Ada 2 tayangan tentang keretapi di saluran tv Natgeo People dan Discovery yg aku suka. Yaitu “Gourmet Trains” dan “Arround the world by train”.
“Gourmet Trains” dibawakan oleh Jonathan Phang, seorang seniman multi talenta. Posturnya tinggi besar tapi ramah, periang dan ‘tak mengancam’. Tertawanya khas, lantang dan renyah. Membuat suasana di sekitarnya segera saja terbawa, tertular oleh kegembiraan. Jonathan adalah pembawa acara terkenal di Inggris. Orangtuanya berasal dari Guyana. Dia juga kerap menjadi juri untuk acara “British next top models”, pengulas acara fashion dan chef yg disegani.
Dalam “Gourmet Trains”. Jonathan mengajak penonton menikmati hidangan-hidangan nikmat, yg ditata elegan, disajikan di keretapi mewah, dgn interior mewah dan klasik. Keretapi mewah yg membawanya ke negara-negara Eropa itu, dulu mungkin hanya diperuntukkan bagi para bangsawan. Sekarang, tentu bagi siapa saja yg mampu membeli tiket. Keretapi kuno itu, secara fisik, mesin dan interiornya masih sangat terawat dgn baik. Anak-anakku punya istilah unik untuk menikmati kuliner mewah seperti ini. Mereka bilang: “Makan cantik”. Tempatnya asyik, cozy. View-nya menarik. Penataan kulinernya menarik, artistik, tapi porsi makanannya sedikit, harganya relatif mahal. Dan rasanya dijamin,…belum tentu enak, hahaha. Tapi yg di “Gourmet train”, kelihatan dari ekspresi sumringah dan nikmatnya Johathan sih, kulinernya sepertinya enak.
Soal istilah ‘makan cantik’ ini, lucu dan kami alami sendiri. Suatu ketika kami ke Bali. Di Bali ditemani sohib lama yg membuka usaha pemandu wisata. Setelah keliling pantai, suatu sore aku mengajak sang teman menikmati kuliner jalanan “yang enak dan murah”, kataku. Maka kami pun makan di warung tenda tepi jalan, dgn hidangan pecel ikan dari lele, nila, bawal sampai kakap. Tentu, tak lupa sambal dgn lalapan dan terung goreng. Nikmat, kami makan sampai nambah dan berkeringat. Sebelumnya anak-anakku minta diturunkan di sebuah cafe cozy di tepi pantai. Di cafe itu agak banyak wisatawan asing. “Mau makan cantik”, bisik mereka. Dugaanku, mungkin mereka menikmati suasana dan kulinernya yg berporsi sedikit, tapi pasti ‘tak nendang’. Benar saja. Malamnya, baru sampai di kamar hotel, si bungsu ‘berbunyi’: “lapaaarrr”. Naah, betul dugaanku, untung aku sdh mengantisipasi,…beli mbungkus. Nasi, pecel kakap, terong goreng, lalap dan -tentu saja- sambal. Mereka menyantap dgn lahap.
“Arround the world by train”, sungguh berbeda. Pembawa acaranya seorang aktor, komedian, penulis dan politisi sepuh bertubuh mungil bernama: “Sir Antony Robinson”. ‘Sir’ di depan namanya, biasanya penghormatan (kalok di sini konon bisa beli?) yg diberikan kerajaan Inggris kepada sosok yg dianggap berprestasi. Banyak musisi Inggris memperoleh penghormatan itu. Banyak pula yg menolak. Salah-satu yg menolak kalau tak salah, John Lennon.
Dlm tayangan di Discovery Asia ini, Sir Antony Robinson berkeliling Asia Tenggara. Entah kenapa dia tak mampir di Indonesia. Dia tentu bukan menikmati kuliner dan keretapi mewah. Keretapi yg dinaikinya apa saja yg tersedia di negara-negara yg disinggahi. Dia lebih menikmati ‘blusukan’ ke desa-desa di Asia Tenggara nan eksotik. Menikmati budaya setempat. Berinteraksi dgn penduduk. Di India dia naik keretapi butut. Berjejal-jejal seperti ikan sardin nampak tak masalah baginya. Bahkan dia bercengkrama dgn penumpang lain. Juga tertunduk-tunduk di keretapi tua di sebuah desa di Vietnam. Keretapi tua itu memang sepertinya berukuran lebih kecil dibanding keretapi pada umumnya. Kesehatan, semangat hidup dan sikap positifnya sungguh membuat iri.
Ah, aku jadi teringat pernah ada wacana, ketika Aceh diluluhlantakkan tsunami bbrp tahun lalu. Waktu itu ada bbrp negara yg bergabung untuk membantu membangun kembali infrastruktur yg hancur. Konon Prancis berwacana membangun jalur keretapi dari Aceh sampai Sumbar. Tapi sampai hari ini, wacana itu tinggal wacana. Realisasinya menguap begitu saja.
Ada juga seorang rohaniwan kelahiran Jerman bernama Jawa yg sangat prihatin dgn perkeretapian di Indonesia. Ketika ada wacana membangun jalan tol Jakarta-Surabaya dia bilang: “Jalan tol itu hanya untuk memudahkan orang yg memiliki kendaraan pribadi. Jika ingin jangka panjang, yg perlu dan mendesak diprioritaskan adalah memberdayakan, memperbaiki dan menambah jalur keretapi di seluruh Indonesia. Supaya bangsa ini bisa mengunjungi dan menikmati pelosok negrinya sendiri dgn biaya relatif murah”
Sekarang, perkeretapian sdg terus digenjot. Sumatra saja baru sampai Sumsel. Boro-boro Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Masal mungkin ya. Tapi murah? Jika harga tiket keretapi Jakarta-Surabaya sama dgn harga tiket pesawat Jakarta-Surabaya, bagi orang yg ingin menikmati panorama di perjalanan dan tak mengejar waktu mungkin tak masalah. Tapi bagi pebisnis, jarak Jakarta-Surabaya yg ditempuh sehari penuh, dibandingkan waktu yg hanya sekitar 2 jam (jika naik pesawat terbang) dgn harga tiket sama,…pasti masalah besar.
Oya, kata ‘keretapi’, yg aku tulis itu bukan salah ketik. Itu penamaan dari penulis Pramudya Ananta Tur, yg menulis keretapi ketimbang keretaapi…
Ilusrasi: Sketsa stasiun keretapi di Taichung. Ketika ditraktir anakku ke Taiwan tempohari…
(23.06.21)