Keluyuran ke Viet Nam , “Pho-Ho-Dong”

Dalam dialeg Sunda, poho dong berarti lupa atuuuh. Tapi orang Viet Nam tak mungkin lupa kepada 3 hal itu: Pho, Ho dan Dong. Karena ke 3 hal itu ‘harus dan pasti’ selalu berada di sekitar mereka.

Pho adalah makanan orang Viet Nam sehari-hari. Tiada bosan-bosannya mereka makan Pho. Pho terdapat di mana-mana. Dari restoran mewah sampai gerobak-gerobak di sudut-sudut jalan. Pho dikonsumsi setiap hari. Sarapan, makan siang dan makan malam. Mungkin seperti kita mungkonsumsi nasi.

Pho, mirip soto. Umumnya disajikan dalam mangkok besar. Berkuah kaldu gurih, tapi tak terlalu pekat. Tepungnya bisa bihun, mie (lembarannya lebih besar drpd bihun) putih atau kwe tiauw. Irisan daging yang membuatnya gurih, bisa daging sapi, ayam, babi, ikan, cumi, kerang atau kepiting. Lalu ditaburi irisan bawang daun dan irisan daun seledri. Biasanya disajikan bersama-sama sayuran lain semisal: toge, daun ketumbar dan dedaunan lain-aku tak tahu apa namanya -beraroma tajam dan khas. Jika ingin pedas tersedia bubuk cabe kering dan minyak wijen. Pho, lebih assooy jika disantap dalam keadaan panas.

Ho, adalah Ho Chi Minh. Sebuah nama yang tak mungkin dilupakan oleh orang Viet Nam. ‘Paman Ho’ adalah pemersatu Viet Nam utara dan selatan.
Lahir pada 19 Mei 1890, Ho berumur panjang. Dia wafat pada usia 79 tahun di bulan September.
Ho adalah seorang tokoh revolusi dan negarawan. Dia pernah menjadi Perdana Menteri dan menjadi Presiden Viet Nam utara pada 1954-1969. Ho dianggap politisi yang paling berpengaruh di Asia pada abad ke 20.

‘Namanya banyak’. Ketika masih muda, dia dikenal bernama: Nguyen Sin Chung (Nguyen adalah nama yang sangat khas Viet Nam, mungkin hampir sama dgn Udin atau Joko di sini). Selain itu dia juga dikenal dengan nama: Nguyen Tat Thanh dan Nguyen Ai Quoc dan Ly Thuy Quang. Rakyat Viet Nam menyebutnya: Bac Ho yang berarti Paman Ho. Ho Chi Minh artinya: Dia yang Menerangi.

Ayahnya adalah staf kekaisaran yang dipecat karena sangat bersikap kritis ketika Indocina (Kamboja, Laos dan Viet Nam) menjadi koloni Prancis. Ibunya meninggal ketika melahirkan anak ke 4.

Ho mengalami pendidikan dasar di kampung halamannya. Ho remaja lalu merantau ke kota Hue untuk masuk ke Universitas bernama Franco-Viet Namese Academy, tapi tak sampai selesai, dia sudah ‘kebelet’ kerja menjadi guru di kota Phan Thiet.
Sejak itu kerjanya berpindah-pindah. Sampai akhirnya Ho muda merantau ke Saigon, bekerja sebagai juru masak di kapal pesiar berbendera Prancis.
Kesempatan berkeliling ke Prancis, berbagai kota di Eropa, Afrika dan agak lama menetap di London, semakin membuka wawasan, sikap kritis dan revolusionernya sebagai lelaki dewasa.

Kembali ke Prancis, Ho ‘mongompori’ teman-temannya untuk ‘pulang kampung’ ke Viet Nam. Dia mengajak seluruh bangsa Viet Nam, menuntut Prancis untuk segera mengakhiri koloni di Indocina terutama Viet Nam.
Ho membuat petisi yang disampaikan dalam Versailles Peace Converence. Meski secara resmi (tentusaja) tidak diakui oleh Prancis, tapi itu adalah awal dari pergerakan yang memicu kemerdakaan bangsa Viet Nam.

Kehidupan pribadi Ho sangat sedikit diketahui rakyatnya. Ada yang bilang dia tidak menikah. Ada yang menyebut dia pernah menikah dgn seorang perawat. Tapi ada juga yang diam-diam berbisik bahwa banyak sekali perempuan di sekitar paman Ho, entah dinikahi atau tidak…

Sebelum becerita lebih jauh tentang Dong, aku ingat pernah menonton tayangan Natgeo di tv. Tayangan itu bercerita tentang reporter Inggris yang menyusuri negara-negara di seluruh dunia yang tepat berada pd garis katulistiwa. Suatu ketika, sang reporter berada di salah-satu negara miskin di Afrika. Ketika menukarkan uang, dia tertawa-tawa. Karena dengan ‘hanya’ menukarkan uang tak lebih dari 400 dolar Amerika dia bisa membawa uang kertas hampir satu tas penuh, karena begitu rendahnya nilai mata uang di negara Afrika miskin itu.

Aku tak begitu memahami, bagaimana cara mengukurnya. Apakah nilai uang lebih rendah suatu negara dibanding negara lain, maka otomatis harga-harga menjadi lebih murah? Karena, mata uang Vietnam lebih rendah dari mata uang rupiah. Perbandingannya kira-kira 3 berbanding 4, atau 40rb Dong sama dgn 30rb rupiah. Tapi yang kurasakan ketika makan atau jajan yaa, sama saja. Atau mungkin biaya hidup di kota besar di seluruh dunia sama saja, mahal..?

Beberapa waktu lalu, kita masih menjumpai ATM yang mengeluarkan uang pecahan 10rb dan 20rb rupiah. Sekarang sudah tak ada rasanya. Jadi bank pun sudah ‘memaksa’ kita jika mengambil uang, ambilah paling sedikit 50rb rupiah, bahkan ada ATM yang cuma menyediakan pecahan 100rb rupiah.

Apakah semakin besar angka pecahan yang dicetak oleh suatu negara berarti semakin kecil nilai uang negara itu, entahlah. Yang jelas, pecahan mata uang terbesar kita adalah 100rb rupiah, sementara Viet Nam.. pecahan terbesar yang beredar adalah 500rb Dong. Padahal mereka ‘masih mencetak’ pecahan 1rb (baca seribu) Dong, yang notabene tak ada lagi barang seharga itu.

Akan halnya paman Ho dan Dong, itu adalah 2 hal yang tak mungkin dipisahkan. Karena wajah Ho Chi Min terpampang di kertas alat pembayaran resmi bangsa Viet Nam yang bernama Dong…

(Aries Tanjung)