orang terbelalak. Kisah ini diceritakan dari dulu sampai sekarang. Saya akan mulai dengan sebuah keluarga yang penuh keinginan yang terdiri dari ayah, ibu dan beberapa anak dimanja.
Waktu sang ayah pengin memelihara sapi, sang ayah yang waktu itu memiliki kekuasaan bagai seorang raja, mengungsikan penduduk di 5 desa seluas 751 hektar di Jawa Barat untuk dijadikan peternakan sapi. itu terjadi pada 1973. Harapan yang segera terwujud ini mengilhami si bungsu untuk memiliki sebuah resort seluas 650 hektar di Bali sehingga penduduk terpaksa diungsikan dari tanah mereka.
Lalu datanglah anak tertua, yang tak pernah bisnis, tapi pengin punya usaha yang tak usah kerja keras, namun uangnya banyak. Tahun 1988, Departemen Sosial kemudian membuka sebuah judi yang disyahkan negara yang penanganannya dilakukan oleh perusahaan si sulung.
Putra kedua iri dan meminta agar gula yang saat itu ditangani Bulog harus melewati dirinya. Hanya dengan stempel, maka komisi mengalir terus tiada henti.
Begitulah sebuah keinginan yang segera terwujud karena niat yang menggebu dan penuh rekayasa. Pengin tol, besoknya dikasih. Kalau mau bisnis pakai modal, tinggal ke bank yang diinginkan. Jika Dirut menolak, habis sudah karir sang dirut. Mau telpon, diberikannya Telkom dengan dalih privatisasi. Andai kakak beradik pengin hal yang sama, misalnya televisi, atau merek mobil, harus pakai berantem terlebih dulu di keluarga itu. Seru pokoknya. Sebab keinginan yang sama selalu menimbulkan gejolak.
Semua keinginan itu terkabul karena sang ayah memiliki kekuasaan yang didukung oleh gerombolan anak buah yang juga punya keinginan serupa.
Tapi seorang Akidi Tio, yang tak banyak dikenal – bahkan google kesulitan mencari profil dan foto besarnya – juga punya keinginan. Sejak dulu ia memang diketahu sering menyumbang ke masyarakat Sumatera Selatan, dengan diam-diam. Namun ketika meninggalpun, ia masih punya keinginan yang sama. Bersama ke 7 anaknya, mereka lalu menyumbangkan harta mereka senilai Rp 2 triliun untuk menanggulangan penyakit covid.
Ini adalah sumbangan terbesar, bahkan mungkin donasi terbanyak yang diberikan seseorang atau sekeluarga kepada orang lain.
Semua media sudah terlanjur memberitakan. Bersyukur dan berterimakasih jika donasi ini kemudian menjadi kenyataan dan bermanfaat bagi banyak orang. Jika pun prosesnya berbelit atau bahkan, jumlahnya tidak seperti yang diberitakan, inipun tetap disyukuri bahwa masih ada orang yang ikhlas memberikan yang ia punya. Baik bisa terwujud maupun baru niat atau keinginan.
Setidaknya, keinginan itu tidak mengorbankan orang lain seperti kisah keluarga di atas. Keluarga Akidi Tio yang low profile layak ditiru perbuatan amalnya…..