Kasihan masyarakat awam kita, masyarakat pasien kita, dibuat rancu wawasan medis, saking berseliweran informasi kesehatan dan medis yang tidak benar. Latar belakang masyarakat yang masih tidak bisa skeptik terhadap dunia mistis-magik, terhadap mitos, paranormal, menjadi bagian sikap hidup masyarakat, demikian pula sikapnya dalam berobat, dalam memilih alamat berobat. Yakin terhadap informasi medis, dan kesehatan yang salah di mata medis. Dan itu merugikan, lalu menjadi penyesalan. Perlu ada yang mengingatkan, menyadarkan, misal bahwa tidak ada yang sederhana dalam pengobatan. Pengertian makna sembuh, dan betapa rumitnya mesin tubuh manusia.
Sikap tidak skeptik terhadap informasi kesehatan dan medis yang berseliweran di media sosial, ikut menentukan nasib kesehatan pribadinya. Itu bisa berakibat yang sehat malah menjadi sakit, yang sudah sakit malah bertambah parah.
Bukan hanya awam, bahkan kalangan elitis, berpendidikan tinggi sekalipun masih terkecoh, misal oleh tawaran kursi magnet, gelang laser, dan minuman khusus untuk terapi.
Teman saya pensiuan World Bank bilang, sungguh enak jualan di Indonesia, menjual apa saja gampang laku. Bukankah ini lantaran karena mayoritas konsumen pasar medis awam kita, mudah percaya terhadap tawaran apa saja, dan itu tidak murah, untuk sesuatu yang tidak ilmiah, yang tidak masuk nalar medis, maka tidak membuahkan hasil terapi.
Tetangga saya berpendidikan S3, kalangan elit, masih percaya bawang putih harus yang tunggal, ditumbuk sekian banyak, lalu diminum untuk kebenaran ilmiah yang salah yang diyakininya. Melihat itu lalu bagaimana wawasan masyarakat awam yang literasi medisnya lebih terbatas, dan sekolahnya tidak tinggi terhadap tawaran yang tidak ilmiah di mata medis itu.
Itu maka terapi dan healing alternatif masih tumbuh subur di kita, dan stasiun TV yang menjual jasa dan alat terapi sampai hari ini masih tetap menyiarkan alternatif, walau pihak Depkes sudah sejak dulu melarangnya. Saya prihatin.
Bukan saja merugikan masyarakat secara ekonomi, apabila sikap masyarakat mengandalkan terapi yang tidak benar untuk kesembuhan penyakitnya, sebut saja misal untuk terapi kankernya. Selain sudah banyak keluar banyak uang, kankernya tidak sembuh setelah sekian lama, dan kankernya sudah memasuki stadium lebih lanjut karena gagal sembuh. Itu fakta kenapa pasien kanker kita kebanyakan terlambat datang ke dokter, atau ke RS, lantaran mampir-mampir dulu ke terapi alternatif, atau ke orang pinter.
Sekali lagi, tidak ada yang sederhana dalam pengobatan. Kalau ada yang menawarkan pengobatan yang dunia kedokteran sendiri belum menemukan obatnya, barang tentu pengobatan yang mengklim bisa menyembuhkan itu berhak mendapat Hadian Nobel. Nyatanya kan tidak, dan tidak ada tuntutan hukum dari masyarakat untuk hasil yang tidak seperti berbunyi dalam klimnya. ‘
Masyarakat perlu lebih skeptik untuk banyak tawaran yang di Indonesia begitu bebas dipasarkan. Kursi magnet dari Jepang lebih 10 tahun lalu dipasarkan seharga lebih Rp 30 juta dengan klim bisa menyembuhkan segala penyakit, sudah banyak yang membeli, dan terkecoh karena hasilnya tidak sebagaimana diklim, kustomer kita tidak menuntutnya. Logika medisnya tidak mungkin ada obat atau cara pengobatan yang bisa mengobati segala penyakit. Setiap penyakit punya mekanisme timbulnya masing-masing. Setiap mekanisme kejadian penyakit perlu obat atau cara khusus untuk menyembuhkannya.
Semua pengobatan medis perlu punya dasar ilmiah. Punya bukti ilmiah. Itu sajapun belum cukup sekalipun ada bukti ilmiah, namun tidak aman untuk tubuh manusia. Perlu restu BPOM, selain mengacu pada FDA, BPOM Amerika Serikat yang berwibawa untuk diacu. Maka perlu sekurangnya ada sertifikat FDA untuk apapun yang ditawarkan kepada masyarakat, membuktikan betul berkhasiat selain aman bagi tubuh.
Bahan berkhasiat empon-empon yang populer, atau jahe, bawang putih, buah pace, atau kayu bajakah antikanker, misalnya, zat berkhasiat yang sudah terbukti ilmiah mengandung bahan berkhasiat. Tapi tidak serta-merta dengan mengonsumsinya begitu saja sudah bertindak menjadi obat. Perlu proses isolasi dulu untuk menyaripatikannya, sehingga tidak ada bahan lain yang terkandung yang tidak berguna atau mengganggu tubuh, selain mungkin bersifat racun bagi tubuh. Bahan berbahaya ini perlu disingkirkan dulu.
Setelah isolasi perlu uji farmakologik, bagaimana zat berkhasiat bekerja, berapa dosisnya, dan apakah aman bagi tubuh. Berkhasiat saja namun tidak aman, gagal sebagai obat. Lalu uji klinik setelah uji hewan. Baru setelah diketahui dosis dan terbukti aman bagi tubuh, zat bekhasiat tersebut diterima sebagai obat.
Untuk satu dosis berkhasiat dalam bawang putih, misalnya, mungkin perlu sekian puluh siung. Hanya mengonsumsi satu dua siung bawang putih tidak ada efek khasiatnya. Maka oleh industri farmasi dibuat kapsul bawang putih yang sudah sesuai dosis dan sudah terbebas dari bahan ikutan dalam bawang putih, sehingga tidak menggangu tubuh, sebab ada zat dalam bawang putih bisa mengganggu lambung.
Demikian pula halnya kayu bajakah antikanker dari Kalimantan, tidak serta merta dengan mengonsumsi kayu bajakah, kanker sembuh. Namun harga kayu bajakah setelah dinyatakan berkhasiat oleh penemunya, lalu harga sebatang menjadi jutaan rupiah. Masyarakat beranggapan dengan menelan kayu mentah ini kanker bisa sembuh.
Sejatinya, status bajakah baru tahapan terbukti secara ilmiah berkhasiat antikanker. Masih perlu proses panjang untuk menjadikannya berstatus obat, sebagaimana lazimnya proses tahapan penemuan sebuah obat.
- penulis Dr HANDRAWAN NADESUL foto HALLOSEHAT