Jaringan Advokasi untuk Keberagaman Yogyakarta menagih komitmen Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwoana X agar semua warga mematuhi amanat konstitusi tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan di DIY, menolak segala bentuk tindakan intoleransi yang terjadi di DIY serta mendesak seluruh stakeholder di DIY agar memberikan ruang aman bagi seluruh masyarakat DIY, khususnya masyarakat rentan dan minoritas.
Seide. id – Imbauan Kapolres Kulon Progo AKBP Muharomah Fajarini terkait penutupan patung Bunda Maria dengan kain terpal biru, agar masyarakat tidak terprovokasi, justru memicu kecurigaan para pengamat kebebasan beragama.
Jaringan Advokasi Kebebasan Beragama DIY menilai ada kejanggalan dalam pernyataan sikap Kapolres Kulonprogo setelah kasus tersebut viral, melansir laporan HarianJogya.Com
Koordinator konsolidasi, Muhammad Rohman menilai adanya kejanggalan dalam pernyataan yang dikeluarkan Kapolres Kulonprogo setelah kasus tersebut viral.
“Melalui laman instagram Polres Kulonprogo, Kapolres Kulonprogo menganulir laporan kegiatan yang dibuat oleh Kapolsek Lendah dengan membangun narasi (penutupan patung) merupakan kegiatan internal rumah doa. Kami menilai ada kejanggalan dan kontradiksi dengan isi laporan kegiatan Kapolsek Lendah, jika benar itu merupakan kegiatan internal rumah doa, kenapa kepolisian hadir di lokasi,” kata dia, Jumat (24/3/2023).
Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Kebebasan Beragama DIY menyelenggarakan konsolidasi di Pendopo Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) pada Jumat itu.
Adanya pernyataan bahwa penutupan patung tersebut atas inisiasi dari pemilik rumah doa, dirasa janggal pula. Kehadiran polisi dalam peristiwa tersebut, serta adanya laporan Polsek Lendah ke Polres Kulonprogo pun dirasa janggal.
“Dari kasus tersebut, sangat nyata bahwa negara melalui lembaga dan aparatur negara, dalam hal ini Gubernur DIY selaku kepala daerah beserta aparat penegak hukum, kepolisian, tidak menghormati dan mengupayakan perlindungan kepada pengelola rumah doa Sasana Adhi Rasa Santo Yakobus,” ujarnya.
Rohman menilai yang dilakukan Kepolisian Sektor Lendah justru mengarah pada pembiaran atas tindakan penutupan patung Bunda Maria.
Menurutnya, kepolisian seharusnya memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13 UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI.
Atas tindakan tersebut massa Jaringan Advokasi untuk Keberagaman Yogyakarta melalui rilis menyatakan menolak dengan tegas segala bentuk tindakan intoleransi yang terjadi di DIY.
Kemudian mendesak seluruh stakeholder di DIY agar menjaga dan memberikan ruang aman bagi seluruh masyarakat DIY, khususnya masyarakat rentan dan minoritas.
Kemudian, juga mendesak Kepolisian Polres Kulonprogo bertindak presisi, sesuai amanat Kapolri berkaitan dengan kasus penutupan patung Bunda Maria di Rumah Doa Sasana Adhi Rasa Santo Yakobus, Kulonprogo. Selanjutnya, meminta Kapolres Kulonprogo agar membuka informasi dan fakta lapangan terkait kasus tersebut dengan jelas.
Selanjutnya, Menagih Komitmen Gubernur DIY