KEN AROK, KUTUKAN KERIS MPU GANDRING

Setelah Prabu Kertajaya penguasa kerajaan Kediri terguling (1194-1222 M), Ken Arok mengambil alih semua wilayah kuasa kerajaan Kediri. Tumapel yang beribukota di Singosari menjadi sentral pemerintahan. Ken Arok dengan gelar Sri Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi berpemaisuri Ken Dedes Dyah Ayu Sri Maharatu Mahadewi, akhirnya menjadi pengendali kerajaan. Pemerintahan yang didukung oleh para Brahmana memulai kiprahnya. Demikian yang terpetik dari versi buku Pararaton, bahwa Ken Arok berkuasa pada 1222 – 1247 M, setara dengan pemerintahan Presiden Soekarno atau jauh dibawah lamanya 32 tahun Presiden Soeharto berkuasa.

Dalam buku Pararaton hanya tercatat nama Ken Dedes, Ken Arok, maupun Tunggul Ametung, selebihnya dalam buku Negarakertagama sama sekali tidak tertera nama nama tersebut. Tetapi hingga kini tafsiran Pararaton dan Negarakertagama masih dijadikan rujukan utama untuk mengurai sejarah Kerajaan Singasari dan Majapahit. Menilik dari berbagai sumber baik dari Slamet Muljana dalam bukunya “Menuju Puncak Kemegahan” juga buku “Babad Pasek” karya I Gusti Bagus Sugriwa, asal usul Ken Dedes adalah anak dari Mpu Purwanatha seorang Brahmana yang tinggal di desa Panawijen (sekitar kota Malang) wilayah ke-akuwu-an Tumapel. Kecantikan Ken Dedes begitu kesohor sampai didengar oleh Tunggul Ametung penguasa Tumapel. Konon, dengan rekadaya tanpa persetujuan sang ayah, Ken Dedes diambil paksa Tunggul Ametung sebagai istri. Mpu Purwanatha murka akan kelakuan Tunggul Ametung, hingga kutukannya menjadi pelengkap kutukan keris Mpu Gandring pada Ken Arok. Seperti terkutip dari Pararaton karya Slamet Muljana melalui buku Menuju Puncak Kemegahan, “barangsiapa yang telah menculik putrinya, kelak akan mati karena tikaman keris,” kutuk Mpu Purwanatha. Tunggul Ametung pun akhirnya mati tertikam keris Mpu Gandring oleh Ken Arok.

Dalam riwayatnya, Ken Dedes dengan Tunggul Ametung menurunkan Anusapati sebagai anak tunggal. Demikian halnya perkawinan Ken Arok dengan Ken Umang istri sebelumnya (sebelum meminang Ken Dedes), memberi empat orang anak yaitu Tohjaya, Panji Sudatu, Tuan Wergola dan Dewi Rambi. Dan perkawinan Arok dengan permaisuri Dedes melahirkan empat orang keturunan Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Demikianlah diantara romantika asmara raja raja kala itu.

Entah karena manjurnya kutukan, atau karena sebab lain seperti intrik perebutan kekuasaan dan sebagainya. Pemerintahan Singosari mengalami berbagai tragedi yang memilukan. Ken Arok ditikam keris Mpu Gandring oleh orang kepercayaan suruhan Anusapati, setelah ia mendengar hal ihwal sebab kematian Tunggul Ametung ayahnya. Setelah berhasil membunuh Ken Arok, siasat selanjutnya Anusapati lantas membunuh orang suruhannnya untuk mengaburkan jejak. Anusapati naik tahta menjadi Raja Singasari. Hanya sekitar dua tahun ia menjadi raja tahun 1247 sampai 1249 M. Dan pada tahun itu juga Tohjaya, yang merupakan anak pertama Ken Arok dengan Ken Umang, menaruh dendam yang sangat, setelah mendengar hembus kabar ihwal kematian ayahnya. Konon, perencanaan pembunuhan yang sangat cerdik serta licik dengan memanfaatkan kesenangan Anusapati yakni sabung ayam. Maka dalam suatu arena sabung ayam yang sudah direncanakan, Tohjaya pun menikam Anusapati yang tengah lengah, dengan menggunakan keris Mpu Gandring kembali. Dalam Negarakertagama tak ada nama Tohjaya tertulis sebagai Raja Singasari. Kemungkinkan kekuasaannya yang sangat singkat dan diindikasikan hanya sebuah pembrontakan. Dalam Pararaton Tohjaya dicatat berkuasa selama setahun 1249 – 1250 M.

Dalam kekuasaan yang dipenuhi dengan prasangka, angkara murka dan curiga dengan sanak saudara, Tohjaya terjebak dalam suatu dilema. Segera menyuruh Senopati Lembu Ampal untuk melenyapkan para keponakan yang disinyalir akan menjadi duri dalam daging. Yang bila ada kesempatan mereka pasti akan balas dendam, merebut tahta yang sesungguhnya masih hak mereka. Lembu Ampal pun disuruh segera memulai aksinya, sasarannya adalah Ranggawuni anak dari Anusapati (note, cucu Ken Dedes dengan Tunggul Ametung) serta Mahesa Cempaka putra Mahisa Wonga Teleng (note, cucu Ken Dedes dengan Ken Arok). Namun, nasib baik belum berpihak, dalam persembunyian rahasianya, tak sengaja Lembu Ampal justru bertemu dengan Ranggawuni dan Mahisa Cempaka. Biar bagaimanapun, Ranggawuni dan Mahisa Cempaka adalah masih trah Raja, maka serta merta Lembu Ampal pun berserah, minta ampun dan berbalik mengabdi pada mereka berdua. Selanjutnya, berkat siasat Lembu Ampal menghasut segenap warga, mengadu domba antara orang-orang dengan para Mantri, Nhayaka dan Pranapraja maka terjadilah huru-hara di kerajaan, sampai Tohjaya ditemukan tewas terbunuh dalam tragedi huru hara tersebut. Ranggawuni pun naik tahta menjadi Raja Singasari yang bergelar Wisnuwardhana, menurut Pararaton memerintah hingga tahun 1268 M. Dan, memimpin singgasana Singasari bersama sama Mahisa Cempaka yang bergelar Narasingmurti.

Wisnuwardhana dan Narasingamurti adalah DWI TUNGGAL satu kerajaan, yang saling menghormati satu sama lainnya dan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Penyatuan dua keturunan antara Ken Arok dengan Tunggul Ametung, yang beristerikan Ken Dedes. Suksesi berikutnya pun tak ada lagi pembunuhan berdarah. Dimana Kertanegara anak dari Ranggawuni pun naik tahta menjadi Raja Singasari (1268 – 1292 M) dengan damai dan tentram. Dibantu oleh putra Mahisa Cempaka yaitu Dyah Lembu Tal, yang saling bekerja sama, bahu membahu. Kertanegara adalah raja terbesar yang membawa Kerajaan Singasari ke masa kejayaan, bergelar Sri Maharaja Kertanegara. Sejarah Raja Kertanegara dan eksistensi Kerajaan Singasari berakhir pada 1292 M saat pemberontakan Jayakatwang penguasa Kediri, karena dendam lama saat Raja Kertajaya Kediri dihancurkan oleh Ken Arok Singosari.

Bayangan Kutukan Trah Hemingway

Avatar photo

About Ririz Seno

Pemerhati budaya dan seni, praktisi musik, chemical engineer.